Indonesian
Thursday 18th of April 2024
0
نفر 0

Musibah dan Kesulitan, Bukti Cinta Allah Swt.

Musibah dan Kesulitan, Bukti Cinta Allah Swt.



Semua manusia pasti pernah dan akan mendapatkan

musibah. Di dunia yang merupakan tempat ujian ini,

mestilah ada banyak permasalahan yang membuat manusia

merasa lemah dan putus asa. Meninggalnya orang yang

dicintai, hilangnya harta yang telah dikumpulkan

dengan susah payah dan berbagai musibah lain terkadang

membuat manusia hilang asa dan segera merasa bahwa

Tuhan tidak adil. Mengapa Tuhan yang Maha Segala-

galanya itu mau menguji hamba kecilNya? Bukankah lebih

baik jika Tuhan menciptakan kehidupan yang ‘enak-enak

saja’? Benarkah musibah dan kesulitan itu merupakan

sesuatu yang buruk? Bisakah manusia tumbuh dan

berkembang tanpa adanya usaha dan kesabaran dalam

menghadapi kerasnya hidup?

Ayatullah Murtadha Muthahhari dalam salah satu

ceramahnya berkata, “Salah satu wanita Islam yang

menjadi kebanggaan dunia adalah Zainab al-Kubra as.

Sejarah memperlihatkan bahwa berbagai kejadian

berdarah dan musibah yang tidak ada bandingannya yang

terjadi pada peristiwa Karbala, telah menjadikan

Zainab tak ubahnya seperti sepotong baja yang telah

ditempa. Zainab yang keluar dari Madinah tidak sama

dengan Zainab yang kembali dari Syam ke Madinah.

Zainab yang kembali dari Syam adalah Zainab yang lebih

berkembang dan telah kokoh. Bahkan, sikap yang

ditunjukkan Zainab pada peristiwa ketika dia menjadi

tawanan berbeda dengan sikap yang diperlihatkannya

pada hari-hari Karbala, di mana pada saat itu

saudaranya (Imam Husain as.) masih hidup dan tanggung

jawab belum diletakkan di atas pundaknya.[i]”

Dalam pembicaraan di atas, Syahid Murtadha Muthahhari

ingin menjelaskan bahwa musibah dan kesulitan

merupakan pendongkrak kekuatan tersembunyi kita, serta

penyuci jiwa dan akhlak kita. Imam Ali as. berkata,

“Sesungguhnya, manakala Allah mencintai seorang hamba,

niscaya Allah akan menenggelamkan hamba tersebut ke

dalam berbagai musibah dan kesulitan.”[ii]

Ujian dan cobaan sebenarnya merupakan anugerah yang

harus dilewati dengan baik. Pertanyaannya, mengapa

Allah membuktikan cintaNya dengan cara menenggelamkan

seorang hamba ke dalam lautan musibah dan kesulitan?

Dengan kata lain, apa efek dan pengaruh dari musibah

dan kesulitan? Pertanyaan ini akan terjawab ketika

kita mengetahui filsafat musibah dan kesulitan.

Filsafat Musibah dan Kesulitan

Pengaruh dari musibah dan kesulitan bukan hanya

menjelaskan substansi jiwa manusia. Artinya, musibah

tidak hanya menampakkan dan menjelaskan hakikat jiwa

kita yang sebenarnya. Kesulitan bukanlah ‘timbangan’

yang hanya memberi tahu seberapa berat dan berisi jiwa

kita. Lebih dari itu, musibah dan kesulitan mempunyai

pengaruh menyempurnakan, mengganti, dan mengubah.

Musibah dan kesulitan mampu membuat jiwa kita lebih

peka, menciptakan kedewasaan serta menghilangkan

kelemahan. Musibah dan kesulitan mampu menghilangkan

karat dalam hati kita. Keduanya dapat membuat sesuatu

yang lemah menjadi kuat, yang rendah menjadi tinggi

dan yang mentah menjadi matang.

Ketika menggambarkan filsafat musibah dan kesulitan

yang bersifat konstruktif ini, Mawlawi Rumi memberi

contoh berikut:

“Ada seekor binatang yang bernama musang, yang justru

dengan luka pukulan kayu dia menjadi lebih gemuk

Hingga Anda memukulnya dengan kayu, maka dia menjadi

lebih gemuk dari luka pukulan kayu itu

Jiwa seorang mukmin pun tidak ubahnya seperti musang

dalam keyakinan, yang mana dengan berbagai kesulitan

justru menjadi lebih gemuk dan kuat.

Oleh karena itu, kesulitan yang menimpa para nabi jauh

lebih banyak daripada kesulitan yang menimpa seluruh

makhluk yang ada di alam ini

Supaya dengan begitu jiwa mereka lebih besar dan kuat

dibandingkan jiwa-jiwa yang lain.”

Alhasil, filsafat dari musibah dan kesulitan bukan

hanya mengukur berat dan derajat sesuatu, namun juga

menambah berat dan meninggikan derajat sesuatu. Oleh

karena itu, ketika Allah mencintai seorang hamba, Dia

akan menenggelamkan hamba tersebut dalam lautan

musibah dan kesulitan. Agar hamba itu menjadi lebih

kuat. Bahwa dirinya jauh lebih kuat dari yang dia

sendiri kira. Dengan musibah, manusia akan lebih

mengenal diri sendiri. Kemudian dia akan menemukan

kekuatan baru yang sebelumnya tersimpan di dalam

dirinya. Setelah ditempa musibah, kekuatan itu mewujud

menjadi nyata. Betapa indah Allah ciptakan hidup ini!

Inilah yang menyebabkan mengapa Sayyidah Zainab binti

Ali as yang keluar dari Madinah berbeda dengan

Sayyidah Zainab yang kembali dari Syam menuju Madinah.

Sayyidah Zainab ketika keluar dari Madinah belum

ditempa dengan kesulitan dan musibah seperti yang

dirasakannya di Karbala. Setelah Sayyidah Zainab

melihat dengan mata kepala sendiri perlakuan kejam

umat islam terhadap keluarganya, hati dan jiwa mulai

ditempa. Puncaknya, beliau diarak dalam keadaan

dirantai dan kehausan menuju Syam. Setelah fisik dan

jiwa Sayyidah Zainab ditenggelamkan oleh Allah dalam

musibah dan kesulitan, beliau telah berubah menjadi

wanita yang lebih kuat, lebih tegar, dan lebih mulia.

Sejarah membuktikan bahwa ceramah-ceramah Sayyidah

Zainab mampu membuat kalang kabut Yazid yang terkenal

masa bodoh itu, mampu membungkan lidah-lidah tajam

ulama bayaran bani Umayyah, serta mampu menyadarkan

umat islam atas apa yang sebenarnya terjadi di

Karbala.

CATATAN :

[i] Ceramah Ceramah Seputar Persoalan Penting Agama

dan Kehidupan, hal. 210, Murtadha Muthahhari, penerbit

Lentera.)

[ii] Nahjul Balaghah, hikmah ke-9

0
0% (نفر 0)
 
نظر شما در مورد این مطلب ؟
 
امتیاز شما به این مطلب ؟
اشتراک گذاری در شبکه های اجتماعی:

latest article

Mengapa Abdul Mutthalib memberikan nama anaknya dengan nama Abdul Uzza?
Apakah makna ibdâ’? Apakah ibdâ’ itu merupakan salah satu sifat Tuhan?
Dosa-dosa Besar dan Dosa-dosa Kecil (4) Wilayah dan Ketaatan
Tafsiran Tauhid Filosofis dan Irfani dalam Surah Tauhid
Ayatullah Behjat Berbicara tentang Imam Mahdi
Meski Zaid bin Ali as-Sajjad adalah dari Ahlulbait, tetapi mengapa ia mengakui ...
Rahasia Peletakan Kata dalam Al-Qur’an
Apakah proses kesaksian Khuzaimah terkait dengan ayat terakhir surah al-Taubah itu benar ...
Sombong: Penghalang Terbesar Iman
Nikmat Berlimpah

 
user comment