Pada suatu hari Imam as melewati seorang laki-laki
berkulit hitam yang bermata juling. Beliau
mengucapkan salam kepadanya. Kemudian Imam as
turun menghampirinya dan mulai bercakap-cakap
cukup lama. Imam as menawarkan dirinya untuk
membantu memenuhi hajatnya, jika dia bersedia.
Salah satu sahabat Imam bertanya: “Wahai putra
Rasulullah, apakah engkau turun hanya untuk ini?
Kemudian engkau masih menanyakan segala
keperluannya padahal engkau tahu bahwa ia lebih fakir
darimu?” Lalu Imam as menjawab: “Ia adalah salah
seorang hamba Allah swt, saudara seagama,
pengembara di negeri Allah. Allah telah
mengumpulkanku dengannya dalam sebaik-baiknya
ayah yaitu Adam as dan sebaik-baiknya agama yaitu
Islam. Dan mungkin saja suatu hari aku butuh
dengannya maka ia melihatku orang yang rendah hati
setelah kesembonganku.” Kemudian beliau bersyair:
“Kami menyambung hubungan dengan orang yang tidak
layak berhubungan dengan kami. Karena takut tidak
terjalin hubungan pertemanan.”
Salah seorang budak Imam as berkata: “Imam as
sering menangis karena takut kepada Allah swt sampai
wajah sucinya basah dan lembam dari linangan air
matanya.
Hisyam bin Ahmar berkata: “Pada suatu hari aku
berjalan bersama Abu Hasan as di sebagian jalan kota
Madinah. Beliau kemudian turun dari hewan
tunggangannya. Beliau langsung bersujud di atas tanah
sangat lama sekali. Setelah itu beliau mengangkat
kepalanya dan segera menaiki hewan tunggangannya.
Aku kemudian bertanya kepada Imam as: “Wahai
putra Rasulullah, jiwaku menjadi tebusanmu. Mengapa
engkau melakukan sujud sangat lama sekali?” Imam
menjawab: “Aku teringat akan nikmat Allah swt yang
telah dikaruniakan kepadaku. Maka dari itu aku sangat
senang untuk bersyukur kepada-Nya.”
Ibnu Shabagh Al-Maliki berkata: “Imam Musa Al-
Kazhim adalah seorang yang paling banyak beribadah
pada zamannya. Ia adalah orang yang paling alim,
paling dermawan dan paling mulia dari manusia yang
lain. Ia adalah orang yang senantiasa mengunjungi
orang-orang miskin di kota Madinah. Dan
membawakan mereka beberapa uang dirham dan
dirham serta barang-barang yang dibutuhkan ke
rumah-rumah mereka. Sedangkan mereka tidak
mengetahui dari mana datangnya semua itu. Mereka
mengetahui hal itu setelah Imam as wafat.”