Indonesian
Wednesday 17th of April 2024
0
نفر 0

Iran Layak Disebut Negara Islam

Iran Layak Disebut Negara Islam

Rektor Insitut Ilmu Al-Qur'an (IIQ) Jannatu Adnin Kendari Dr. H. Zulkifli Musthan, M.Si, M.Pd setelah melakukan kunjungan ke Iran beserta rombongan Kopertais wilayah VIII Sulawesi, Maluku dan Papua dari  23 April sampai 3 Mei 2017 lalu mengatakan Iran layak menyebut diri sebagai negara Islam. Rektor kelahiran Bulukumba tahun 1958 silam itu mengatakan, "Setelah melihat langsung Iran dari dekat, saya menilai Iran layak disebut negara Islam. Karena dari sisi pengamalan syariat khususnya dalam menjaga aurat, semua laki-laki maupun perempuan mengenakan pakaian sesuai yang dituntunkan. Dari sisi lingkungan dan tata kota pun tampak bersih dan sejuk. Hampir disetiap dinding dari bangunan rumah dan kantor bertuliskan shalawat kepada Nabi. Dan yang lebih mengagumkan, ulama-ulama memiliki keterlibatan langsung dalam lembaga-lembaga negara dari eksekutif, legislatif sampai yudikatifnya." 

 

Dalam kunjungan yang pertama kalinya ke Iran tersebut, guru besar yang juga menjabat sebagai Lektor Kepala IAIN Kendari tersebut mengungkapkan kesannya, "Selama keberadaan saya di Iran, kesan saya baik sekali. Dari sisi keberagamaan warga Iran menunjukkan ciri tersendiri dalam pengamalan Islam. Dengan busana khas warna hitam bagi wanita dan jas bagi pria ditambah baju turun khas Iran. Tempat ibadah atau masjid dihiasi dengan kaligrafi yg sangat rapi, indah dan menyejukkan serta menunjukkan ciri khas negara Islam. Tradisi keagamaan masyarakat Iran adalah pola-pola Syiah yg moderat khususnya dalam melaksanakan shalat, azan dan iqamat."

 

"Mengenai tradisi Qur'ani di Iran cukup baik dan telah mengembangkan program studi Al-Qur'an terintegrasi dengan ilmu-ilmu umum seperti Al-Qur'an dan sosiologi, Al-Qur'an dan kesehatan dan lain-lain. Alquran yg ada di iran sama saja di indonesia, bedanya hanya pada kualitas kertas dan kaligrafinya." Tambahnya.

 

Mengenai pengalamannya turut shalat Jum'at berjamaah di Teheran, Zulkifli Musthan berkata, "Turut shalat berjama'ah Jum'at di Teheran memberikan saya pengalaman baru, sebab tradisinya berbeda dengan di Indonesia. Shalat Jum'at juga diikuti oleh jamaah perempuan dengan tempat yang terpisah dengan laki-laki. Masjidnya sederhana tapi luas. Urutan-urutan acaranya sampai masuk pada pembacaan khutbah.dengan khatib yang selalu menyebut Amerika sebagai musuh. Pengalaman shalat Jum'at di Iran ini secara otomatis menunjukkan apa yang yang selama ini dihembuskan sejumlah kalangan di Indonesia bahwa di Iran tidak ada shalat Jum'atnya adalah tidak benar, dan hanya fitnah belaka."

 

Menyikapi adanya perbedaan tradisi keagamaan yang dilihat dan dirasakanya langsung di Iran, penulis sejumlah buku dan karya ilmiah mengenai isu-isu keagaman dan sosial kemasyarakatan tersebut mengatakan, "Aliran-aliran dalam Islam tidak perlu diperdebatkan sepanjang itu dasarnya dari Al-Qur'an dan As-Sunnah. Tetapi kalau di luar dari itu maka harus diberantas untuk menjaga keutuhan umat Islam. Aliran-aliran yg ada dikalangan umat Islam perlu diketahui sebagai bahan perbandingan dari aliran-aliran yang ada tersebut."

 

Mengenai keberadaan sejumlah mahasiswa asal Indonesia yang menuntut ilmu di Iran, cendekiawan muslim Sulawesi Tenggara tersebut berkata, "Berinteraksi langsung dengan mahasiswa-mahasiswa Indonesia di Iran khususnya di kota Qom memberi kesan saya cukup baik dan membanggakan. Yang menakjubkan juga adalah ketika bersilaturahmi dengan para ulama di Qom. Dalam pembicaraan mereka, menambah wawasan keilmuan Islam, ramah, santun dan melayani tamu dengan penuh hormat. Lembaga pendidikan Islam di iran cukup mengagumkan. Rata-rata mahasiswa ditempa dengan ilmu yang cukup banyak dan lama karena dibekali lebih dahulu pengetahuan bahasa yg memadai seperti bahasa Persia, Arab dan Inggris, baru masuk materi keislaman."

 

"Saya memesankan kepada mahasiswa Indonesia di Iran, untuk tekun, tabah dan sabar dalam menuntut ilmu. Harus tetap menjaga integritas dan istiqamah dalam menjalankan syariat Islam serta cepat menyelesaikan studinya untuk mengabdi di indonesia." Pesannya menutup pembicaraan. 

 

Disebutkan kedatangan Dr. H. Zulkifli Musthan bersama rombongan Kopertais wilayah VIII Sulawesi, Maluku dan Papua yang dikepalai Prof. Dr. H. Abd. Rahim Yunus, MA dan Prof. Dr. H. Sabaruddin Garancang, MA di Iran dalam rangka mengikuti kegiatan Short Course di kota Qom selama 11 hari dari 23 April sampai 3 Mei 2017.

 

Termasuk dalam rombongan, Pimpinan STAI As’adiyah Sengkang KH. Dr. M. Yunus Pasenreseng Andi Padi M. Ag dan Rektor Insitut Agama Islam Azmi Kotamobagu Sulawesi Utara H. Muhammad Anthon Mamonto, dan juga perwakilan dari Palu, Kolaka dan Papua Barat.  

 

Dalam kunjungan tersebut, selain mengikuti short course, rombongan juga bersilaturahmi ke sejumlah ulama besar Iran, mengadakan temu bicara dengan mahasiswa Indonesia di Qom, berziarah ke makam Imam Khomeini, shalat Jum'at berjamaah di Teheran yang diimami Ayatullah Sayid Ahmad Khatami dan juga diadakan penandatanganan MoU bersama International University al Mustafa Iran. 

0
0% (نفر 0)
 
نظر شما در مورد این مطلب ؟
 
امتیاز شما به این مطلب ؟
اشتراک گذاری در شبکه های اجتماعی:

latest article

Ledakan Dasyhat Guncang Turki, 8 Warga Setempat Tewas
Hukum Meminum Air Kencing Unta dalam Pandangan Ulama Syiah
Aksi Teroris di Tehran, Dendam Musuh terhadap Iran
Kedudukan Al-Quran dalam Mazhab Islam Syiah
Fidel Castro, Pemimpin Legendaris Kuba Meninggal Dunia
Pemerintah Iran Kecam Peledakan Bom di Karbala
Perspektif Rahbar: Militer Iran Bukan Ancaman bagi Tetangga dan Kawasan
Suasana Majelis Duka Husaini di Lebanon
Pemusnahan Total Senjata Nuklir di Dunia, Prioritas GNB
Lebaran: Lubang Jarum Konsumerisme

 
user comment