Indonesian
Wednesday 17th of July 2024
0
نفر 0

Kasih Sayang Allah Dibalik Pemilihan Kalimat dalam Al-Qur’an

Semakin dalam mengarungi keluasan ilmu Al-Qur’an, kita akan semakin merasakan kasih sayang Allah yang begitu besar kepada hamba-Nya. Kali ini kita akan membuka kembali rahasia dibalik bentuk kalimat dalam Al-Qur’an
Kasih Sayang Allah Dibalik Pemilihan Kalimat dalam Al-Qur’an

emakin dalam mengarungi keluasan ilmu Al-Qur’an, kita

akan semakin merasakan kasih sayang Allah yang begitu

besar kepada hamba-Nya.

Kali ini kita akan membuka kembali rahasia dibalik

bentuk kalimat dalam Al-Qur’an.

Ketika membahas tentang adzab, Allah swt Berfirman,

وَمَا كُنَّا مُهْلِكِي الْقُرَى إِلَّا وَأَهْلُهَا ظَالِمُونَ

“Dan tidak pernah Kami Membinasakan (penduduk) negeri;

kecuali penduduknya melakukan kezaliman.” (QS.Al-

Qashas:59)

Sekilas ayat ini terlihat biasa saja, bahwa Allah akan

Membinasakan suatu negeri karena kedzaliman mereka.

Namun jika kita perhatikan, ayat ini menggunakan

bentuk Jumlah Ismiyah. Dan salah satu makna dari

penggunaan bentuk kalimat ini adalah “permanen” dan

“dilakukan terus menerus”.

Seakan ayat ini ingin menyampaikan bahwa Allah tidak

akan Membinasakan suatu negeri kecuali jika kedzaliman

telah mendarah daging dalam masyarakat itu.

Pada ayat lain Al-Qur’an juga menggunakan bentuk

kalimat ini. Seperti Firman-Nya,

فَأَخَذَهُمُ الطُّوفَانُ وَهُمْ ظَالِمُونَ

“Kemudian mereka dilanda banjir besar, sedangkan

mereka adalah orang-orang yang zalim.” (QS.Al-

Ankabut:14)

 

Berbeda dengan ayat yang menceritakan tentang

istighfar dan taubat. Ketika berbicara tentang hal

ini, Al-Qur’an Menggunakan Jumlah Fi’liyah yang

bermakna “dilakukan beberapa kali” (tidak terus

menerus). Seperti dalam Firman-Nya,

وَمَا كَانَ اللّهُ مُعَذِّبَهُمْ وَهُمْ يَسْتَغْفِرُونَ

“Dan tidaklah (pula) Allah akan menghukum mereka,

sedang mereka (masih) memohon ampunan.” (QS.Al-

Anfal:33)

Walaupun kata Istighfar dalam ayat ini menggunakan

Fi’il Mudhori’ (yang artinya senantiasa dilakukan)

namun bentuk kalimatnya menggunakan Jumlah Fi’liyah

(tidak menggunakan jumlah ismiyah yang artinya

permanen) yang menunjukkan bahwa Allah tidak akan

menghukum suatu kaum jika masih ada yang beristighfar

walaupun tidak terus menerus dilakukan.

Kesimpulan dari dua bentuk ayat ini adalah :

Ketika berbicara tentang adzab, Allah tidak akan

Menurunkannya kecuali kedzaliman telah menjadi

kebiasaan yang permanen dalam masyarakat itu.

Namun ketika berbicara tentang mencabut adzab, Allah

akan Menyingkirkan adzab itu dari kaum yang “masih”

beristighfar.

Bahkan dalam sebuah riwayat, pernah suatu hari Allah

Ingin Membinasakan satu desa karena kedzaliman mereka.

Lalu ada seorang anak kecil dari penduduk desa itu

yang membaca Alfatihah. Dan karena bacaan seorang anak

ini, adzab itu dicabut dari seluruh masyarakat desa

tersebut.

Kemudian dalam contoh ayat lainnya, ketika berbicara

tentang adzab, Al-Qur’an mengkhususkan untuk orang-

orang yang Dikehendaki Allah. Sementara ketika

berbicara tentang rahmat, Allah tidak membatasinya

kepada siapapun karena rahmat-Nya meliputi segala

sesuatu.

قَالَ عَذَابِي أُصِيبُ بِهِ مَنْ أَشَاء وَرَحْمَتِي وَسِعَتْ كُلَّ شَيْءٍ

(Allah) Berfirman, “Siksa-Ku akan Aku Timpakan kepada

siapa yang Aku Kehendaki dan rahmat-Ku meliputi segala

sesuatu.” (QS.Al-A’raf:156)

Betapa besar kecintaan Allah kepada hamba-hamba-Nya.

Semoga kita termasuk orang-orang yang mendapat

Keridhoan-Nya di Hari Pembalasan kelak.


source : alhassanain
0
0% (نفر 0)
 
نظر شما در مورد این مطلب ؟
 
امتیاز شما به این مطلب ؟
اشتراک گذاری در شبکه های اجتماعی:

latest article

Biografi Imam Muhammad bin Ali al Baqir As
Yazid dalam Timbangan Al-Qur'an dan As-Sunnah
Sembilan Langkah Menjadi Pemimpin Orang Beriman
Mengenang Sayyidah Zainab, Zain Abiha, Cucu Rasulullah Saw
Remaja, Masa Paling Berharga dan Menentukan
Misykat Walayat dalam Irfan
Kok… Shalat Saya Harus dalam Bahasa Arab?
Ziarah Arba’in Imam Husein (a.s)
Peringatan Asyura, 10 Muharram
Keridhaan Allah Selalu Lebih Besar

 
user comment