Untuk seorang pemuda beriman, pemberani, pembawa
cahaya, dan pejuang Islam, Ali Akbar bin Husain bin
Ali as : “Para malaikat masuk mengunjungi mereka
dari semua pintu, seraya mengucapkan : “Salamun
‘alaikum bima shabartum – Salam atas kesabaran
kalian “. Alangkah bagusnya tempat kesudahan itu.”
(QS 13:23-24)
Ali Akbar adalah putra Imam Husain bin Ali as. Nama
ibunya adalah Laila binti Abu Murrah bin Urwah. la
mempunyai badan yang lebih besar dibandingan
saudaranya, Ali Zainal Abidin bin Husain. Oleh karena
itu, ia digelari Ali Akbar (Ali yang berbadan besar).
Ali Akbar dibesarkan oleh seorang ayah yang menjadi
cucu kesayangan Rasulullah Saw, dan seorang ibu yang
berakhlak mulia. la meneguk keimanan dan menyerap
ilmu dan ma’rifat dari ayahandanya. Maka tumbuhlah
Ali Akbar menjadi seorang pemuda saleh, pemberani,
cinta perjuangan, dan berani berkorban. Tidak sedikit
pun kelemahan terpancar dari jiwanya. la seorang
pemuda yang tangkas mengendarai kuda. Para ahli
sejarah menganggapnya sebagai pemuda Bani Hasyim
yang mahir mengendarai kuda.
Sejak kecil sudah tampak keistimewaan yang dimiliki
Ali Akbar yaitu sangat cermat dan berpandangan luas.
Sifat-sifat inilah yang sangat dikenal musuh-
musuhnya.
Apabila para pejuang Karbala kita bariskan, maka
akan kita dapati Ali Akbar berada di shaff (baris)
terdepan. Begitu pula dalam kecerdikan, keberanian,
dan perjuangannya, ia selalu tampil terdepan.
Kesetiaan dan Perjuangannya
Ali Akbar didampingi Ayahanda dan saudaranya
beserta pasukan yang menyertainya bergerak menuju
medan pertempuran. Mereka menyadari bahwa
berbagai rintangan sudah siap menghadang. Namun
tanpa gentar sedikit pun mereka terus bergerak
sambil mengibarkan panji-panji perlawanan kaum
tertindas.
Ali Akbar berjuang bahu-membahu bersama mereka
untuk menegakkan kebenaran. Jumlah musuh yang
begitu banyak tidak membuatnya gentar. Itulah sifat
dan akhlaknya yang memang sesuai dengan
kedudukannya. Bagaimana tidak, Ali Akbar adalah
putra Imam Husain as, pemuka para syuhada, putra
suci nubuwah, dan cucu kesayangan Rasulullah Saw.
Di tengah perjalanan, Imam Husain as. mendapat
berita tentang syahidnya Muslim bin Aqil dan Hani bin
Urwah. Beliau memahami bahwa penduduk Kufah telah
MENGINGKARI JANJI SETIANYA.
Ia lalu menyampaikan berita ini kepada para
pengikutnya. Setelah tahu apa yang telah terjadi,
sebagian pengikutnya yang mempunyai iman dan jiwa
yang lemah, Serta merta berlarian meninggalkan
Imam Husain as. Hanya sebagian kecil sahabatnya
yang masih setia menyertai.
Kejadian ini disaksikan sendiri oleh Ali Akbar.
Sungguh kecewa hatinya melihat orang-orang yang
menyia-nyiakan kesempatan emas untuk meraih
SYAHADAH ini. Namun hal itu tidak melemahkan
jiwanya sedikit pun. Ketegarannya bertambah ketika
melihat keimanan dan kesabaran yang dimiliki oleh
saudara-saudaranya, yang dengan tulus menyertai
perjuangan ayahnya.
Pendamping Ayahnya
Kafilah Imam Husain as. meneruskan perjalanannya
hingga sampai di suatu tempat bernama Dzu Hasmin.
Di sana, tentara Ibnu Ziyad yang dipimpin oleh Al-
Hurr bin Yazid Ar-Riyahi, siap menyongsong
kedatangan mereka. Menghadapi situasi seperti ini,
dengan gagahnya, Ali Akbar berdiri di antara ayahnya
dan pasukan Al-Hurr.
Ia melayangkan pandangannya ke arah pasukan musuh
yang menghadangnya. Dengan ruh kakeknya, Imam Ali
as, ia siap menghadapi musuh dan menyongsong
syahadah. Di bawah komando ayahnya, Ali Akbar
menggerakkan para pejuang Karbala.
Allah berfirman, “Sesungguhnya mereka adalah para
pemuda yang beriman kepada Tuhannya maka Kami
menambah petunjuk kepada mereka.” (QS Al-Kahfi:
13)
Awal Pertempuran
Cahaya fajar hari Asyura menyinari para pejuang
Islam yang sudah siap tempur melawan pasukan
Umawiyah. Motif perjuangan mereka hanya satu yaitu
berjuang di jalan Allah. Mereka siap menghadapi
pasukan musuh yang dipimpin A’wan bin Sa’ad.
Darah-darah mereka siap dicurahkan untuk membela
kebenaran.
Pertempuran hebat sudah dimulai. Para sahabat Imam
Husain as. mulai berguguran. Dalam keadaan seperti
ini, dengan sabar Imam Husain as. menyeru musuh-
musuhnya agar kembali kepada kebenaran dan
keadilan.
Dadanya terbakar oleh api kecewa atas ulah mereka.
Sesungguhnya Imam Husain as. tidak memberontak
atas kepemimpinan Yazid. Namun, melihat kebrutalan
yang dilakukan Yazid, Imam ingin melindungi dan
membela orang-orang tertindas. Imam ingin menolong
agama Allah yang diinjak-injak Yazid. la tidak takut
dan tidak akan tunduk kecuali kepada Allah Swt.
Dalam kecamuk pertempuran, Imam Husain as. tidak
henti-hentinya memberi peringatan dan ajakan kepada
musuh-musuhnya agar kembali kepada kebenaran.
Namun karena kehidupan mereka sudah diliputi
CINTA DUNIA dan KEJUMUDAN, sehingga sedikit
pun mereka tidak terdorong untuk taat kepada Allah
dan beramal untuk meraih ridha-Nya.
Keteguhannya di Medan Pertempuran
Ketika pasukan Ibnu Ziyad mengepung dan menyerang
para pengikut Imam Husain as, Ali Akbarlah yang
pertama kali menyambut serangan mereka. Jumlah
musuh yang begitu banyak dengan persenjataannya
yang lengkap, tidak sedikit pun menggetarkan nyali Ali
Akbar. Setelah pertempuran yang sangat hebat itu
berlalu beberapa saat, sebagian besar para pembela
Imam Husain as. berguguran. Jasad-jasad mereka
seakan-akan dipeluk mesra oleh tanah Karbala yang
sudah basah tersiram darah-darah suci mereka. Pada
saat itu, di sekeliling Imam Husain as. Yang tersisa
hanya tinggal anggota keluarganya saja.
Pada malam ASYURA, para pemuda Bani Hasyim
bertekad mempertaruhkan jiwa mereka sampai titik
darah penghabisan. Mereka tidak rela melihat putra
Imam Husain r.a. dibantai dihadapan mata kepada
mereka sendiri. Keesokan harinya, pada tanggal 10
MUHARRAM, mereka terjun ke medan pertempuran
hingga satu persatu berguguran. Semangat dan
keberanian dalam kalbu mereka untuk tetap
menegakkan kebenaran dan kerinduan meraih
syahadah telah menggerakkan mereka untuk maju
terus pantang mundur.
Ali Akbar, dengan penuh hormat, meminta izin kepada
ayahnya untuk ikut terjun ke medan pertempuran.
Dengan penuh haru dan derai air mata, Imam Husain
as. mengizinkan putranya ikut bertempur.
Imam memperhatikan putranya lalu menengadah ke
langit seraya berujar lirih : “Ya Allah, saksikanlah
orang-orang ini. Di antara mereka ada seorang
pemuda yang perawakannya, perilaku dan cara
bicaranya paling menyerupai Rasulullah. Apabila kami
merasa sangat rindu kepada Nabi-Mu,maka kami
pandangi wajahnya.Ya Allah Jangan Engkau berikan
keberkahan atas bumi ini kepada musuh-musuhnya.
Cerai beraikan mereka. Koyakkan dada-dada mereka.
Jangan kau ridhai kekuasaan mereka selama-lamanya.
Kami telah menyeru dan mengajak mereka kepada
kebenaran, namun mereka malah memusuhi dan
memerangi kami.”
Dihadapan musuh-musuhnya, Ali Akbar
mengumandangkan sebait syair,
“Aku Ali bin Husain bin Ali
Kami Ahlul Bait yang dimuliakan Nabi
Akan kutikam kalian dengan lembingku ini
hingga kalian terkapar mati
Akan kutebas kalian dengan pedangku ini
untuk melindungi Ayahku Ali
Dengan suatu tebasan pemuda Hasyimi
Demi Allah, diatur oleh anak Ziyad,
aku tak sudi”
Pertempuran yang begitu hebat telah membuat jumlah
pejuang yang gugur makin bertambah, Ali Akbar yang
badannya sudah penuh luka, kembali menghadap
ayahnya sambil berkata, “Ayah rasa haus telah
membuatku lelah; berat pedang ini telah menguras
tenagaku. Adakah air yang bisa kuteguk?”
Imam Husain as. menangis melihat penderitaan
putranya, lalu ia berkata, “Wahai anakku, kembalilah
ke medan pertempuran. Aku berharap sebelum masuk
sore hari kakekmu (Rasulullah Saw.) akan memberimu
minum dari gelas yang bening, yang tidak akan
membuatmu haus untuk selama-lamanya.”
Kalimat-kalimat lembut yang meluncur dari ayahnya
membuat hati Ali Akbar bagaikan disirami tetesan air
yang menyejukkan. la pun kembali ke medan
pertempuran dengan gagahnya. Orang-orang Kufah
yang hendak membunuhnya merasa takut berhadapan
dengan Ali Akbar, karena Ali Akbar sangat
menyerupai Rasulullah Saw.
Syahadah
Ibnu Sa’ad memerintahkan anak buahnya mengepung
Ali Akbar, setelah ia sendiri merasa tidak mampu
menaklukannya. Munqidz bin Murrah dari kabilah
Abdul Qais, secara tiba-tiba membokong Ali Akbar
dengan menebas punggungnya. Ali Akbar tampak
terkulai di atas leher kudanya.
Melihat hal itu, musuh-musuhnya yang tadi
mengepungnya serta merta mengibas-ibaskan
pedang-pedang mereka ke arah Ali Akbar. Ketika
akan meninggalkan jasadnya, Ali Akbar berteriak
kegirangan,
“Wahai Ayah, kakek (Rasulullah) memberiku minum
dari gelasnya yang bening. la memberiku minuman
yang tidak akan membuatku haus selamanya, beliau
berkata kepadaku, “Segeralah, segeralah…”
Saat-saat Terakhir
Dengan garangnya Imam Husain as. mencerai-
beraikan pasukan musuh yang sedang mengoyak-
ngoyak jasad putranya. Diangkatlah kepala putranya
itu kemudian diletakkan di pangkuannya. Darah dan
tanah yang melumuri wajahnya, beliau bersihkan
dengan lembut.
Sambil menangis Imam Husain as. berteriak, “Semoga
Allah membinasakan orang-orang yang telah
membunuhmu. Betapa durhakanya mereka kepada
Allah dan Rasul-Nya,” lalu ia berkata lagi, “Tidak ada
artinya dunia ini setelah Kepergianmu, Nak!”
Imam Husain as. memerintahkan para pemuda Bani
Hasyim untuk membawa jenazah putranya ke dalam
kemah. Melihat keponakannya terbunuh, Zainab al-
Kubra as. keluar dari kemahnya sambil berteriak-
teriak mengutuk para pembunuhnya. la meratapi
kepergian Ali Akbar sambil berkata sahdu, “Duhai
kekasihku, duhai mata hatiku, duhai cahaya mataku,
duhai anak saudaraku,” kemudian ia menjatuhkan
badannya di atas jenazah suci Ali Akbar sehingga air
matanya membasahi wajah keponakannya.
Imam Husain as. kemudian menghentikan tangisannya
dan mengembalikan Zainab as. ke kemahnya .
Pelajaran Yang Disampaikan Ali Akbar
Para syuhada Karbala yang gugur dalam perjuangan,
ternyata telah memberikan pelajaran yang teramat
penting bagi manusia tentang hakikat kehidupan ini:
Bagaimana mengutamakan orang lain, dan membela
kebenaran. Salah satu dari mereka adalah Ali Akbar.
la membawa cahaya hidayah untuk menerangi jiwa-
jiwa manusia dengan syahadah dan darahnya bagi
kebangkitan Islam di Karbala.
la pun telah meraih ridha Ilahi dengan memenuhi
seruan Al-Quran agar menjual dirinya kepada Allah
dan menempuh jalan para syuhada pendahulunya. la
memilih syahid di jalan Allah dalam memerangi
manusiamanusia durhaka.
Ali Akbar memberi pelajaran kepada kita dengan
peristiwa Karbala ini tentang kebenaran, keadilan,
dan kesucian. Kita pun mendapat pelajaran dari para
pejuang Karbala tentang keperwiraan dan kejantanan.
Maka sudah sepantasnya kita memelihara apa-apa
yang sudah mereka persembahkan melalui curahan
darahnya. Semoga kesejahteraan dan keselamatan
dicurahkan kepada mereka.
Revolusi Terbesar dalam Sejarah Umat Manusia
Sudah sepantasnya bagi kaum Muslim dan Mukmin
menyadari bahwa darah Imam Husain as, putra-
putranya, dan darah para pembelanya yang tercurah
di bumi Karbala pada hari Asyura, akan terus
bergejolak menerangi jiwa-jiwa manusia sepanjang
zaman. Ketika alam telah diselimuti malam yang
pekat, dan ketika awan tebal menghalangi jalannya
cahaya, maka pada saat seperti inilah, kita harus
menempuh jalan yang telah dirintis Imam Husain as.
bersama para putra dan pembelanya.
Sesungguhnya api revolusi dan darah suci para
syuhada akan menyinari kegelapan, menyingkap
berbagai penghalang sehingga kebenaran dan keadilan
tampak. Sungguh Revolusi Karbala akan berdiri tegak
menghalau para penindas dan para penguasa.
Sesungguhnya gerakan para pejuang Karbala dan
kesyahidan mereka, telah mengangkat Dinul Islam
mencapai kemuliannya sehingga terketullah telinga-
telinga kemanusiaan. Seruan mereka di Karbala adalah
seruan berjuta-juta orang yang tertindas dan yang
dirampas haknya: seruan agar perbuatan aniaya yang
menghisap darah manusia segera dihentikan; seruan
yang menyongsong kemenangan untuk membela Islam.
Mereka telah memilih jalan ini untuk melawan para
penindas demi tegaknya kebenaran dan keimanan.
Cahaya Revolusi Karbala akan tetap bersinar selama-
lamanya apinya akan tetap menyala di hati orang-
orang yang jiwanya merdeka baik laki-laki ataupun
wanita, sesungguhnya nyala api Karbala adalah nyala
api berupa cahaya, yang akan membakar setan-setan
bersama para pengikutnya. Itulah cahaya harapan dan
kebahagiaan untuk melepaskan dan memerdekakan
manusia dari belenggu perbudakan.
source : alhassanain