Mufthirat ialah perkara-perkara yang merusak keabsahan puasa. Apabila manusia sengaja dan tahu hukum melakukannya maka batal puasanya. Perkara-perkara itu ada sepuluh: Pertama dan kedua: makan dan minum sekalipun sedikit.
Mufthirat ialah perkara-perkara yang merusak keabsahan puasa. Apabila manusia sengaja dan tahu hukum melakukannya maka batal puasanya. Perkara-perkara itu ada sepuluh:
Pertama dan kedua: makan dan minum sekalipun sedikit.
Ketiga: bersetubuh, baik lewat jalan depan (qubul) atau jalan belakang (dubur), baik pelaku atau obyek.
Keempat: berdusta kepada Allah swt, atau kepada rasul-Nya, atau kepada salah seorang imam menurut ihtiyath wajib.
Kelima: menyelamkan semua bagian tubuh kepada ke dalam air. Ini pendapat yang masyhur, tapi menurut pendapat yang lebih kuat (fatwa Ayatollah Sistani-pent) hal itu tidak merusak keabsahan puasa melainkan sangat makruh.
Keenam: sengaja memasukkan debu dan asap yang kedua-duanya tebal kedalam kerongkongan menurut ihtiyath wajib, adapun debu dan asap yang kedua-duanya tidak tebal maka tidak apa-apa.
Ketujuh: sengaja berdiam diri dalam keadaan junub sampai terbit fajar.
Kedelapan: mengeluarkan mani dengan melakukan suatu perbuatan yang menyebabkan keluarnya air mani (onani).
Kesembilan: menyuntikkan cairan dari anus, baik air atau selainnya.
Kesepuluh: sengaja muntah sekalipun darurat lantaran sakit atau sebab lainnya.
Pertama dan kedua/ Makan dan minum:
Makan dan minum termasuk dari perkara-perkara yang membatalkan puasa, sekalipun kedua-duanya sedikit atau tidak lumrah seperti makan tanah atau kertas dan lainnya.
Beberapa hukum makan dan minum:
1.Sisa-sisa makanan di mulut tidak boleh dimakan, dan jika di makan maka ada beberapa keadaan:
– Memakannya karena lupa kalau dirinya tengah berpuasa, atau masuk dengan sendirinya, di sini puasanya sah.
– Sengaja memakannya tapi tidak tahu hukum, maka ia wajib menggatinya tanpa kafarah.
– Sengaja memakannya dan tahu hukum, maka ia wajib menggantinya dan membayar kafarah.
2.Sesuatu yang keluar dari dada (dahak) mempunyai dua kondisi:
– Keluar ke rongga mulut, maka tidak boleh ditelan menurut ihtiyath istihbab. Apabila lupa ditelannya atau masuk ke dalam dengan sendirinya maka tidak apa-apa.
– Tidak keluar ke rongga mulut, maka boleh ditelan dan ia tidak terkena kewajiban apa-apa.
3.Boleh mengisap cincin atau jari-jari tangan atau menggunakan sikat atau selainnya, tapi kalau sesuatu yang dimasukkan ke mulutnya dikeluarkan dan hendak memasukkan sekali lagi, maka wajib kering.
4.Boleh menelan air liur yang terkumpul di mulut sekalipun dikumpulkan dengan sengaja, misalnya mengingat sesuatu yang masam atau manis atau selainnya.
5.Tidak boleh makan turbah Husaini untuk berobat di tengah puasa kalau yang sakit berpuasa.
6.Boleh mengunyahkan makanan untuk bayi atau mencicipi kuah/makanan dengan syarat tidak sampai ke tenggorokan.
7.Boleh memakai pasta gigi di siang hari dengan syarat tidak sampai ke tenggorokan sekalipun mengandung unsur-unsur makanan seperti kalsium dan selainnya.
8.Orang yang berpuasa boleh berkumur-kumur di siang hari, akan tetapi jika air itu masuk ke dalam perut (secara tidak sengaja) dan kumur-kumurnya itu untuk salat, maka ia tidak terkena sanksi apa pun. Namun, apabila kumur-kumurnya tidak untuk salat melainkan karena haus dan ingin sejuk, maka wajib menggantinya. Dan pada selain kondisi itu tidak wajib mengganti meskipun ihtiyath istihbabnya harus mengganti.
9.Apabila rasa haus mengalahkan orang yang berpuasa dan ia mengkhawatirkan dirinya, maka boleh minum seukuran kedaruratannya dan tidak boleh lebih menurut ihtiyath wajib, dan hal itu membatalkan puasanya, dan berdasarkan ihtiyath wajib ia harus imsak sampai akhir hari kalau di bulan Ramadhan, tapi kalau diselainnya dari puasa wajib yang waktunya luas (muwassa’) atau ditentukan (muayyan) maka tidak wajib imsak.
Ketiga/ Bersetubuh:
Bersetubuh membatalkan puasa baik lewat qubul atau dubur, pelaku atau obyek, hidup atau mati, walaupun tidak mengeluarkan mani (inzal).
Keempat/ Berdusta kepada Allah atau kepada rasul-Nya atau kepada salah seorang imam as menurut ihitiyath wajib:
Berdusta membatalkan puasa jika terjadi dengan niat berdusta, dan berdasarkan ihtiyath istihbab semua para nabi dan washi dan sayyidah Fatimah as diikutkan kepadanya.
Sebagian hukumnya:
1.Apabila mukalaf berniat mengabarkan kebohongan dari Allah atau salah satu manusia suci (maksum) dan kabar tersebut benar, maka puasanya batal sebab dia telah bermaksud melakukan salah satu hal yang membatalkan puasa (mufthir).
2.Apabila mukalaf berbicara bohong dan pembicaraannya tidak ditujukan kepada seseorang, atau ditujukan kepada orang yang tidak memahami misalnya orang gila dan di sana ada orang lain yang mendengarnya dan memahami perkataannya, berdasarkan ihtiyath wajib puasanya batal.
Kelima/ Menyelamkan semua bagian tubuh kepada ke dalam air sekaligus atau berangsur-angsur berdasarkan fatwa yang masyhur, tapi tidak merusak keabsahan puasa melainkan sangat makruh.
Sebagian hukumnya:
1.Menyelam yang makruh disyaratkan ke dalam air mutlak, maka tidak bermasalah jika menyelam ke dalam air mudaf.
2.Menurut ihtiyath istihbab orang yang berpuasa di bulan Ramadhan atau selainnya tidak boleh mandi dengan menyelamkan kepala ke dalam air.
Keenam/ Sengaja memasukkan debu dan asap tebal ke dalam tenggorokan menurut ihtiyath wajib:
Adapun debu dan asap yang tidak tebal maka tidak bermasalah, begitu juga tidak bermasalah bila debu tebal dan asap tebal itu sulit dihindari.
Ketujuh/ Sengaja berdiam diri dalam keadaan junub sampai terbit fajar:
Perkara ini membatalkan khusus puasa Ramadhan dan qadha‘nya, adapun selain keduanya dari puasa wajib atau sunah tidak batal dengan perkara ini.
Sebagian hukumnya:
1.Apabila orang yang berpuasa bermimpi di siang hari maka tidak wajib bergegas mandi dan boleh istibra’ dengan buang air kecil, namun apabila tidak beristibra’ dengan buang air kecil maka berdasarkan ihtiyath istihbab harus mengakhirkan buang air kecil sampai setelah matahari terbenam.
2.Apabila orang yang berpuasa lupa mandi junub di malam hari sampai berlalu satu hari atau berhari-hari dari bulan Ramadhan, maka puasanya batal dan wajib menggantinya, atau ingat di siang hari bahwa ia junub di malam hari maka ia wajib imsak dan menggantinya, dan berdasarkan ihtiyath wajib imsaknya harus diniatkan qurbatan ilallah secara mutlak.
3.Apabila orang yang berpuasa lupa mandi junub di malam hari pada selain bulan Ramadhan kemudian berpuasa, maka itu tidak merusak keabsahan puasanya, baik puasa itu puasa wajib yang ditentukan atau tidak ditentukan atau puasa sunah, dan menurut ihtiyath istihbab harus mengganti (qadha).
4.Apabila mukalaf mandi junub dengan salah lantaran tidak tahu caranya yang benar, maka puasanya sah.
5.Apabila orang yang junub tidak mungkin mandi karena tidak ada air atau sakit dan lain-lain, maka ia wajib bertayammum sebelum fajar, dan menurut ihtiyath istihbab harus tetap bangun sampai fajar terbit.
6.Apabila mukalaf sengaja junub di malam hari dengan meyakini bahwa waktu untuk mandi masih luas, dan ternyata tidak demikian, maka apabila hal itu disertai dengan pengontrolan ia tidak terkena kewajiban apa-apa, tapi bila tanpa pengontrolan ia harus mengganti berdasarkan ihtiyath istihbab.
Kedelapan/ Mengeluarkan mani:
Yaitu mengeluarkan mani dengan melakukan suatu perbuatan yang menyebabkan keluarnya mani (onani-homoseks/lesbian) dengan memungkinkan mani itu bisa keluar atau tidak yakin tidak keluar.
Apabila dia yakin mani itu tidak akan keluar dan ternyata keluar tanpa dimaksudkan maka itu tidak membatalkan puasanya.
Kesembilan/ Menyuntikkan cairan (dari anus) baik air atau selainnya.
Sebagian hukumnya:
1.Tidak apa-apa memasukkan benda keras (tidak cair) seperti suppositoria[1] dan selainnya.
2.Tidak apa-apa menyuntikkan air atau obat di tangan atau paha atau di tempat lain.
3.Boleh meneteskan obat di telinga atau mata sekalipun rasanya sampai ke kerongkongan.
Kesepuluh/ Sengaja muntah walau darurat akibat pengobatan atau sakit dan selainnya.
Sebagian hukumnya:
1.Apabila mukalaf muntah di siang hari bulan Ramadhan tanpa kehendaknya, maka puasanya sah dan tidak terkena sanksi apapun.
2.Apabila ada sedikit makanan keluar dengan bersendawa, maka ada dua kemungkinan:
– Jika keluar dan masuk lagi ke tenggorokan dengan sendirinya, maka puasanya sah.
Jika keluar dan sampai ke longga mulut lalu ditelannya dengan sengaja, maka puasanya batal dan ia wajib mengganti dan membayar kafarah berdasarkan ihtiyath wajib.
CATATAN :
[1]Obat rangsang yang dimasukkan ke dalam dubur.
source : alhassanain