Indonesian
Friday 29th of March 2024
0
نفر 0

Mungkinnya Filsafat Syuhudi; Sebuah Pengantar


Sebagai pengantar guna mengawali pembahasan ini, sedikitnya ada dua poin penting yang perlu dijelaskan: Pertama, filsafat Islam khususnya filsafat Mulla Sadra banyak dipengaruhi oleh syuhud (visi spiritual). Kedua, filsafat adalah suatu disiplin pengetahuan yang berbeda dengan aliran-aliran pemikiran lainnya seperti teologi (kalam) dan mistisisme (irfan) lantaran ia berpijak pada nalar argumentatif, perenungan, pemikiran dan inferensi teoritis. Olehnya itu, pertanyaan mendasar adalah apakah suatu sistem pemikiran yang memanfaatkan dan dipengaruhi oleh syuhud dapat disebut sebagai sebuah aliran filosofis? Dengan kata lain apakah filsafat yang menggunakan syuhud memungkinkan atau tidak?
 
Sebelum Mulla Sadra, term hikmah muta’aliyah pernah digunakan oleh para arif seperti Qaishari dan bahkan oleh para filsuf peripatetik seperti Syaikh al-Rais (Ibnu Sina). Dia dalam pasal 9 namath 10 al-Isyarat wa al-Tanbihat mengatakan:
 
ثم إن کان ما یلوحه ضرب من النظر مستوراً إلا على الراسخین فی الحکمه المتعالیه“
 
Khojah Nasiruddin Thusi dalam mengomentari pernyataan di atas mengatakan, “Yakni, masalah-masalah seperti ini adalah tersembunyi bagi para filsuf peripatetik yang tidak bersentuhan dengan hikmah muta’aliyah serta tidak memiliki pengetahuan syuhud”.
 
Beberapa tema-tema penting yang perlu diulas dalam membahas “kemungkinan filsafat syuhud” adalah sebagai berikut :
1.Filsafat : Metafisika menggunakan inferensi rasional serta berpijak pada argumentasi. Sekarang ini, setiap ilmu memiliki filsafat di mana di dalamnya memuat inferensi (istidlal) terhadap prinsip-prinsip ilmu tersebut dengan memakai metode rasional seperti filsafat kedokteran (thab), filsafat hukum, filsafat seni dll.
 
2.Syuhud : Suatu jalan mengetahui yang berbeda dengan jalan-jalan yang umumnya dilalui manusia seperti; pengalaman, teks, akal dan semacamnya.
 
3.Dzauq : Qaishari dalam komentarnya terhadap Fushus al-Hikam mengatakan seperti ini:
 
المراد بالذوق ما یجده العالم على سبیل الوجدان و الکشف لا البرهان و الکسب و لا على طریق الاخذ بالإیمان و التقلید فإن کلاً منهما و إن کان معتبراً بحسب مرتبته لکنه لا یلحق بمرتبه العلوم الکشفیه إذ لیس الخبر کالعیان
 
Yakni; dzauq adalah sesuatu yang diperoleh seorang ‘alim (yang mengetahui) melalui penyingkapan spiritual (kasyf) bukan dengan argumentasi (burhan) serta bukan dengan iman dan taklid, karena walaupun argumentasi, iman dan taklid itu valid (muktabar) menurut tingkatannya tetapi tidak sampai pada ilmu-ilmu penyingkapan (kasyfi), lantaran ilmu-ilmu penyingkapan merupakan objek eksternal (‘ayan) sementara mereka itu adalah berita dan berita bukan pada tingkatan objek eksternal.
 
Kasyf : Makna leksikal, kasf al-hijab yakni menyingkap tabir (penutup) dari permukaan sesuatu. Makna terminologi, tersingkapnya tabir-tabir dan perjumpaan pesuluk dengan suatu hakekat-hakekat melalui ilmu hudhuri dan syuhud. Ketika seorang salik (pesuluk) melihat hakekat-hakekat eksistensi tanpa tabir, ia telah sampai pada posisi (maqam) kasyaf dan syuhud. Tingkatan-tingkatan kasyaf dan syuhud (visi spiritual) sejumlah hijab-hijab yang ada, bahkan ketika tabir telah tersingkir tetap saja ada hijab-hijab lainnya sebab penyingkapan hijab secara sempurna adalah mustahil sama sekali. Para pesuluk terkadang menyaksikan dari balik hijab cahaya. Dengan demikian, filsafat syuhudi adalah suatu sistem filsafat yang membuktikan hakekat-hakekat eksistensi melalui inferensi dan argumentasi, pada saat yang sama juga memanfaatkan syuhud (visi spiritual) dalam membangun proposisi-proposisinya.
 
Filsafat iluminasi (hikmat al-isyraq) dan teosofi transenden (hikmah muta’aliyah) adalah contoh filsafat syuhudi. Menurut pandangan Syaikh Isyraq, filsuf (hakim) adalah seseorang yang tidak hanya bersandar pada gagasan dan pikirannya, melainkan harus sampai pada derajat (maqam) menanggalkan badan serta dapat berikhtiar atas kematian (maut ikhtiyari), di dalam hadits mulia di katakan : “موتوا قبل ان تموتوا” yakni; “Matilah sebelum engkau mati secara natural”.
 
Dalam setiap ilmu terdapat dua posisi :
1.Poisisi dalam mengumpulkan : Mengumpulkan informasi-informasi, teori-teori dan gagasan-gagasan.
2.Posisi dalam menilai : Pemilihan, pembuktian dan pilihan.
 
Dalam masalah kasyaf dan syuhud, jika posisi pertama memberi efek tanpa berpindah kepada posisi kedua, maka tidak akan mengganggu dan menimbulkan persoalan terkait dengan kefilosofian sistem tersebut. Semua proposisi-proposisi dalam hikmah muta’aliyah bersandar pada argumentasi (burhan) dan Mulla Sadra tidak akan memasukkan proposisi-proposisi yang tidak mampu ia buktikan berdasarkan argumentasi (burhan) ke dalam filsafatnya. Pertanyaan mendasar ada di sini bahwa bagaimana syuhud dapat berpengaruh dalam terbentuknya suatu sistem filsafat tanpa melakukan intervensi langsung dalam pembuktian dan penafian proposisi..?!
 
Pokok-Pokok Pengaruh Kasyaf dan Syuhud :
1.Penentuan arah penelitian : Seperti Suhrawardi yang menjadikan cahaya sebagai poros utama pembahasan yang Ia tekuni dalam sistem filsafatnya. Berdasarkan kasyaf dan syuhud-nya, Syaikh Isyraq menyaksikan cahaya melimpah, mengalir, menyeluruh dan menyeliputi eksistensi. Syaikh Isyraq mengatakan :
 
و قد ألقاه النافث القدسی فی روعی فی یوم عجیب دفعه و إن کانت کتابته ما اتفقت إلا فی أشهر لموانع الأسفار و له خطب عظیم… و لا یطمعن أحد أن یطلع علی أسرار هذا الکتاب دون المراجعه إلی الشخص الذی یکون خلیفه عنده علم الکتاب
 
Namun demikian, permasalahan Suhrawardi ialah Ia terkadang menerima suatu kasyaf dan memasukkannya kedalam sistem filsafatnya walaupun Ia belum menemukan argumentasi untuknya.
 
2.Membuka cakrawala baru : Yakni, kasyaf dan syuhud menyebabkan terbukanya stratum-stratum baru bagi seorang filsuf. Misalnya; alam mitsal yang begitu penting bagi para Arif, tidak mengemuka dalam filsafat peripatetik dan Syaikh Isyraq meyakininya berdasarkan syuhud-syuhudnya, merupakan suatu alam yang terdapat di antara alam akal dan alam materi, di dalamnya terdapat suatu hakekat-hakekat yang dari satu sisi menyerupai hakekat-hakekat akal (aqli) dan dari sisi lain lebih dekat dengan alam bendawi dan entitas-entitas materi. Syaikh Isyraq mengatakan bahwa kebanyakan di antara masalah-masalah tentang Kubur, Surga, Neraka, Alam Barzah terjelaskan dengan penerimaan Alam mitsal.
 
و فى نفسى تجارب صحیحه تدلّ على أنّ العوالم أربعه: انوار قاهره، و انوار مدبّره، و برزخیّان، و صور معلّقه ظلمانیه و مستنیره فیها العذاب للأشقیاء[5]
 
3.Merancang masalah-masalah baru : Yakni, kasyaf dan syuhud menjadi penyebab mengemukanya masalah-masalah baru bagi seorang filsuf. Misalnya; Mulla Sadra mengetengahkan pembahasan bahwa ilmu, kekuatan, kehidupan dan kehendak, ada pada seluruh entitas alam eksistensi, yakni baik wujud maupun sifat wujud adalah bergradasi. Mulla Sadra menekankan bahwa masalah baru yang dikemukakannya itu merupakan anugerah Ilahi melalui perantaraan kasyaf dan syuhud;
 
ولکنا بفضل الله والنور الذی أنزل الینا برحمته    [6]
 
Allah swt. berfirman :
 
وَإِنْ مِنْ شَیْءٍ إِلَّا یُسَبِّحُ بِحَمْدِهِ وَلَکِنْ لَا تَفْقَهُونَ تَسْبِیحَهُمْ إِنَّهُ کَانَ حَلِیمًا غَفُورًا [7]
 
4.Gambaran benar permasalahan : Kasyaf dan syuhud membantu memberikan gambaran benar suatu permasalahan.
 
Mulla Sadra tidak mampu melihat gambaran benar permasalahan “Ma’iyyah Qayyumiyah al Haq” tanpa melalui kasyaf dan syuhud, dia berkata :
 
لما کانت وحدته نحوا ً آخرا مقومه ایاها رابع الثلاثه[8]
 
Terdapat dua ayat dalam al-Quran :
 
لَقَدْ کَفَرَ الَّذِینَ قَالُوا إِنَّ اللَّهَ ثَالِثُ ثَلَاثَهٍ [9]
 
Artinya; Orang-orang yang mengatakan bahwa sesungguhnya Allah adalah yang ketiga dari tiga tersebut adalah kafir.
 
مَا یَکُونُ مِنْ نَجْوَى ثَلَاثَهٍ إِلَّا هُوَ رَابِعُهُمْ[10]
 
Artinya; Tidak ada pembicaraan rahasia (berbisik) dari tiga orang, melainkan Dia (Allah) adalah keempat mereka.
 
Perbedaan dari kedua ayat tersebut ialah di ayat pertama Allah merupakan salah satu di antara yang tiga, namun pada ayat kedua tak satupun di antara mereka adalah Allah, tetapi Dia ada pada yang tiga tersebut. Mulla Sadra mendapati masalah ini melalui kasyaf dan syuhud.
 
5.Membantu munculnya asumsi filosofis : Yakni, kasyaf dan syuhud membantu terbentuknya asumsi filosofis secara benar di dalam mental. Contohnya adalah terbentuk atau terbesitnya gagasan kesatuan pikiran (‘aql), yang berpikir (‘aqil) dan yang terpikirkan (ma’qul) pada diri (mental) Mulla Sadra melalui ilham yang bersifat ghaib;
 
فتوجهنا توجهاً جبلیاً إلى مسبب الأسباب و تضرعنا تضرعاً غریزیاً إلى مسهل الأمور الصعاب فى فتح هذا الباب اذ کنا قد جربنا مراراً کثیره سیما فى باب أعلام الخیرات العلمیه و الهام الحقائق الإلهیه لمستحقیه ومحتاجیه إن عادته الإحسان و الإنعام و سجیته الکرم و الإعلام و شمیته رفع أعلام الهدایه و بسط أنوار الإفاضه فأفاض علینا فى ساعه تسویدى هذاالفصل من خزائن علمه علماً جدیداً وفتح على قلوبنا من أبواب رحمته فتحاً مبیناً[11]
 
6.Membantu dalam menyusun argumen (burhan) : Kasyaf dan syuhud membantu dalam penentuan limit tengah dalam argumentasi.
 
7.Penentuan proposisi filosofis : Yakni, proposisi-proposisi filsafat dapat dibuktikan dengan dalil dan argumen serta di dukung oleh kasyaf dan syuhud.
 
8.Pemeriksaan kembali dalil-dalil : Antara filsafat dan kasyaf serta syuhud terjadi saling mengisi atau saling menggantikan di mana apabila kasyaf dan syuhud berlawanan dengan inferensi rasional, maka akan di lakukan evaluasi dan pemeriksaan ulang terhadap dalil-dalil.
 
9.Memberi kedalaman pada ilmu filsafat : Yakni, kasyaf dan syuhud menyebabkan ilmu yakin (‘ilm al-yaqin) kita menjadi keyakinan objektif (‘ain al-yaqin).
 
Catatan :
[1]. Ibnu Sina, al-Isyarat wa al-Tanbihat, al-Namath al-‘Asyir : fii Asrar al-Ayat, hlm.151
 
[2]. Irfan wa Hikmat Muta’aliyah, Ayatullah Hasan Zadeh Amuli, hlm.12
 
[3]. Bihar al-Anwar, jld.72, hlm.59
 
[4]. Syahabuddin Yahya Suhrawardi, Majmue Mushannafat, jld.3, hlm.259
 
[5]. Syahabuddin Yahya Suhrawardi, Majmue Mushannafat, jld.2, hlm.232
 
[6]. Jilid keenam Asfar, hlm.336
 
[7]. Al-Isra’ : 44
 
[8]. Bihar al-Anwar, jld.72, hlm.59
 
[9]. Al-Maidah : 73
 
[10]. Al-Mujadalah : 7
 
[11]. Asfar, jld.1, hlm.8

0
0% (نفر 0)
 
نظر شما در مورد این مطلب ؟
 
امتیاز شما به این مطلب ؟
اشتراک گذاری در شبکه های اجتماعی:

latest article


 
user comment