Indonesian
Thursday 28th of March 2024
0
نفر 0

Bertindak yang Benar Pada Orang-Orang Jahil

“…dan bantahlah mereka dengan cara yang baik.” (Qs. An

Nahl: 125)

Saya heran dengan sikap sekelompok orang [yang herannya

sama persis, seperti habis keluar dari pabrik yang sama]

yang ketika diberikan bantahan dengan cara yang baik dan

santun atas tuduhan-tuduhan tidak berdasar yang mereka

gencarkan [itupun mereka sampaikan dengan berargumen

dengan cara-cara yang kotor], mereka akan berkata, “Akh,

jangan sok santun, jangan lebay, ketahuan kok, kau hanya

mau menipu. Pura-pura baik itu karena minoritas, tapi

kalau mayoritas, malah berbahaya.”

Tapi ketika tudingannya yang kadang irrasional tersebut

ditanggapi dengan umpatan, caci maki dan olok-olol,

mereka malah makin keranjingan, karena meyakininya,

dihina dan dilecehkan itu resiko dari menyampaikan

kebenaran. Padahal tidak semua orang yang dihina itu

menunjukkan bahwa dia benar, sebab mereka yang melakukan

hal-hal yang hina, juga memang sering dihina.

Membalas tudingan dan penghinaan, juga dengan cara-cara

yang kasar dan ungkapan-ungkapan yang melecehkan tidak

dibenarkan. Bahkan membuat mereka makin menjadi-jadi.

So, bagaimana menyikapinya?

Setidaknya ada empat hal yang mesti kita lakukan,

sebagaimana petunjuk Al-Qur’an.

Pertama, berdoa.

Dilecehkan ketika menyampaikan dakwah, juga pernah

dialami oleh para Anbiyah As, dan itu telah menjadi

sunnatullah bagi penerus dakwah Anbiyah As, untuk juga

mengalami hal yang sama. Nabi Musa As ketika dilecehkan

ummatnya, beliau berdoa, “"Aku berlindung kepada Allah

agar tidak menjadi salah seorang dari orang-orang yang

jahil". [Qs. Al-Baqarah: 67]

Kedua, meyakini bahwa usaha untuk membuat semua orang

harus sependapat dengan kita, adalah usaha yang sia-sia,

bahkan dalam terminologi Al-Qur’an, berkeinginan keras

agar semua orang dalam petunjuk yang dengan itu memaksa

diri atau memaksa orang lain adalah termasuk keinginan

jahiliyah. “Kalau Allah menghendaki, tentu saja Allah

menjadikan mereka semua dalam petunjuk sebab itu

janganlah sekali-kali kamu termasuk orang-orang yang

jahil.” [Qs. Al An’am: 35]

Jadi tetaplah menjaga kesehatan akal dan berlaku

rasional, bahwa kewajiban kita hanyalah menyampaikan,

jika mereka tidak mau menerima, maka biarkan saja, sebab

pada dasarnya ia siap menerima konsekwensi apapun yang

terjadi setelah itu.

Ketiga, tetap mengucapkan kalimat yang mengandung

keselamatan dan perdamaian.

Salah satu akhlak Nabi Muhammad Saw adalah tetap berlaku

baik hatta termasuk kepada orang yang menghina dan

melecehkannya. Jadi jangan membalas perkataan buruk orang

lain, dengan ungkapan buruk juga, sebab itu menunjukkan,

tidak bedanya kita dengan mereka. Justru untuk

menunjukkan bahwa kita makhluk mulia, maka hanya

pemuliaan yang semestinya kita lakukan. Hargailah orang

lain, bukan karena dia siapa, tapi karena kau siapa.

Allah Swt berfirman, “Dan hamba-hamba Tuhan yang Maha

Penyayang itu (ialah) orang-orang yang berjalan di atas

bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil

menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata (yang

mengandung) keselamatan. [Qs. Al- Furqan: 63]

Keempat, langkah selanjutnya adalah meninggalkan.

Kita jangan membuang-buang waktu untuk hal yang tidak

bermanfaat. Jika kita sudah menyampaikan pendapat kita,

namun dilecehkan dan tidak dibantah dengan cara yang

argumentatif, maka berhentilah, jangan layani nafsu

berdebatnya. Seorang muslim, hanya ada dua pilihan

baginya, berkata benar, atau diam. Diam terkadang jauh

lebih baik daripada menjelaskan, karena akan menyakitkan,

bila mereka bisa mendengarkan tapi tidak mau mengerti.

Satu hal yang perlu kita yakini, kita tidak diminta

pertanggungjawaban atas keyakinan dan amalan orang lain,

kita hanya dimintai pertanggungjawaban mengenai metode

dan cara kita menyampaikan pendapat kita pada orang lain.

Al-Qur’an menasehatkan, “Dan apabila mereka mendengar

perkataan yang tidak bermanfaat, mereka berpaling

daripadanya dan mereka berkata: "Bagi kami amal-amal kami

dan bagimu amal-amalmu, kesejahteraan atas dirimu, kami

tidak ingin bergaul dengan orang-orang jahil." [Qs. Al

Qashash: 55]

So, inilah langkah Qur’ani yang semestinya kita tempuh.

Kita bisa menambahkan dengan mendoakan yang bersangkutan

agar bisa dibukakan hati dan pikirannya, agar mau

menerima keberadaan pendapat yang berbeda.

Kalau ada yang mengencingi dinding masjid, maka

biarkanlah sampai ia menyelesaikan hajatnya baru kemudian

kau nasehati, sebagaimana Rasulullah pernah mencontohkan

saat seorang Arab Badui mengencingi dinding masjid. Kau

bentak dan usir, saat dia masih sedang kencing, sama

halnya kau membiarkan air kencingnya muncrat kemana-mana.


Biarkanlah orang-orang yang membencimu karena kau berbeda

paham dengannya menyelesaikan dirinya sendiri.

0
0% (نفر 0)
 
نظر شما در مورد این مطلب ؟
 
امتیاز شما به این مطلب ؟
اشتراک گذاری در شبکه های اجتماعی:

latest article

IMAM HASAN AL-MUJTABA AS, PENGAYOM UMAT YANG TABAH
Kasih Sayang, Poros Agama Tuhan
KISAH IDRIS AS. NABI ALLAH YANG DIANGKAT KE LANGIT
Konsep insan kamil menurut Islam
Meninjau (kembali) Waktu Berbuka Puasa
Takwa dan Sabar Sebagai Tameng Dalam Menghadapi Cobaan Bag. 2
Revolusi Mukhtar Tsaqafi Dimulai
Dianggap Nistakan Agama, Habib Rizieq Dilaporkan ke Polisi
Gejala Awal Autisme Dapat Dideteksi Sejak Usia 6 Bulan
Mesjid dan Anak-anak Kita

 
user comment