Indonesian
Wednesday 17th of July 2024
0
نفر 0

Pelatuk Perubahan dari Mimbar

Keindahan pertemuan ujung dua segitiga geometris yang membentuk lengkungan mirip kubah itu tepat berpadu dengan kokohnya dua tiang yang berdiri tegak. Gapura Universitas Tehran ini dibiarkan natural, terbuka, tanpa pulasan warna, tanpa atap dan tedeng aling-aling. Bahkan, tanpa tulisan secuilpun. Gaba-gaba tanpa pintu ini adalah gerbang utama menuju aula shalat Jumat Tehran. Dari tempat inilah, revolusi Islam Iran mengukir kisahnya yang melengking keras ke segenap penjuru dunia. Gerbang univ
Pelatuk Perubahan dari Mimbar

Keindahan pertemuan ujung dua segitiga geometris yang membentuk lengkungan mirip kubah itu tepat berpadu dengan kokohnya dua tiang yang berdiri tegak. Gapura Universitas Tehran ini dibiarkan natural, terbuka, tanpa pulasan warna, tanpa atap dan tedeng aling-aling. Bahkan, tanpa tulisan secuilpun.
 


Gaba-gaba tanpa pintu ini adalah gerbang utama menuju aula shalat Jumat Tehran. Dari tempat inilah, revolusi Islam Iran mengukir kisahnya yang melengking keras ke segenap penjuru dunia. Gerbang universitas, aula dan mimbar Jumat menjadi saksi sejarah perlawanan yang terus menyala hingga kini.



Lebih dari tiga dekade silam, Ayatullah Taleghani meneriakan perlawanan menggulingkan Dinasti Shah Pahlevi, persis di mimbar Jumat ini, di aula yang sama dan masuk dari gapura yang sama pula. Seperti para pastor progresif yang berteriak lantang menentang imperialisme dan perbudakan di Amerika Latin. Para Mullah Iran dengan gigih mengobarkan spirit religius melawan penindasan rezim monarki. Para Akhon tidak hanya duduk manis belajar, mengajar maupun ceramah, tapi turun ke jalan bersama kelompok intelektual dan rakyat jelata.
 


Taleghani tidak sendirian. Ada ribuan ulama yang menyuarakan perlawanan menentang kezaliman penguasa. Muthahari, Behesti, Bahonar, Navvab Safavi dan deretan nama lainnya mengorbankan nyawa mereka untuk sebuah cita-cita mulia. Bebaskan bangsa dari belenggu tirani. Lebih baik mati mulia dari pada hidup terhina. Terkutuklah hidup terhina, haihat minna dzilat !
 


Perlawanan rakyat Iran yang dipimpin Imam Khomeini tidak hanya berhasil menggulingkan rezim diktator Reza Shah. Lebih dari itu, gerbong perlawanan rakyat Iran yang ditarik kaum klerik bersama intelektual ini mengibarkan bendera revolusi baru, yang kontras dengan revolusi lainnya di dunia. Sayup-sayup, keunikan revolusi Islam berkumandang lirih di Barat. Nikki R. Keddie dalam bukunya, Roots of Revolution: An Interpretive History of Modern Iran pernah mengungkapkan, revolusi Islam Iran lebih damai dibandingkan revolusi Perancis, Cina dan Rusia.
 


Revolusi Iran melahirkan Republik Islam yang dipilih secara demokratis melalui referendum.Tidak tanggung-tanggung, 98,2 persen rakyat Iran dengan sukarela memilih Republik Islam. Sebuah angka yang nyaris tiada bandingannya dalam penerapan demokrasi di negara manapun.
 


Dalam literatur tata negara, Republik Islam Iran juga menawarkan sintesis baru yang kokoh dari konsep Republik Plato, Madinah Fadhilah Farabi dan khazanah tradisi Islam Syiah. Dengan dukungan mayoritas rakyat, yang dibuktikan melalui penyelenggaraan pemilu selama lebih dari tiga dekade, sistem Wilayatul Faqih yang menjadi tonggak Repubk Islam tetap berdiri kokoh. Bahkan kian hari semakin mapan.
 


Ketika sistem demokrasi liberal Barat nyaris tidak memberikan kesempatan bagi capres alternatif di luar partai untuk memimpin negaranya. Demokrasi religius Iran, justru membuka peluang bagi calon alternatif, dari kelas manapun, untuk memimpin negara. Ironisnya, di Amerika Serikat, negara yang mengaku paling demokratis di dunia ini, hanya mengakui dua partai politik yang berkuasa, Partai Republik dan Demokrat. Siapa pun warga AS tidak bisa menjadi presiden tanpa menembus kanal dua partai ini.
 


Tidak hanya itu, demokrasi liberal acapkali sukses mengangkat selebriti menjadi pemimpin, seperti Arnold Schwarzenegger.Tapi, menjatuhkan cerdik pandai jadi pecundang.Tocqueville pernah berkata, demokrasi membawa musuh dalam keretanya sendiri.
 


Sebaliknya, demokrasi religius di Iran memungkinkan siapa saja warganya yang memenuhi syarat mendaftarkan diri sebagai capres. Sistem terbuka ini pula yang yang mengantarkan seorang mullah reformis karismatik seperti Khatami menjadi presiden. Juga, membawa seorang anak keluarga tukang besi ke kursi presiden.Tidak disangka-sangka, tanpa money politics dan tanpa publikasi gede-gedean, Ahmadinejad terpilih menjadi presiden Iran mengalahkan mullah politikus-konglomerat semacam Rafsanjani pada kompetisi pilpres 2005 silam. Sontak, majalah mingguan Jerman, Der Spiegel pernah berseloroh serius, Ahmadinejad, presiden modal dengkul.
 
Revolusi Islam Iran juga menghidupkan kembali ide teokrasi, setelah Machiavellian menguburnya hidup-hidup selama empat abad silam. Manifesto revolusi Islam memandang agama berperan vital di ranah politik. Setidaknya, Republik Islam, dalam tarap tertentu, berhasil mewujudkan mimpi Rousseau tentang komunitas yang konkret, homogen dan tidak terbawa hanyut arus global kapitalisme yang menggurita saat ini. Padahal di Barat sendiri, pemikiran filosof Geneva ini dianggap sekedar mimpi belaka. Alexander Hamilton, James Madison dan John Jay dalam Federalist Papers menyebut ide Rousseau tidak realistis.
 


Pasca runtuhnya kejayaan Uni Soviet, revolusi Islam Iran telah membuktikan dirinya menjadi ikon perlawanan baru menghadapi hegemoni adidaya global selama lebih dari tiga dekade.
 
Revolusi Islam tidak hanya berhasil mengubah sistem negara Iran dari monarki menjadi Republik Islam. Perlawanan masif rakyat juga berhasil memotong tangan dan kaki hegemoni adidaya global di negeri Persia itu. Beberapa bulan pasca kemenangan revolusi Islam, para mahasiswa menduduki kedutaan Besar AS di Tehran. Seruan tandas, tapi singkat seorang mullah telah menggerakan massa menduduki sebuah perwakilan negara yang mengklaim paling kuat di dunia ini. Pelatuk perubahan dari mimbar itu mampu meruntuhkan mitos kedigjayaan AS. Sekali lagi, gerbang universitas, aula dan mimbar Jumat menjadi saksi sejarah perlawanan yang terus menyala hingga kini.
 


Di usia tiga puluh satu tahun, revolusi Islam semakin dewasa, matang dan menemukan bentuk barunya. Belum lama ini, perlawanan itu membuncah lagi Jumat (16/4). Gerbang universitas, aula dan mimbar Jumat Tehran kembali menyaksikan pelatuk perubahan ditarik kaum mullah. Khatib Jumat Tehran dengan lantang menyatakan, "Negara-negara adidaya global tidak akan bisa menjegal kemajuan Iran. AS tidak mampu menghentikan program nuklir sipil Iran."
 
Sontak, jemaah berdiri bersemangat, sembari mengacungkan kepalan tangan menyambut seruan khatib. Hujatul Islam Kazem Sadeghi menandaskan, "Agama Islam mendorong manusia mencapai kemajuan setinggi-tingginya.Tapi, Islam melarang manusia menyakiti sesama dan alam semesta. Apalagi membunuhnya. Untuk itu, Islam melarang senjata nuklir."

 Tepat sehari setelah seruan perlawanan dari mimbar ini berkumandang, Tehran menjadi tuan rumah konferensi perlucutan senjata nuklir sedunia dengan tema ?Energi Nuklir Untuk Semua, Senjata Nuklir tidak Untuk Siapapun'. Konferensi ini berlangsung beberapa hari setelah AS menggelar pertemuan serupa di Washington. Pertemuan keamanan nuklir Washington merupakan cara lain Gedung Putih untuk menekan Iran agar menghentikan program nuklirnya.
 
Alih-alih patuh dan menyerah, Iran justru balik membalas tekanan ini dengan perlawanan baru. Iran akan menyeret AS ke PBB. Konferensi perlucutan senjata nuklir di Tehran mendesak Badan Energi Atom Internasional (IAEA) membentuk komisi pencari fakta, guna menyelidiki pelanggaran yang dilakukan negara pemilik senjata nuklir terhadap pasal 1 dan 2 traktat Non-Proliferasi Nuklir (NPT).
 


Tidak hanya itu, konferensi Tehran juga mendesak IAEA menyelidiki kongsi haram sejumlah negara yang mentransfer teknologi senjata nuklir kepada Rezim Zionis Israel. Terang saja, Washington kebakaran jenggot.
 


Bersama Prancis, AS membantu Israel memproduksi hulu ledak nuklir yang melebihi 200 buah. Setiap tahunnya, Gedung Putih mengucurkan milyaran dolar kepada anak emasnya ini. Dukungan membabi buta Washington kepada Tel Aviv semakin meningkatkan tensi permusuhan AS-Iran.
 


Kini, permusuhan Washington-Tehran ini kian memanas. Obama yang disebut-sebut sebagai presiden moderat ini justru menggiring opini publik dunia untuk meningkatkan eskalasi sanksi terhadap Iran. Bahkan, di Gedung Putih sempat mengemuka sanksi militer bagi Tehran. Pentagon berulang kali menggulirkan ide kontroversial, opsi militer adalah satu-satunya cara untuk menghentikan program nuklir Iran.
 


Tampaknya, Jimmy Carter harus dibangunkan dari kuburnya untuk mengingatkan pemerintahan Obama.Tiga dekade silam, ketika kedutaan AS di Tehran diduduki para mahasiswa, Presiden Jimmy Carter pernah sesumbar, "Tehran akan kita kuasai dalam hitungan jam." Sontak, Pentagon mengirimkan tim militer terbaiknya dari kapal induk yang diparkir di salah satu negara Arab.
 


Operasi militer yang diberi sandi Eagle Claw ini diangkut menggunakan hercules C-130, jenis pesawat tercanggih kala itu. Tapi, tim militer yang dibanggakan tersebut luluh lantak dihantam badai di Tabas, Iran Tengah. Sisanya, melarikan diri tunggang langgang. Carter pucat pasi.
 
Mengingat peristiwa itu, sepertinya Obama harus berpikir ulang untuk mendendangkan lagu Queen, ?We are the champions, my friend!' Sebab kini, mitos kedigjayaan Amerika itu mulai tumbang.
 


Barangkali, Obama harus lebih banyak mendengar pandangan para profesor di negaranya sendiri mengenai Iran. Keddie dalam bukunya, Modern Iran: Roots and Results of Revolution dengan jujur mengatakan, "Laju pembangunan ekonomi, perluasan industri, pertumbuhan kota, peningkatan pendidikan, perbaikan kesehatan dan meningkatnya emansipasi perempuan adalah deretan alasan bagi saya untuk positif melihat masa depan Iran."
 


Lebih dari tiga dekade, Amerika menekan Iran dari berbagai sektor. Gedung Putih mengucurkan milyaran dolar. Hasilnya, Iran justru semakin kuat. Iran kini, telah melesat jauh. Dari mimbar itu, pelatuk perubahan terus-menerus ditarik kencang. Faucault benar, revolusi Islam berhasil memporak-porandakan struktur modernisme. Separuh buktinya, kita saksikan saat ini! (IRIB)


source : irib
0
0% (نفر 0)
 
نظر شما در مورد این مطلب ؟
 
امتیاز شما به این مطلب ؟
اشتراک گذاری در شبکه های اجتماعی:

latest article

PBNU Gelar International Islamic Cultural Expo
Rakyat Iran Rayakan Keberhasilan Perundingan Nuklir
Orang Tak Dikenal Serang Dua Polisi di Mapolres Banyumas
Konflik di Irak Bukan Karena Pertikaian Sunni-Syiah
Subhanallah, Anak Usia Tiga Tahun Hafal Alquran
Hari Santri, Merayakan Sikap Jalan Tengah
Penulis Karikatur Asal Brasil Kritik PBB yang Bungkam atas Kekejaman ISIS
Pengakuan Mantan Islam Radikal Abdurrahman Ayyub
Ansarullah Hadang Serangan Pasukan Mansour Hadi ke Sanaa
Vonis Mati Sheikh Nimr dan Gelombang Kecaman terhadap Al Saud

 
user comment