Indonesian
Saturday 20th of April 2024
0
نفر 0

Al-Qur’an Membincang Hubungan Keadilan Ilahi dengan Bala Bencana

Al-Qur’an Membincang Hubungan Keadilan Ilahi dengan Bala Bencana



Terjadi dan berlangsungnya berbagai musibah berupa bencana alam, seperti gempa bumi, banjir, yang bisa menelan korban ratusan bahkan ribuan jiwa manusia, dan juga aneka ragam problematika hidup yang menyelimuti kehidupan umat manusia, telah membuat kita bertanya-tanya bahwa betapa sang Pencipta telah berbuat sesuatu yang sama sekali tidak diinginkan oleh seluruh umat manusia, dan bahkan dengan berani memprotes serta mengkritik kalau Tuhan betul-betul tidak adil dan telah berlaku aniaya terhadap makhluk ciptaan-Nya. Bayangkan dengan terjadinya gempa bumi atau banjir, begitu banyak umat manusia mati cukup mengenaskan, seluruh harta dan kehidupannya ludes ditimpa musibah banjir dan bencana-bencana alam lainnya. Betul-betul Tuhan tidak adil!!

Al-Qur’an sebagai wahyu dari Yang Maha Sempurna, Allah Swt, diturunkan tentunya untuk tujuan memberikan bimbingan dan tuntunan kepada seluruh umat manusia dan salah satu keniscayaan bagi al-Qur’an sebagai kitab Hidayah, adalah mampu menjawab berbagai persoalan dan problema kehidupan umat termasuk diantaranya menjawab persoalan-persoalan terkait masalah teologis.

Salah satu persoalan teologis yang banyak dipertanyakan oleh kalangan cendekia, lebih-lebih masyarakat awam, mengenai bencana dan musibah yang sering terjadi dan menimpa umat manusia. Kenapa hal-hal semacam ini harus terjadi dan berlangsung di alam semesta ini? Apa gerangan yang tersembunyi dan menjadi rahasia dibalik semua itu?

Al-Qur’an dalam merespon pertanyaan-pertanyaan semacam diatas, berusaha memberikan jawaban-jawaban yang akan kita rincikan berikut ini:

Bencana; Ujian Tuhan

Allah Swt dalam al-Qur’an surah Muhammad ayat 31 berfirman, “Dan sesungguhnya Kami benar-benar akan menguji kamu agar Kami mengetahui orang-orang yang berjihad dan bersabar di antara kamu; dan agar Kami menguji hal ihwalmu (amal perbuatan dan rahasia-rahasia kamu guna mengetahui jujur tidaknya kamu).“

Ketika berbincang mengenai Keadilan Ilahi, muncul sekelompok orang memprotes tentang adanya bala bencana dan ketidakadilan di alam ini dengan mengatakan, “Kalaulah Allah Swt memang Adil, lantas kenapa sebagian hamba-hamba-Nya diberi nikmat berlimpah ruah dan sebagiannya lagi dililit berbagai macam bencana dan kesulitan?!

Disini kita akan coba menjawab pertanyaan ini dan menjelaskan hubungan serta korelasi Keadilan Tuhan dengan berbagai bencana yang ada. Pertama perlu dicamkan baik-baik bahwa sudah menjadi sunnah Allah Swt, Tuhan Yang Maha Bijak, akan senantiasa menguji hamba-hamba-Nya dengan berbagai ujian dan cobaan sehingga neraca dan kadar ketaatan dan penghambaannya bisa diketahui. Tentunya sangat jelas kalau Allah Swt dengan sendirinya tahu sejauh mana kebenaran, kejujuran atau ketidakjujuran hamba-hamba-Nya (dalam mengabdi) dan tujuan dari diadakan ujian untuk mereka, adalah guna menyempurnakan hujjah bagi mereka. Oleh karena itu, hikmah besar dari bala dan bencana-bencana adalah ujian Allah Swt bagi para hamba.

Imam Ali as bersabda, “Tidak ada seorang pun yang tidak pernah mendapat ujian dan cobaan dari Allah Swt.”(Nahjul Balaghah, Hikmah 93).

Sebagian Bencana Disebabkan Ulah Kita Sendiri

Dalam al-Qur’an surah asy-Syûrâ ayat 30 Allah Swt berfirman, “Dan apa saja musibah yang menimpamu, maka disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu).“

Konsekuensi bahwa manusia itu punya ikhtiar, adalah sebagian manusia berlaku aniaya (dengan ikhtiarnya) terhadap yang lain dan menimpakan berbagai musibah dan bala bencana kepada orang lain, seperti membunuh, membuatnya menderita dan menjadikannya fakir! Kalau saja para penguasa dan diktator dunia mau meninggalkan dan menanggalkan seluruh tindakan kejahatan dan kriminalitasnya, orang-orang kaya lagi zalim tidak menginjak-injak dan melumat habis hak-hak ekonomi selainnya dan beramal sesuai dengan perintah syariat terhadap kaum papa, maka sungguh kita tidak akan pernah menyaksikan semua bencana dan malapetaka dalam kehidupan ini. Selain itu, perlu dicamkan bahwa telah menjadi sunnatullah jikalau seseorang menitikan kakinya di jalan ibadah kepada Allah Swt, maka seluruh faktor-faktor natural semesta akan membantunya, tetapi kalau ia malah bersikap tidak mau taat dan tunduk, maka ia tidak akan memperoleh apa-apa dari nikmat-nikmat natural Allah Swt. Oleh karena itu, ada banyak faktor yang melatari munculnya berbagai peristiwa-peristiwa kurang menyenangkan, natural ataupun non-natural, di alam ini seperti merajalelanya kejahatan dan tindak kriminal manusia dan hal ini sama sekali tidak bertentangan dengan Keadilan Ilahi.

Rasulullah saw bersabda, “Setiap goresan kayu yang mengenai tubuh manusia (itu kembali kepada manusia itu sendiri), dan setiap langkah yang salah (terpeleset jatuh) maka itu adalah karena dosa yang diperbuat olehnya (oleh manusia). (Majma’ al-Bayân, jilid 9, hal. 47.).

Bencana Menjadikan Kita Tunduk di Hadapan Allah Swt

Dalam al-Qur’an surah al-An’âm ayat 42, Allah Swt berfirman, “Dan sesungguhnya Kami telah mengutus (rasul-rasul) kepada umat-umat sebelum kamu, kemudian (karena mereka bangkit melawan dan menentang para nabi) Kami siksa mereka dengan (menimpakan) kesengsaraan dan kemelaratan supaya mereka memohon (kepada Allah) dengan tunduk merendahkan diri.“

Dalam al-Qur’an Allah Swt menganggap bahwa tujuan diturunkannya aneka ragam bencana, adalah supaya hamba-hamba-Nya terbangun dari tidurnya (baca: lalai) dan sebagai peringatan atas mereka. Lebih jelasnya, larut dalam berbagai kenikmatan dan tenggelam dalam kelezatan dunia telah melahirkan kesombongan dan kecongkakan pada diri sebagian besar umat manusia dan kesemua itu telah membuat mereka lalai dari mengingat Allah Swt. Nah, kalau seseorang berada dalam kesulitan dan ketidaknyamanan, maka ia akan mengakui kelemahan dan ketakberdayaan dirinya serta akan memohon bantuan dari Yang Maha Kuasa, Allah Swt. Oleh karena itu, Allah Swt memberikan bencana dan malapetaka kepada sebagian hamba-Nya sehingga sang hamba kembali sadar diri untuk menuju kepada Allah Swt. Hakikat ini telah banyak dijelaskan dalam beberapa ayat-ayat al-Qur’an.

Imam Ali as bersabda, “Apabila orang–orang ketika ditimpa berbagai musibah, tunduk dan merendahkan diri di hadapan Allah Swt maka segala apa yang Allah Swt ambil dari mereka akan dikembalikannya dan akan memperbaiki segala apa yang telah rusak.” (Nahjul Balaghah, khutbah 178.).

Bencana Menjadikan Orang Mukmin Maju dan Berkembang

Dalam al-Qur’an surah al-Baqarah ayat 155-157, Allah Swt berfirman, “Dan sungguh Kami akan berikan cobaan kepadamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar. (Yaitu), orang-orang yang apabila tertimpa musibah, mereka mengucapkan, “Innâ lillâhi wa innâ ilaihi râji’ûn (sesungguhnya kami adalah milik Allah dan kami akan kembali kepada-Nya).” Mereka itulah yang mendapatkan salawat (keberkahan yang sempurna) dan rahmat dari Tuhan mereka, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.“

Seperti yang telah disebutkan pada penjelasan-penjelasan sebelumnya, Allah Swt akan selalu menurunkan kepada hamba-hamba-Nya berbagai macam ujian dan kepahitan hidup guna mengetahui neraca kepasrahan dan ketaatan mereka dan juga menciptakan ladang pahala dan imbalan bagi mereka. Dengan penjelasan sederhana ini, jelas bahwa para nabi dan wali-wali Allah Swt juga tidak terkecualikan dari ujian semacam ini yang memang sudah merupakan sunnatullah dan mereka juga mengalami aneka ragam kesulitan dan kerumitan, namun kesulitan dan problematika ini telah mengantarkannya pada suatu kondisi dimana mereka lebih tunduk dan lebih patuh lagi dalam menghambakan diri di hadapan-Nya serta telah membuat derajatnya semakin tinggi. Oleh karena itu, hikmah bencana dan musibah bagi kaum Mukminin adalah kemajuan, perkembangan dan meningkatnya penghambaan di jalan Allah Swt.

Salah seorang Imam as bersabda, “Sesungguhnya musibah dan bala bencana yang paling besar itu adalah yang menimpa para nabi, kemudian (pada peringkat berikutnya) para wasi (wali-wali) mereka dan setelah itu orang-orang lebih mirip dengan mereka.” (al-Kâfî, jilid 2, hal. 252, hadits 1).

Kesulitan dapat Mencegah dari Sikap Lalai

Dalam al-Qur’an surah As-Syûrâ ayat 27, Allah Swt berfirman, “Dan jika Allah melapangkan rezeki kepada hamba-hamba-Nya, tentulah mereka akan melampaui batas di muka bumi. Tetapi Allah menurunkan apa yang dikehendaki-Nya dengan ukuran. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui (keadaan) hamba-hamba-Nya lagi Maha Melihat.“

Berangkat dari persoalan betapa banyak manusia tatkala hidup dalam kemakmuran dan kesejahteraan akan terjerumus ke jurang kecongkakan dan kelalaian serta lupa akan Sang Pencipta, makanya Allah Swt menjauhkan sebagian hamba-hamba-Nya dari aneka ragam kelezatan dan kemegahan dunia demi mencegah mereka dari jalan ketersesatan dan berpaling dari penghambaan diri kepada Allah Swt. Dengan kata lain, Allah Swt tahu persis kondisi-kondisi dan kapasitas-kapasitas yang beragam yang dimiliki para hamba dalam berbagi situasi kehidupan dan Dia tahu jika sebagian orang-orang Mukmin diberi nikmat materi yang melimpah ruah maka akan lalai dari menunaikan tugas-tugas keagamaannya dan akan lebih bersikap sombong dan congkak. Dari itu, Allah Swt menurunkan rahmat-Nya kepada mereka dan menyelamatkan mereka dari ujian berat dan sulit ini, kendati kefakiran dan kemiskinan itupun juga termasuk bagian dari ujian Tuhan untuk mereka.

Diriwayatkan bahwa, “Sebagian hamba-hamba-Ku yang beriman, memang tidak ada sesuatu yang lebih maslahat baginya kecuali sebagai orang yang kaya dan Sebagian hamba-hamba-Ku yang beriman, memang tidak ada sesuatu yang lebih maslahat baginya kecuali sebagai orang yang fakir.” (al-Kâfî, jilid 2, hal. 352, hadits 8).

Kesulitan dan Musibah, Untuk Kebaikan dan Maslahat sang Hamba

Dalam al-Qur’an surah al-Baqarah ayat 216, Allah Swt berfirman, “Diwajibkan atas kamu berperang, padahal berperang itu adalah sesuatu yang kamu benci. Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui (kemaslahatan-mu dalam segala hal), sedangkan kamu tidak mengetahui.“

Jelas bahwa ilmu dan pengetahuan manusia tidaklah seberapa terhadap rahasia-rahasia segala apa yang ada di alam semesta ini serta pengaruhnya atas nasibnya. Dari itu, betapa banyak hal atau kejadian yang mungkin saja baginya dianggap sebagai musibah dan bencana, padahal hasilnya adalah kemaslahatan dan kebaikan bagi dirinya. Oleh karena itu, sebagaimana resep obat yang diberikan dokter tidak enak dan cukup pahit bagi seorang anak namun tidak boleh menolaknya, karena hasil dari mengkonsumsinya adalah kesembuhan. Betapa banyak bencana dan musibah yang tidak enak yang menimpa kehidupan, namun berujung pada kebahagiaan yang tentunya Allah Swt telah ketahui tetapi tidak oleh hamba-hambanya dan bahkan malah dianggapnya sebagai peristiwa pahit dan tidak menyenangkan, lantaran keterbatasan ilmu dan pengetahuan yang dimiliki sang hamba. Ayat diatas menegaskan hakikat penting dan cukup berpengaruh ini.

Imam Ali as bersabda, “Allah Swt menyeru dari arah Singga Sana-Nya, “Wahai hamba-hamba-Ku! Amalkan dan tunaikan segala apa yang Aku katakan dan jangan sekali-kali mengatakan kemaslahatan kamu kepada-Ku. Aku lebih tahu kemaslahatan kamu dan Aku tidak akan lalai darinya.” (Tafsir yang dinisbahkan kepada Imam Hasan al-Askari as, hal. 327, hadits 176).

Kesulitan Membuat Potensi dan Kemampuan Seseorang Mengaktual

Dalam al-Qur’an surah al-Insyirâh ayat 5-6, Allah Swt berfirman, “Sesungguhnya sesudah kesulitan itu pasti ada kemudahan. (Ya), sesungguhnya sesudah kesulitan itu pasti ada kemudahan.“

Salah satu hikmah dan manfaat pendidikan dari adanya bencana dan problematika kehidupan, adalah terbukanya peluang bagi hamba-hamba Allah Swt dalam pengaktualan segala potensi dan kemampuannya. Dengan berhadapan langsung berbagai kesulitan dan problem, seseorang akan berusaha mencari solusi dan jalan keluar dari problem itu. Ia akan menggunakan seluruh kapasitas potensialnya dalam menyelesaikan masalah kesulitan yang ditengah menggerogoti dirinya. Di sepanjang sejarah, ada banyak contoh sekaitan dengan kebenaran klaim ini. Mayoritas ilmuan dan para inovator tumbuh dan berkembang di tengah-tengah kehidupan yang penuh kepapaan, kesulitan dan hanya bersandar serta berpangku pada kemampuan dirinya. Al-Qur’an telah memberikan bimbingan dan pengayoman terhadap umat manusia bahwa kemakmuran dan kemudahan terselip dibalik kesulitan dan penderitaan, tanpa keberanian menanggung derita dan kesulitan akan sangat mustahil bisa meraih hal tersebut.

Rasulullah saw bersabda, “Ketahuilah bahwa kemenangan atas segala problema dan kesulitan, adalah dengan kesabaran dan bahwa sesungguhnya kelapangan hidup akan tercapai dengan adanya bencana dan problem.”(Man Lâ Yahdhuruhu al-Faqîh, jilid 4, hal. 413, hadits 5900).

0
0% (نفر 0)
 
نظر شما در مورد این مطلب ؟
 
امتیاز شما به این مطلب ؟
اشتراک گذاری در شبکه های اجتماعی:

latest article

Seorang Imam juga Berpengetahuan Ghaib
Keutamaan Melaksanakan Sholat di Awal Waktu
Teologi Transformatif
ASAL MULA TIMBULNYA PERSELISIHAN PADA PERIODE RISALAH NABI
Berapa usia orang-orang yang menghuni surga dan neraka?
Fikih Salat Lima Mazhab
EMPATI : JALAN MEMUHAMMADKAN DIRI
Anak-anak Adam dengan siapa mereka menikah?
Tempat Kelahiran Nabi Isa Ibnu Maryam a.s.
Menyingkap Keperibadian hazrat Zainab (A.S)

 
user comment