tentang pertambahan (jumlah) anak yang dibahas bersama beberapa rekan, salah satu mengatakan tidak mungkin dengan kadaan ekonomi seperti ini. Saya menjawab, pemberi rezki adalah Tuhan, persoalan ini adalah satu pokok bahasan umum. Apakah memang demikian? Selain dari itu pada apa saja rezki dialtributkan?
Jawaban Global
Tidak diragukan lagi pemberi rezki pada kita semua dan seluruh makhluk adalah Allah Swt dan hal ini pun tidak punya hubungan dengan keadaan ekonomi, akan tetapi mengingat fakta bahwa Tuhan menciptakan seluruh makhluk dan demikian pula dengan rezki kita yang juga berdasar atas rangkaian sebab akibat (kausalitas), oleh itu bertambahnya rezki juga tergantung pada cara perencanaan program, usaha dan ketekunan setiap orang.
Adalah fakta bahwa secara natural, siapapun yang lebih banyak berusaha dan orang-orang yang berada di bawah asuhannya lebih minim, maka ia akan mendapatkan porsi yang lebih banyak dari kenikmatan-kenikmatan duniawi; namun kadang-kadang kita melihat orang-orang yang meskipun memiliki banyak anak, akan tetapi anugerah duniawinya kian hari juga kian melimpah dan tentu saja (perkara ini) pada sebagian dari kasus-kasus (lain) juga terlihat sebaliknya.
Karena itu, tidaklah demikian adanya bahwa dengan anak yang banyak akan meniscayakan bertambahnya rezki seseorang ataupun berkurang, tetapi persoalan ini selain dari usaha hingga batas maksimal juga berhubungan dengan tawakkal dan hubungan maknawi setiap manusia dengan Tuhannya serta begitu pula dengan takdir orang dalam rezki dan pendapatan.
Manusia dapat membatasi jumlah anaknya dengan alasan kemiskinan secara material, dan dengan tindakan ini, ia tidaklah (dianggap) melakukan perbuatan haram;
Mengingat ada jargon yang menyebutkan bahwa anak yang sedikit adalah salah satu di antara penyebab kesejahteraan hidup. [i] Akan tetapi berdasarkan penjelasan al-Quran, (seseorang) tidak punya hak (melakukan) aborsi dengan alasan khawatir (akan) kemiskinan. Hal yang menjadi penyebab kekhawatiran saat ini, adalah beberapa keluarga yang bahkan dengan (tingkat) kesejahteraan (di atas rata-rata) dan menengah yang mana kemampuan secara material adalah sempurna atau relatif mereka nikmati untuk memperbanyak populasi, juga menganggap hal tersebut (banyak anak) tidak bernilai.
Boleh jadi mereka mengganggap bahwa banyak anak mengindikasikan suatu hal yang tidak beradab, yaitu dengan mengeluarkan banyak anggaran pada persoalan-persoalan yang tidak penting. Tetapi mereka menganggap anggaran pendidikan anak adalah beban berat baginya, pemikiran salah ini harus dikoreksi. Jika tidak, kiranya tidak perlu orang-orang yang tidak mampu dalam pemenuhan anggaran –minimal kebutuhan-kebutuhan orang-orang yang berada dibawah tanggungannya– butuh pada penambahan menambah anak baru. [iQuest]
[i]. Abdullah Bin Ja’far Himyari Qummi, Qurb al-Isnâd, hal. 55, Kitabkhane Nainawa, Tehran.
«قلة العیال إحدی الیسارین»
source : islamquest