Pada khutbah 72 Nahj al-Balâghah disebutkan demikian, "Ketika Marwan ditawan pada Hari Jamal, ia meminta kepada Hasan dan Husain untuk membelanya di hadapan Amirul Mukminin Ali As. la pun dibebaskan. Pada waktu mereka berkata, "Ya Amirul Mukminin, ia ingin membaiat Anda," Imam Ali As berkata: Apakah ia tidak membaiat saya setelah pembunuhan Usman? Sekarang saya tidak memerlukan baiatnya, karena baiatnya adalah dengan tangan seorang Yahudi. Apabila ia membaiat saya dengan tangannya, ia akan melanggarnya dalam waktu singkat. Ya, ia akan mencari kekuasaan secepatnya seperti seekor anjing menjilat hidungnya, dan keempat putranya juga akan berkuasa. Umat Islam akan menghadapi hari-hari sulit karena ulahnya dan anak-anaknya." Dengan memperhatikan sabda Baginda Ali As, mengapa Imam Hasan dan Imam Husain As, meski ayah mereka tidak rela atas orang rendah ini, siap memediasi dan memberikan pembelaan terhadapnya?
Jawaban Global
Harap diperhatikan bahwa terdapat dua jenis riwayat dalam masalah ini: Riwayat jenis pertama menyokong adanya pembelaan Imam Hasan dan Imam Husain namun riwayat jenis kedua menyatakan bahwa Ibnu Abbaslah yang menjadi pembela sesungguhnya.[i] Apabila kita terima bahwa hal itu terjadi karena mediasi Imam Hasan dan Imam Husain As dan mengapa keduanya mau memediasi dan membela Marwan bin Hakam, kiranya kita harus memperhatikan beberapa poin penting sebagai berikut:
1. Karena kita tidak memiliki dokumen secara persis kondisi dan situasi yang berlaku pada masyarakat ketika itu dan kita tidak tahu mengapa kedua imam kita melakukan hal ini. Ada kemungkinan bahwa mediasi kedua imam kita ini dilakukan sebelum adanya pengumuman amnesti dari pihak Imam Ali As.
2. Meski Marwan bin Hakam[ii] termasuk aktor intelektual perang Jamal melawan Baginda Ali As, namun mengingat bahwa perang ini merupakan perang pertama yang meletus di kalangan sesama Muslim dan sebagian kaum Muslimin terkecoh dengan wajah-wajah para sahabat ternama dalam Islam. Bahkan wajah dan tampang asli mereka belum tersingkap bagi kaum Muslimin, atas dasar itu, setelah usainya perang, Baginda Ali As memberikan amnesti, tentu saja termasuk Marwan bin Hakam di dalamnya sebagai orang yang menerima amnesti ini. Mediasi Imam Hasan As dan Imam Husain As atau pada sebagian riwayat mediasi Ibnu Abbas untuk membuka kembali jalan baiat (ucapan sumpah setia) dan mengembalikan posisi Marwan sebagaimana sedia kala sebelum perang meletus. Imam Ali As dengan menyampaikan khutbah yang telah dikutip di atas ingin menyingkap kedok asli Marwan bagi masyarakat. Karena itu, pembelaan Imam Hasan dan Imam Husain bukan berseberangan dengan keinginan dan kerelaan ayahandanya. Di samping itu, Baginda Ali adalah manifestasi pengampunan dan pemaafan. Beliau mencari alasan yang tepat supaya orang-orang yang salah langkah dapat beliau maafkan. Dalam riwayat ini, sejatinya Imam Hasan dan Imam Husain As telah menjadi alasan yang tepat sehingga Baginda Ali As memaafkan dan memberikan ampunan kepada Marwan bin Hakam.
3. Kemungkinan lainnya adalah bahwa kedua imam ingin menjelaskan bahwa dengan perantara ini Marwan bin Hakam yang telah terdegradasi status sosialnya tidak termasuk bagian dari amnesti umum Baginda Ali sehingga memerlukan mediasi keduanya.
Bagaimana pun ketiga hal di atas ini hanyalah merupakan beberapa kemungkinan yang bisa diberikan. Kita tidak mengetahui dengan baik fakta yang sebenarnya terjadi pada masa tersebut. [IQuest]
[i]. Dalam kitab Bihâr al-Anwâr diriwayatkan, Ibnu Abbas diperkenalkan sebagai orang yang memediasi. Karena pada riwayat tersebut dinukil seseorang dari keluarga Muradi yang pada perang Jamal, setelah usainya perang dan Marwan menjadi tawanan, duduk di hadapan Amirul Mukminin Ali As kemudian Ibnu Abbas datang kepadanya dan memberikan mediasi bagi Marwan. Setelah itu Ibnu Abbas mengemukakan permintaan baiat Marwan kepada Baginda Ali As dan Baginda Ali As memberikan izin untuk baiat dan menerima mediasinya, ibid, hal. 221.
[ii]. Marwan bin Hakam setelah terbunuhnya Usman memberikan baiat kepada Baginda Ali As namun karena ia merupakan seorang pecinta dunia dan tidak mendapatkan kedudukan pada pemerintahan Baginda Ali As, ia meninggalkan baiatnya dan berada pada pasukan yang melawan Amirul Mukminin pada perang Jamal. Ia kemudian di tawan oleh pasukan Imam Ali As. Mirza Habibullah Hasyimi Khui, Minhâj al-Barâ'ah fi Syarh Nahj al-Balâgha, jil. 5, hal. 220, Maktabat al-Islamiyah, 1400 H.
Jawaban Detil
Pertanyaan ini tidak memiliki jawaban detil.
source : www.islamquest.net