"Kakak nakal," jerit adik di tengah isak tangisnya.
"Adik juga nakal," protes kakak tak kalah keras membela diri.
Pusing dengan kondisi anak-anak yang seringkali bertengkar, bagaimana mengatasinya? Banyak cerita pertengkaran kakak-adik yang akhirnya membuat ketenangan di rumah terganggu. Kakak merasa tersaingi dan terabaikan dengan kehadiran adik yang dianggap telah merenggut perhatian dan kasih sayang orangtuanya. Perasaan inilah yang kemudian dituangkan dalam perilaku negatif demi menarik perhatian orangtua, mulai dari menjadi kakak yang nakal hingga memusuhi adiknya.
Pada hakekatnya, Allah menciptakan manusia lengkap dengan rasa kasih sayang. Dan atas fitrah-Nya ikatan kasih sayang itu akan menjadi lebih kuat dalam hubungan kakak-adik. Hanya saja, tanpa disadari orangtualah yang menciptakan jarak bagi mereka.
Berikan Keyakinan
Anak memerlukan pengakuan bahwa orangtua menyayanginya. Sebagaimana layaknya orang dewasa, mereka pun membutuhkan kata-kata 'sayang' untuk diucapkan, untuk dibuktikan dalam pelukan. Sebagai orangtua, adalah keliru jika beranggapan bahwa anak pasti percaya bahwa tidak ada orangtua yang tidak menyayangi anaknya. Ajarkanlah, ungkapkanlah bagaimana kasih sayang itu. Jangan sungkan untuk berkata disaat melakukan sesuatu bagi mereka, "ayah-ibu melakukan ini karena sayang kamu".
Ketika anak sudah yakin akan posisi istimewa dalam hati orangtua, tumbuhkan keyakinan selanjutnya bahwa adik atau kakaknya adalah orang-orang yang juga menyayanginya. Bahwa sebuah keluarga perlu saling mengasihi dan melindungi. Jika orangtua tidak ada, maka kakak dan adik itulah yang akan saling menjaga.
Jika adik masih dalam kandungan, tuntun hati kakak untuk memahami bahwa dengan adanya adik nanti berarti akan bertambah seorang lagi yang akan menyayanginya. Rangkul kepeduliannya dengan menempatkannya sebagai kakak yang akan mengayomi adiknya. Katakan padanya bahwa dengan mengasihi adik, membuat orangtua bahagia dan akan bertambah sayang padanya.
Jangan Membandingkan, Sejajarkan
Anak akan mulai merasa tersisih ketika ia dibandingkan dan ditempatkan dalam posisi "bukan juara" oleh orangtuanya. Tanpa sadar, kerapkali ucapan orangtua mengecilkan hati mereka, membuat mereka kesal akan kehadiran adik atau kakaknya karena merasa tersaingi. Jika sudah demikian, niat baik orangtua untuk memotivasi malah akan membuat mereka patah hati. Untuk mengantisipasi hal ini, orangtua sebaiknya lebih bijak dalam memilih kata yang akan diucapkan. Buatlah untaian kalimat positif yang menyatakan kesamaan, menekankan kepada apa yang orangtua harapkan. Misalnya, daripada mengatakan "Ayo belajar yang rajin, biar pintar seperti kakak", lebih baik jika "Adik dan kakak sama-sama belajar ya, ayah-ibu akan senang jika semua menjadi anak yang pintar". Atau contoh lain, daripada "Kenapa sih kakak susah jika dinasehati, tidak seperti adik yang penurut", akan lebih baik jika "Ayah-ibu nasehati karena sayang, karena ingin menyampaikan sesuatu untuk kebaikan, tidak hanya buat kamu, tapi juga buat anak-anak ayah-ibu lainnya."
Buat Tujuan Bersama
Ingatlah bahwa ikatan akan terbentuk jika ada tujuan yang sama. Untuk melatih kekompakan dan kerjasama kakak-adik, buatlah tantangan bagi mereka untuk melakukan sesuatu bersama dan tetapkan tujuan yang menyenangkan, misalnya hadiah mainan atau jalan-jalan. Sepakati hal ini bersama, jika perlu buat ‘toss' sebagai tanda persetujuan.
Buat tantangan selengkap mungkin dengan syarat-syaratnya agar anak mengerti betul apa yang harus dilakukan, misalnya saja, "Minggu depan, ayah-ibu akan mengajak kalian ke kebun binatang tapi dengan satu syarat bahwa dalam satu minggu ini kalian tidak boleh bertengkar atau berebut mainan, tidak boleh ada yang menangis atau marah. Semua akur, main dengan cara berbagi bersama."
Jika anak-anak masih terlalu kecil atau hal ini baru dilakukan pertama kali, maka di awal perjanjian orangtua boleh menyatakan keleluasaan dengan memberi 2 kali dispensasi misalnya. Jika lebih dari 2 kali syarat diingkari, maka hadiah akan tertunda untuk minggu selanjutnya. Atau jika perlu, hukuman bersama pun ditetapkan jika mereka gagal mencapai tujuannya.
Ajarkan Negosiasi dan Tanggung Jawab
Peran orangtua adalah sebagai pembimbing anak-anak dalam proses belajar mengenal benar atau salah, juga dalam memahami arti negosiasi untuk mencapai kesepakatan bersama yang memuaskan.
Sebagai contoh, misalnya saja anak-anak sering bertengkar berebut mainan. Berikan alternatif kepada mereka, mau bermain bersama atau main bergantian setiap 5 menit misalnya. Dengan aturan tambahan, ada hadiah bagi siapa yang mengalah bermain belakangan yaitu mendapat ekstra 2 menit lebih lama pada putaran pertama.
Contoh lain, ketika tiba-tiba kakak lewat dan merebut mainan adik hanya untuk menarik perhatian, membuat adik menjerit kesal dan menangis keras. Katakan kepada kakak untuk bertanggung jawab mendiamkan tangis adiknya.
Biarkan Mereka Mengatasinya
Dalam menjalani proses demi proses perbaikan hubungan kakak-adik ini, sebaiknya pendampingan orangtua tetaplah ada terutama pada tahap awalnya. Namun, bukan berarti orangtua harus selalu menjadi penengah atau hakim di antara keduanya. Jika kemudian mereka telah terbiasa dengan proses-proses sebelumnya, sekarang saatnya untuk memberikan kesempatan bagi mereka mengatasi sendiri masalahnya.
Orangtua harus berani berkata, "Jika kalian ada masalah yang sama seperti ini, kalian sendiri yang mengatasinya." Dengan ketegasan ini, anak akan belajar mempertimbangkan resiko dan konsekuensi sebelum menciptakan masalah.
Jika hubungan baik senantiasa terjaga, anak-anak akan tumbuh sebagai pribadi yang saling menyayangi, melindungi, dan bekerjasama dalam banyak hal. Tidak perlu risau jika terkadang masih ada selisih antara mereka, karena dengan kasih sayang dan pengertian yang telah tertanam, mereka akan mampu mengatasinya.
Pada saatnya nanti, mereka akan lebih banyak menghabiskan waktu dengan bercanda dan tertawa bersama, bermain dan belajar bersama atau bahkan memberikan kejutan bersama sebagai hadiah bagi orangtuanya.
Adalah kedamaian bagi orangtua ketika anak-anaknya mengenal kasih sayang dari rumah.[]
source : Kompasiana