
Kasih Sayang Allah Dibalik Pemilihan Kalimat dalam Al-Qur’an

emakin dalam mengarungi keluasan ilmu Al-Qur’an, kita
akan semakin merasakan kasih sayang Allah yang begitu
besar kepada hamba-Nya.
Kali ini kita akan membuka kembali rahasia dibalik
bentuk kalimat dalam Al-Qur’an.
Ketika membahas tentang adzab, Allah swt Berfirman,
وَمَا كُنَّا مُهْلِكِي الْقُرَى إِلَّا وَأَهْلُهَا ظَالِمُونَ
“Dan tidak pernah Kami Membinasakan (penduduk) negeri;
kecuali penduduknya melakukan kezaliman.” (QS.Al-
Qashas:59)
Sekilas ayat ini terlihat biasa saja, bahwa Allah akan
Membinasakan suatu negeri karena kedzaliman mereka.
Namun jika kita perhatikan, ayat ini menggunakan
bentuk Jumlah Ismiyah. Dan salah satu makna dari
penggunaan bentuk kalimat ini adalah “permanen” dan
“dilakukan terus menerus”.
Seakan ayat ini ingin menyampaikan bahwa Allah tidak
akan Membinasakan suatu negeri kecuali jika kedzaliman
telah mendarah daging dalam masyarakat itu.
Pada ayat lain Al-Qur’an juga menggunakan bentuk
kalimat ini. Seperti Firman-Nya,
فَأَخَذَهُمُ الطُّوفَانُ وَهُمْ ظَالِمُونَ
“Kemudian mereka dilanda banjir besar, sedangkan
mereka adalah orang-orang yang zalim.” (QS.Al-
Ankabut:14)
Berbeda dengan ayat yang menceritakan tentang
istighfar dan taubat. Ketika berbicara tentang hal
ini, Al-Qur’an Menggunakan Jumlah Fi’liyah yang
bermakna “dilakukan beberapa kali” (tidak terus
menerus). Seperti dalam Firman-Nya,
وَمَا كَانَ اللّهُ مُعَذِّبَهُمْ وَهُمْ يَسْتَغْفِرُونَ
“Dan tidaklah (pula) Allah akan menghukum mereka,
sedang mereka (masih) memohon ampunan.” (QS.Al-
Anfal:33)
Walaupun kata Istighfar dalam ayat ini menggunakan
Fi’il Mudhori’ (yang artinya senantiasa dilakukan)
namun bentuk kalimatnya menggunakan Jumlah Fi’liyah
(tidak menggunakan jumlah ismiyah yang artinya
permanen) yang menunjukkan bahwa Allah tidak akan
menghukum suatu kaum jika masih ada yang beristighfar
walaupun tidak terus menerus dilakukan.
Kesimpulan dari dua bentuk ayat ini adalah :
Ketika berbicara tentang adzab, Allah tidak akan
Menurunkannya kecuali kedzaliman telah menjadi
kebiasaan yang permanen dalam masyarakat itu.
Namun ketika berbicara tentang mencabut adzab, Allah
akan Menyingkirkan adzab itu dari kaum yang “masih”
beristighfar.
Bahkan dalam sebuah riwayat, pernah suatu hari Allah
Ingin Membinasakan satu desa karena kedzaliman mereka.
Lalu ada seorang anak kecil dari penduduk desa itu
yang membaca Alfatihah. Dan karena bacaan seorang anak
ini, adzab itu dicabut dari seluruh masyarakat desa
tersebut.
Kemudian dalam contoh ayat lainnya, ketika berbicara
tentang adzab, Al-Qur’an mengkhususkan untuk orang-
orang yang Dikehendaki Allah. Sementara ketika
berbicara tentang rahmat, Allah tidak membatasinya
kepada siapapun karena rahmat-Nya meliputi segala
sesuatu.
قَالَ عَذَابِي أُصِيبُ بِهِ مَنْ أَشَاء وَرَحْمَتِي وَسِعَتْ كُلَّ شَيْءٍ
(Allah) Berfirman, “Siksa-Ku akan Aku Timpakan kepada
siapa yang Aku Kehendaki dan rahmat-Ku meliputi segala
sesuatu.” (QS.Al-A’raf:156)
Betapa besar kecintaan Allah kepada hamba-hamba-Nya.
Semoga kita termasuk orang-orang yang mendapat
Keridhoan-Nya di Hari Pembalasan kelak.