Indonesian
Thursday 28th of November 2024
0
نفر 0

Mengapa Syaikh Kulaini Ra tidak memperlihatkan kitab al-Kâfi itu kepada Imam Zaman Ajf?

Mengapa Syaikh Kulaini Ra tidak memperlihatkan kitab al-Kâfi itu kepada Imam Zaman Ajf?

Terdapat dua pandangan di antara para ulama sehubungan dengan pertanyaan apakah Syaikh Kulaini memperlihatkan kitab al-Kâfi kepada Imam Zaman Ajf atau tidak:

Sebagian ulama berpendapat bahwa kitab al-Kâfi telah diperlihatkan kepada Imam Zaman Ajf dan Imam bersabda, "al-Kâfi kâfi lisyiatina" (Kitab al-Kâfi telah mencukupi bagi Syiah kami).[1]
Sebagian ulama lainnya berkata kitab al-Kâfi tidak diperlihatkan kepada Imam Zaman Ajf. Mereka berkata, alasan mengapa Syaikh Kulaini tidak memperlihatkan kitab al-Kâfi kepada Imam Zaman Ajf karena beliau memiliki beberapa jalan terkait dengan validitas hadis-hadis yang dimasukkan ke dalam kitabnya. Sebagai contoh misalnya:

Hadis-hadis Kafi dikumpulkan dari Ushûl Arba' Miah (Empat Ratus Kitab Asli) oleh para sahabat para Imam Maksum sesuai dengan perintah para Imam Maksum dan diperlihatkan kepada imam pada setiap zaman dan pada hakikatnya Syaikh Kulaini Ra menulis hadis-hadis tersebut bab per bab dan sekumpulannya dihimpun dalam kitab bernama al-Kafi. Mendiang Shâhib Ma'âlim (Hasan bin Zainuddin) berkata, "Kulaini Ra mengumpulkan hadis-hadis dalam kitabnya dari Ushul Arba'amiah dimana validitas hadis-hadis tersebut disepakati secara ijma."[2]
Hadis-hadis kitab al-Kâfi memiliki banyak indikasi dan dalil yang menunjukkan validitasnya. Hasan bin Zainuddin berkata, "Hadis-hadis kitab-kitab arba'ah (Al-Kâfi, al-Tahdzib, al-Ishtibshâr, Man La Yahdhuruh al-Faqih) sesuai dengan ucapan ulama disertai dengan indikasi-indikasi yang menunjukkan tiadanya perubahan pada hadis-hadis yang dinukil dari kitab-kitab orisinil."[3]
Kulaini pada pendahuluan kitab al-Kâfi menyebut hadis-hadis yang dinukil dalam kitabnya dengan ungkapan bil atsar al-shahihah yang menunjukkan bahwa beliau yakin terhadap validitas hadis-hadis tersebut.[4]
Kulaini mengumpulkan hadis-hadis ini sebagai jawaban atas orang yang berada dalam kebingungan dalam mencari hadis-hadis sahih[5] dimana jawaban ini menuntut supaya beliau hanya harus menulis riwayat-riwayat yang diyakini validitasnya dan keluarannya dari para Imam Maksum As kalau tidak demikian maka kebingungan mereka akan semakin bertambah yang tentu saja hal ini bertentangan dengan penjelasan ulama tentang kedudukan dan derajat Syaikh Kulaini; karena beliau adalah salah seorang yang dalam tuturan Syaikh Abbas Qummi, Syaikh besar dan patut dipercaya, Muhammad bin Ya'qub Kulaini tempat bernaung dan berlindung para fakih, ahli hadis dan mufti seluruh firkah dan mazhab Islam serta penyebar mazhab Syiah pada masa ghaibat Imam Keduabelas."[6]

Jelas bahwa tugas seseorang yang memangku jabatan sebagai marja para juris adalah mengeluarkan orang lain dari kondisi kebingungan bukan malah menambah kebingungan pada mereka. [iQuest]

 

 

[1]. Muhammad bin Ya'qub Kulaini, Penerjemah: Sayid Jawad Mustafawi, Ushûl al-Kâfi, jil. 1, Muqaddimah, hal. 7, Kitab Purusyi ‘Ilmiyah Islamiyah, Cetakan Pertama, Teheran. [Demikian juga tentangnya, silahkan lihat, Mamaqati, Tanqih al-Maqâl, 3/202; Muhammad Shadiq Bahr al-‘Ulum, Dalil al-Qadhâ al-Syar'i, 3/131; Husain Ali Mahfuzh, Muqaddamah, hal. 25; untuk melihat pandangan ulama Syiah silahkan lihat, Abu Ali Hairi, Muntahah al-Maqâl, hal. 298 yang menolak anggapan bahwa kitab tersebut telah diperlihatkan kepada Imam Zaman Ajf, meski secara implisit menyatakan bahwa kitab tersebut mendapat sokongan dari Imam Zaman Ajf. Namun demikian, Ali bin Thawus, seorang alim yang memiliki kecendrungan Akhbari, karena ditulis pada masa para deputi khusus Imam Zaman Ajf, kitab al-Kafi memiliki nilai standar tertentu dan meyakini bahwa hal-hal yang ditulis dalam kitab tersebut tentu telah diteliti dan ditimbang (oleh para deputi Imam Zaman Ajf). Silahkan lihat, Ibnu Thawus, Kasyf al-Mahajjah, hal. 220.

[2]. Ali Namazi Syahrudi, al-A'lâm al-Hâdiyah al-Rafî'ah fi I'tibâr al-Kutub al-Arba'ah al-Manî'ah, hal. 140, Muassasah Nasyr Islami, 1425 H.

[3]. Ibid, hal. 139.

[4]. Ibid.

[5]. Muhammad bin Ya'qub Kulaini, Penerjemah: Sayid Jawad Mustafawi, Ushûl al-Kâfi, jil. 1, Muqaddimah, hal. 5.

[6]. Ibid, hal. 8.

 

 


source : www.islamquest.net
0
0% (نفر 0)
 
نظر شما در مورد این مطلب ؟
 
امتیاز شما به این مطلب ؟
اشتراک گذاری در شبکه های اجتماعی:

latest article

Yang manakah yang dimaksud ayat-ayat sakhra dalam al-Qur'an?
Apakah Ja’dah memiliki anak dari Imam Hasan As?
Menjadi penghuni surga Ridhwan bagaimana bisa sejalan dengan syafaat Malaikat?
Apakah orang-orang Iran memeluk Islam berkat usaha Umar?
Apakah dan bagaimanakah burhân (tanda) Ilahi itu yang menjaga Nabi Yusuf dari perbuatan ...
Mengapa dalam al-Quran iman kepada malaikat disebutkan terlebih dahulu dari pada iman ...
Mengapa Tuhan tidak menggunakan mukjizat untuk mencegah terbunuhnya Imam Husain As?
Bagaimanakah epistemologi dalam pandangan Allamah Thabathabai? Menurut Allamah media ...
Apa yang dimaksud dengan pernyataan buta di akhirat?
Sekilas tentang Insan Kamil dalam Irfan

 
user comment