Indonesian
Friday 29th of March 2024
0
نفر 0

Peran Puasa Dalam Tazkiyah Nafs (9/Selesai)

Peran Puasa Dalam Tazkiyah Nafs (9/Selesai)

Imam Ali Zainal Abidin al-Sajjad as dalam Doa Wada’ (perpisahan dengan bulan suci Ramadhan) mula-mula menyebutkan berbagai anugerah nikmat Allah SWT lalu berucap kepadaNya kurang lebih;

“Ya Allah, berbagai kenikmatan telah Engkau berikan kepada kami, satu di antaranya yang terbesar ialah kenikmatan bulan suci Ramadhan, dan satu di antara keutamaan yang terbesar ialah puasa yang telah Engkau tetapkan di bulan ini. Dan tiada saat yang lebih agung daripada saat bulan Ramadhan.

“Terlepas dari keberadaan Lailatul Qadar di dalamnya, bulan ini merupakan bulan di mana Engkau menurunkan kitab suci al-Quran sehingga sedemikian besar anugerah yang tercurah di bulan ini. Jika seseorang bersama al-Quran maka dia akan terbang bersamanya, dan dengan ini pula Engkau memberi anugerah kepada umat Islam, sebab umat-umat lain tidaklah berpuasa di bulan Ramadhan sehingga ini menjadi kenikmatan yang Engkau khususkan untuk umat Islam. ”[1]

Doa atau salam perpisahan dengan Ramadhan adalah doa bagi orang yang merasa bahagia di bulan suci ini karena jika tidak demikian maka salam dan ekspresi sedih atas perpisahan menjadi tidak bermakna. Ini sama halnya dengan orang yang akan berpisah lama dengan sahabat atau kekasih yang dicintainya. Keindahan di saat-saat bersama kekasih membuatnya berat dan seakan tak percaya akan berpisah.

Imam al-Sajjad as memanjatkan doa itu dengan jiwa yang remuk redam. Beliau berucap: “Bulan Ramadhan telah bersama kami sehingga patut disyukuri karena ia datang membawa rahmat, menjadi kawan yang baik bagi kami, dan dalam bercengkrama dengannya kami telah meraih berbagai keutamaan dan nikmat. Ia adalah kawan yang menghadirkan rahmat, ampunan dan berkah…. Kemudian ia pergi meninggalkan kami dan membiarkan kami seorang diri di sepanjang waktu, dan kini kami menyampaikan salam perpisahan dengannya.”

Rasulullah saw dalam Khutbah Syakbaniyyah untuk menyambut tibanya bulan suci Ramadhan bersabda; “Telah datang kepada kalian bulan Allah dengan membawa berkah, rahmat dan ampunan.”

Syeikh Muhammad Hasan al-Najafi, penulis Jawahir al-Kalam, menyebutkan, “Mengenai keutamaan puasa cukuplah kiranya bahwa manusia menjadi mirip dengan malaikat dari segi bahwa dia telah meninggalkan banyak perbuatan. Dia menjadi lebih mirip dengan malaikat ketika dia bebas dari beban memikirkan urusan perut.” [2]

Beliau kemudian menganjurkan, “Setelah Idul Fitri, berpuasalah enam hari sejak awal-awal bulan Syawal sebagai pengantar perpisahan. Seseorang ketika akan berpisah dengan sahabat tercintanya maka akan mengantarnya beberapa langkah. Imam al-Sajjadpun berucap, ‘Setelah ia pergi kami menjadi tercekam rasa takut, karena kehilangan sahabat tercinta dan penuh berkah.’ Inilah sebab mengapa di akhir bulan suci Ramadhan para wali Allah merasa berada di pengasingan.”

Imam Jakfar al-Shadiq as juga mengungkapkan rasa sedihnya kepada Allah SWT dalam perpisahan dengan bulan suci. Beliau berucap; ‘Ya Allah, Engkau dalam kitab suciMu telah berfirman bahwa di bulan Ramadhan Engkau telah menurunkan al-Quran yang merupakan sumber petunjuk dan keberuntungan bagi manusia serta pegangan untuk mengetahui yang benar di antara yang batil. Sekarang bulan Ramadhan segera berakhir, maka aku memohon kepadamu bahwa jika pada diriku masih terdapat dosa dan belum jua Engkau ampuni atau Engkau akan mengazabku atas dosa ini maka hingga terbit fajar malam (terakhir) bulan suci ini ampunilah dosa-dosaku, dan maafkanlah kekuranganku, wahai Tuhan Yang Maha Penyayang di antara semua penyayang.”[3]

Sebagai penutup, mari kita simak satu hadis Nabi SAW di mana sabahat mulia beliau Jabir bin Abdullah al-Ansari ra meriwayatkan: Pada hari Jumat terahir (bulan Ramadhan) aku menghadap Rasulullah saw. Ketika memandangku beliau bersabda;

اللهمَّ لا تجعله آخر العهد من صيامنا إيَّاه، فإن جعلته فاجعلني مرحومًا ولا تجعلني محرومًا.

“Ya Allah, janganlah Engkau jadikan bulan Ramadhan ini sebagai saat terakhir puasa kami di dalamnya. Jika Engkau jadikan demikian maka jadikanlah aku orang yang disayangi dan jangan jadikan aku sebagai orang yang diabaikan.”

Beliau melanjutkan;

فإنَّه من قال ذلك ظفر بإحدى الحُسنيين، إمَّا ببلوغ شهر رمضان، وإمَّا بغفران الله ورحمته.

“Barangsiapa berkata demikian maka dia akan mendapat satu di antara dua kebaikan; mencapai bulan Ramadhan, atau diampuni dan dikasihi oleh Allah.”[4]

(Selesai)

 

CATATAN :

[1] Al-Shahihfah al-Sajjadiyyah, Doa 45.

[2] Jawahir al-Kalam, jilid 16, hal. 181.

[3] Man La Yahdhuruhu al-Faqih, jilid 2, hal. 164.

[4] Bihar al-Anwar, jilid 98, hal. 172.

0
0% (نفر 0)
 
نظر شما در مورد این مطلب ؟
 
امتیاز شما به این مطلب ؟
اشتراک گذاری در شبکه های اجتماعی:

latest article

Imam Husain As dalam Pandangan Ahlusunnah
Sifat Jamal dan Jalal Ilahi
Bagaimana mukjizat itu dapat didefinisikan dan dibuktikan?
Salafi Wahabi Adalah Benalu Bagi Jama’ah Kaum Muslimin
Kisah Sayyidina Ali ra dan 3 Orang Yahudi Tentang Ashabul Kahfi
Kisah Ashabul Kahfi dan sains
Tafsir Al-Quran, Surat Al-Isra Ayat 7-10
Puasa Ramadhan dalam tradisi Islam Syiah (bag satu)
Ciri-Ciri Dikuasai Hawa Nafsu
Larangan Allah Mendekati Perbuatan Keji

 
user comment