Deutsch
Sunday 5th of May 2024
0
نفر 0

Begeht Imam Mahdi (a.dsch) niemals einen Fehler oder Irrtum?

Begeht Imam Mahdi (a.dsch) niemals einen Fehler oder Irrtum? Eine kurze Grund einer solchen Vorstellung bzw. Frage kann dreierlei sein: Zum einen, dass zwischen den Imamen (as) Unterschiede gemacht werden; zum anderen, er war noch ein Kind, als ihm das Imaamat auferlegt wurde; drittens seine extrem lange Lebensdauer.
Begeht Imam Mahdi (a.dsch) niemals einen Fehler oder Irrtum?

Apakah Imam Mahdi Ajf juga maksum, sehingga terhindar dari melakukan dosa dan kesalahan?
Jawaban Global

Sumber anggapan ini boleh jadi bertitik-tolak dari tiga perkara: Pertama, adanya diskriminasi dan sikap membeda-bedakan di antara para Imam Maksum As. Kedua, usia beliau yang masih belia namun telah menduduki posisi imamah; Ketiga, usianya yang panjang. Apabila perkara pertama yang menjadi penyebab mengemukanya pertanyaan ini maka harus dikatakan bahwa seluruh dua belas Imam dalam perspektif Syiah adalah semuanya merupakan cahaya yang satu dan di antara mereka tidak terdapat perbedaan dari sudut pandang syarat-syarat menduduki posisi imamah. Karena itu titik-tolak seluruh imam adalah sulbi-sulbi dan rahim-rahim suci mereka. Semenjak usia belia hingga wafatnya, sulbi-sulibi dan rahim-rahim mereka adalah suci (mutahhar) dan terjaga dari segala macam kesalahan, kelupaan dan kelalaian.

Apabila sumber pertanyaan berasal dari perkara kedua maka harus diperhatikan bahwa usia kecil Imam Mahdi tidak sama dengan usia kecil manusia lainnya. Dan semenjak masa kecil beliau telah berada dalam penjagaan Ilahi. Hal ini membuatnya semenjak masa kecil hingga masa dewasa (baligh) terjaga dari segala jenis kelalaian, kelupaan dan maksiat. Usia tua, jasmani, pikiran dan mental yang renta karena panjang umur tidak akan menimpanya, dimana karena kelemahan dan ketuaan sehingga beliau dapat lalai, lupa dan bermaksiat. Dengan demikian, asumsi dosa dan lupa baginya merupakan asumsi yang keliru dan hingga kini tidak ada satu pun laporan tentang masalah ini! Karena itu para Imam Maksum tidak semestinya dibandingkan sebagaimana manusia lainnya dan hukum-hukum lainnya tidak dapat dikenakan kepadanya.

Jawaban Detil

Berbeda dengan agama dan mazhab dalam Islam lainnya, mazhab Syiah meyakini kemaksuman (ishmah) para nabi As selama hidup mereka semenjak masa kecil hingga wafatnya demikian juga para Imam Maksum pada seluruh dimensi hidup mereka.

Yang dimaksud dengan kemaksuman (ishmah) adalah kepemilikan yang merupakan anugerah Tuhan yang bertitik tolak dari ilmu gaib, penyaksian (syuhud) gaib, kehendak kuat yang menjadi penyebab para maksum terjaga dari segala jenis kesalahan, kelupaan dan perbuatan dosa pada seluruh tingkatan pemahaman, penyampaian dan pelaksanaan wahyu, baik diterima secara langsung seperti para nabi atau tidak langsung seperti para Imam Maksum As.

Hal ini diberlakukan supaya petunjuk Ilahi dapat dipersembahkan kepada manusia dan dijalankan dalam kehidupan mereka sehingga mereka semuanya memiliki potensi untuk menanjak mendaki puncak kemanusiaan tanpa adanya intervensi dan campur tangan orang yang menyampaikannya. Tujuan ini dapat terlaksana hanya dengan adanya kemaksuman (ishmah) yang berlaku pada seluruh kehidupan mereka. Kalau tidak demikian maka hal ini akan menciderai dimensi wilayah dan hidayah para nabi atau imam sehingga kedudukan mereka jatuh di hati-hati manusia. Wahyu murni tidak akan sampai kepada manusia atau dijelaskan dan ditafsirkan dengan keliru serta petunjuk yang dihasilkan dari wahyu tersebut tidak akan tercapai.

Imam Mahdi Ajf yang telah ditetapkan keimamahannya melalui ragam metode juga tidak terkecuali dari kaidah ini. Karena itu keimamahan beliau meniscayakan kemaksuman beliau pada seluruh dimensi hidupnya semenjak lahirnya hingga akhir usianya. Sehingga tidak lagi tersisa asumsi akan terjadinya kesalahan dan kekeliruan dalam pikiran dan perbuatan beliau.

Bukan hal yang mudah untuk memahami kedudukan dan derajat Imam Mahdi Ajf secara umum dan kemaksuman serta ilmu beliau secara khusus. Karena itu, kita harus mengakui kelemahan kita dan menghindar untuk membanding-bandingkan beliau dengan manusia biasa lainnya. Imam Ali As bersabda: "Sesungguhnya urusan kami sulit dan rumit. Tak ada orang yang dapat memikulnya kecuali orang beriman (kepada yang gaib) yang hatinya telah diuji Allah dengan keimanan. Tradisi kita tak akan terpelihara kecuali oleh hati yang terpercaya dan (manusia) yang berpengertian yang kokoh."[1]

Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib As demikian juga bersabda, "Tak seorang pun di antara umat Islam yang dapat dipandang sejajar dengan Keluarga Muhammad Saw. Orang yang mendapatkan kenikmatan dari mereka tak dapat dibandingkan dengan mereka (yang memberikan kenikmatan). Mereka adalah pondasi agama dan tiang iman."[2]

Berkenaan dengan hal ini, Imam Ridha As dalam sebuah hadits yang panjang bersabda, "Imamah memiliki kadar yang sangat tinggi, kedudukannya sangat besar, derajatnya sangat menjulang, makamnya sangat tinggi dan kedalamannya sangat subtil untuk dapat dicapai manusia dengan akalnya, atau dengan keindahan akal (mereka) dapat menemukan hakikatnya atau dengan pilihannya (mereka) mengangkat seorang imam. Apakah kalian menyangka bahwa imam dapat kalian temukan pada selain Ahlulbait Rasululah Saw? Dalam hal ini akal-akal manusia hilang, para ilmuannya menjadi bodoh dan para penyairnya bungkam, para sastrawannya bisu, para oratornya (lidahnya) kelu untuk dapat mendeskripsikan salah satu dari keutamaan dan derajat imam. Semuanya mengakui ketidakmampuannya."[3]

Asumsi terjadinya kesalahan, kelupaan dan maksiat yang dilakukan manusia pada baik masa kecilnya lantaran ia belum sampai pada tingkatan ilmu dan kehendak untuk maju sehingga karena kebodohan dan kelemahannya ia melakukan kesalahan. Atau karena dorongan syahwat dan kecenderungan hewani atas akal dan kehendaknya pada masa usia pertengahan. Atau lantaran dominasi kelemahan mental dan jasmani pada masa renta. Sementara Imam As terjaga (maksum) pada tiga tingkatan usia ini berkat pertolongan Ilahi sehingga beliau dapat menjalankan dengan baik tugasnya sebagai imam dan pemimpin umat. Beliau memiliki ilmu gaib dan kehendak Ilahi semenjak masa kecilnya hingga wafatnya.

Karena itu, permulaan masa imamah Imam Mahdi Ajf semenjak masa kecilnya (usia lima tahun) tidak berkonsekuensi pada adanya kesalahan sebelum mencapai masa dewasanya.[4] Pada masa dewasa juga hingga masa tua beliau senantiasa dalam penjagaan Tuhan dan memiliki ilmu yakin terhadap mabda (asal) dan ma'ad (tujuan) serta kehendak kuat. Oleh itu, dengan ikhtiarnya sendiri beliau tidak akan melakukan kesalahan dan maksiat baik yang disengaja atau tidak disengaja.

Lintasan usianya yang mencapai ribuan tahun juga tidak akan menjadi sebab lemah dan rentanya akal dan iman beliau; karena sebagaimana yang telah dijelaskan bahwa beliau tidak dapat dibandingkan dengan manusia biasa lainnya. Di samping itu, terdapat banyak hadis yang menunjukkan bahwa beliau tatkala muncul (zhuhur) (meski ditunda untuk seratus tahun ke depan) maka beliau (seolah) berusia empat puluh tahunan dan dalam bentuk seorang pemuda yang energik dan penuh semangat.[5]

Dalam kitab sirah dan sejarah atau perjumpaan sebagian orang dengannya pada masa ghaibah kubra juga tidak dilaporkan tentang adanya kesalahan yang dilakukan oleh beliau baik disengaja atau tidak disengaja sehingga kita harus menjawab dan menjelaskan kesalahan tersebut. Bahkan, dengan memperhatikan dari apa yang telah dijelaskan, laporan seperti ini juga mustahil dijumpai pada masa-masa mendatang.

Sebagai kelanjutannya, mari kita bersama membaca doa dari Imam Ridha "Dan Engkau telah memilihnya atas keghaiban-Mu, Engkau telah menjaganya dari segala dosa, Engkau telah menjauhkannya dari segala kekurangan, Engkau telah mensucikannya dari segala kotoran dan Engkau telah menyelamatkannya dari segala noda. Ya Allah, maka sesungguhnya aku bersaksi untuknya pada hari kiamat dan hari masuknya peristiwa besar, tiada yang melakukan dosa, tiada yang melakukan kesalahan, tiada yang terkena maksiat dan tiada yang menyia-nyiakan ketaatan kepada-Mu. Dan tiada yang melecehkan kehormatan-Mu, tiada yang akan mengganti kewajiban-Mu, tiada yang mengubah syari’at-Mu, dia adalah pemberi petunjuk, suci, taat, bersih, diridhai….[6] Sebagaimana secara umum kita memberikan kesaksian kepada seluruh Imam Maksum As setelah memberikan kesaksian atas tauhid dan kenabian Rasulullah Saw, "Dan Aku bersaksi bahwa Engkau telah memilih para imam pembimbing, pemandu, pemberi petunjuk, maksum, mulia, orang-orang yang dekat di sisi Allah, bertakwa, bertutur kata benar, terpilih, taat pada perintah Allah, penegak perintah-Nya, beramal sesuai dengan kehendak-Nya, bertutur kata benar terhadap kemuliaan-Nya. Allah telah memilih kalian untuk ilmu-Nya, dan ridha dan memilih kalian sebagai peyimpan rahasia. Menganugerahkan kekuasaan unggul bagi kalian, dan memuliakan kalian dengan petunjuk, dan ridha kepada kalian sebagai khalifah-Nya di muka bumi. Allah Swt menjaga kalian dari kesalahan-kesalahan, memelihara kalian dari pelbagai fitnah, mensucikan kalian dari segala nista, membersihkan kalian dari segala noda dan mensucikan kalian sesuci-sucinya[7]….

Tuhanku! Hanya Engkaulah yang melepaskan segala duka dan nestapa. Apabila orang yang terjepit menyeru-Mu maka Engkau akan penuhi seruannya dan menyelamatkan orang yang didera kesusahan. Maka singkirkanlah segala derita bagi wali-Mu sebagaimana Engkau mengangkatnya sebagai khalifah di muka bumi-Mu dan jangan Engkau jadikan kami sebagai musuh-musuh dan pembenci Ahlulbait Nabi As. Kami berlindung kepadamu dalam urusan ini. Selamatkanlah kami. Tuhan kami! Sampaikan shalawat kepada Muhammad dan keluarganya, dan jadikanlah kami sebagai orang-orang yang beruntung dan orang-orang yang dekat kepada-Mu di dunia dan akhirat. Amin Ya Rabbal Alamin…[]

 

Sumber Bacaan:

1.     Tuhaf al-Uqûl, Hurr bin Ali Harrani.

2.     Nahj al-Balâgha, Sayid Radhi.

3.     Muntakhâb al-Âtsâr, Luthfullah Shafi.

4.     Mafatih al-Jinân, Syaikh Abbas al-Qummi

5.     Wilâyat dar Irfân, Abul Fadhl Kiyasyamsyeki.

6.     Imâmat wa Rahbari, Muhammad Husain Mukhtari Mazandarani.


[1]. Nahjul Balâgha, khutbah 189.

[2]. Nahjul Balâgha, khutbah 2.

[3]. Ushûl al-Kâfi, jil. 2, bab Nadir Jami' fi Fadhl al-Imam wa Sifatihi. Dan juga Tuhaf al-Uqul, Sabda-sabda Imam Ridha As.

[4]. Silahkan lihat, pertanyaan 285 dan 1068.

[5]. Luthfullah Shafi, Muntakhab al-Atsar, hal. 351-352.

[6]. Mafâtih al-Jinân, doa untuk Imam Zaman.

[7]. Mafâtih al-Jinân, doa pada masa ghaibat untuk Imam Zaman


source : islamquest
0
0% (نفر 0)
 
نظر شما در مورد این مطلب ؟
 
امتیاز شما به این مطلب ؟
اشتراک گذاری در شبکه های اجتماعی:

latest article

Die Himmelfahrt des Propheten (ص)
Frage 39: Was sagt der Islam zur Masturbation?
Über die kleinen und großen Sünden im Islam
Frage : Einige Verhaltensweisen meiner Mutter führen zu Streit in ihrem Eheleben, was ...
Je religiöser, desto toleranter“
Sind Naturkatastrophen göttliche Strafen oder haben sie natürliche Ursachen?
Frage 37: Wie kann ein junger Mensch seine sinnliche Begierde unter Kontrolle halten und ...
Welche „Kafaareh“ ist für nicht eingehaltene Versprechen bzw. Vereinbarungen zu ...
Islamisches Revolutionsseminar in Äthiopien geplant
Munkar und Nakir

 
user comment