Pada dahulu kala, hidup seorang yang terkenal sangat kikir. Meski ia memiliki kekayaan yang cukup banyak, namun ia rela hidup dengan penuh kesusahan layaknya fakir miskin. Setiap harinya, yang ada dalam benak lelaki pelit itu adalah bagaimana caranya ia dapat terus menambah kepingan logam uangnya dan menyimpannya. Alasannya untuk tidak membelanjakan uang dan kekayaannya itu adalah agar tidak jatuh miskin sehingga ia terpaksa mengulurkan tangan kepada orang lain.
Istri dan anak-anaknya pun telah berulangkali memintanya untuk sedikit lebih memperhatikan kenyamanan dan kesejahteraan keluarganya. Namun Ielaki tersebut seolah-olah tidak pernah mendengar permintaan tersebut. Siang dan malam ia hanya sibuk menimbun kekayaannya.
Dikisahkan pada satu malam, putra sulung lelaki kikir itu melihat ayahnya sedang berjalan perlahan-lahan keluar rumah. Rasa ingin tahu sang anak sedemikian besar hingga memaksanya mengikuti ayahnya. Lelaki itu berjalan perlahan menuju sebuah gubuk yang telah rusak di belakang rumahnya. Ia berhenti dan sejenak mengamati kondisi sekitarnya. Setelah ia yakin tidak ada orang yang mengikuti atau melihatnya, lelaki itu mengambil sebuah kayu dan mulai menggali tanah.
Setelah beberapa saat menggali, lelaki kikir itu mengelurkan sebuah pot. Kemudian ia meletakkan beberapa keping uang dan memendam kembali pot tersebut. Melihat hal itu, sang anak dalam hati berkata, "Kikir sekali dia." Menyembunyikan uang-uangnya dalam pot sehingga ia dapat berkata kepada kita semua bahwa ia tidak memiliki uang. Kasihan sekali ibuku, yang harus menahan lapar setiap hari. Aku akan beri pelajaran kepadanya agar tidak hanya memikirkan menimbun kekayaan saja."
Sebelum ayahnya menyelesaikan pekerjaannya, sang anak dengan cepat kembali ke rumah dan berpura-pura tidur. Tak lama kemudian, ayahnya masuk rumah menuju kamarnya dan tidur.
Ketika lelaki itu sudah tertidur pulas, putra sulungnya itu bangun dari tempat tidurnya dan keluar menuju gubuk rusak di belakang rumah. Ia menggali tanah dan mengeluarkan pot yang dipendam ayahnya. Setelah itu sang anak menutup kembali galian itu seperti semula.
Keesokan harinya, sang anak bersenang-senang dengan kepingan emas dan perak milik ayahnya itu. Ia tidak lupa membelikan perabotan rumah termasuk karpet dan lain-lain. Bahkan ia membelikan baju baru untuk semua anggota keluarga.
Karena ia tahu ayahnya akan segera mengetahui uang simpanannya hilang, maka sang anak berencana membelanjakan semua uangnya itu hanya dalam beberapa hari. Mulai hari itu, semua anggota keluarga menyantap makanan lezat. Ibu dan adik-adiknya pun merasa sangat bahagia. Adapun sang ayah yang beranggapan bahwa anaknya telah mendapat pekerjaan baru, merasa senang sekali dengan perubahan mendadak di rumahnya itu. Setelah beberapa hari uang simpanan sang ayah telah ludes.
Beberapa malam kemudian, seperti biasa sang ayah keluar rumah untuk menyimpan kepingan emas dan peraknya dalam pot. Namun dengan mata terbelalak dan mulut menganga, lelaki kikir itu terkejut dengan apa yang dilihatnya. Ia bahkan tidak dapat berteriak atau mengeluh.
Lelaki itu lunglai kembali ke rumah. Sampai di rumah ia melihat anaknya sudah duduk di kursi seolah ia sengaja menanti ayahnya. Setelah diam sejenak, sang ayah menyadari apa yang sebenarnya terjadi, karena dalam beberapa hari terakhir di rumahnya terjadi perubahan besar.
Lelaki kikir itu pun mulai berteriak dan memarahi putra sulungnya itu. Sang anak hanya diam tenang mendengarkan teriakan ayahnya. Namun teriakan lelaki itu sudah tidak ada gunanya lagi karena uangnya sudah habis terbelanjakan. Setelah selesai, sang anak bertanya kepada ayahnya.
"Pak, mengapa kamu menyusahkan diri sendiri? Apakah tidak merasa nyaman dalam beberapa hari terakhir ketika aku membelanjakan uangmu? Apakah makanan yang kita santap bersama tidak lezat?"
Sang anak itu melanjutkan ucapannya, "Selama ini kita tidak pernah makan masakan selezat itu. Mengapa bapak menyusahkan diri dan bekerja keras? Ketika bapak punya uang lalu mengapa bapak sendiri dan keluarga harus hidup susah? Aku telah mengganti uang-uang itu dengan batu. Anggaplah batu-batu itu adalah uang mu. Lalu apa bedanya batu-batu itu dengan uang yang bapak simpan jika bapak tidak ingin membelanjakannya. Kalau begitu tidak ada bedanya sama sekali."
Adapun sang ayah yang telah kehilangan semua tabungannya itu tidak terlalu memperhatikan ucapan putranya. Namun putranya itu belum selesai berbicara dan melanjutkan, "Pak, jika bapak tidak ingin membelanjakan uang itu dan hanya menyimpannya, bisa jadi bapak meninggal dan tidak punya kesempatan lagi untuk menikmatinya atau mengatakan tempat penyimpanannya kepada kami. Uang-uang itu akan tetap terpendam, bapak tidak bisa menggunakannya apalagi kami. Kalau pun bapak sempat memberitahukan tempatnya kepada kami dan setelah itu bapak meninggal, lalu apa gunanya uang itu untuk bapak?
"Kalau begitu pak, jangan seperti itu lagi, setiap hal ada ukurannya. Menabung dan membelanjakan, masing-masing punya ukuran." (IRIB)
source : irib.ir