Tolong Anda jelaskan tentang masalah yang dipaparkan berikut ini: Al-Qur’an dalam mendeskripsikan tentang luas surga. Dari penjelasan itu terdapat kontradiksi yang sangat kasat mata. Al-Qur’an pada surah Ali Imran (3), ayat 133 menyatakan, “Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhan-mu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa” Langit di sini disebutkan dengan redaksi plural (samawat). Sementara pada surah al-Hadid (57), ayat 21, al-Qur’an menyatakan, “Berlomba-lombalah kamu untuk (memperoleh) ampunan dari Tuhan-mu dan surga yang berukuran seluas langit dan bumi.” Pada ayat ini langit dinyatakan dalam bentuk singular (sama: satu langit). Jelas bahwa antara langit-langit dan langit tentu tidak sama. Karena itu, luas surga seukuran dengan langit dan bumi dan juga seukuran langit-langit dan bumi. Hal ini tidak lain adalah kontradiksi yang jelas dalam al-Qur’an. Surah Ali Imran (3) ayat 133 menyebutkan, “Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhan-mu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa.” Surah Al-Hadid (57) ayat 21, menyatakan, “Berlomba-lombalah kamu untuk (memperoleh) ampunan dari Tuhan-mu dan surga yang berukuran seluas langit dan bumi, yang disediakan bagi orang-orang yang beriman kepada Allah dan para rasul-Nya. Itulah karunia Allah, Dia memberikannya kepada siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah mempunyai karunia yang besar.” Bukankah kedua ayat ini saling bertentangan satu sama lain?
Jawaban Global
Masalah yang menyebabkan Anda beranggapan bahwa kedua ayat ini saling kontradiksi adalah bertitik tolak dari terjemahan redaksi kalimat, “al-sama” dengan arti “satu langit” sementara makna hakiki “al-sama” itu bukanlah “satu langit” dan bahkan dalam terjemahan Indonesia, juga tidak terdapat perbedaan dan kontradiksi antara “langit” dan “langit-langit.” Misalnya kita berkata “saya melihat awan di langit” atau “saya menyaksikan awan-awan di langit-langit. ” Kedua kalimat ini bermakna satu sehingga tidak terdapat kontradiksi antara “awan-awan” dan “awan” demikian juga “langit-langit” dan “langit.”
Jawaban Detil
Dalam menjawab pertanyaan Anda, pertama-tama harus kita camkan bahwa dua kalimat, mengalami kontradiksi dan saling bertentangan tatkala memiliki seluruh syarat hukum kontradiksi. Sebagai contoh, apabila seseorang sekali berkata bahwa “Saya mengerjakan salat di masjid” dan pada kesempatan lainnya berkata, “Saya mengikuti salat-salat jamaah di masjid.”
Dari contoh ini, kita tidak dapat memandang dua kalimat ini bertentangan dan kontradiksi sata sama lain hanya karena yang pertama menggunakan kalimat singular dan yang kedua menggunakan kalimat plural.
Dengan demikian dan dengan mencermati penggunaan kata-kata dan kalimat-kalimat dalam bahasa Arab dan puncaknya adalah al-Qur’an kita jumpai bahwa antara kalimat “al-samâ” yang berarti “langit” dan kalimat “al-samâwât” yang bermakna “langit-langit” tidak terdapat perbedaan besar. Kalimat al-samâ terjemahannya bukanlah satu langit sehingga harus tampak bertentangan dengan al-samâwât yang diterjemahkan sebagai langit-langit. Masing-masing kalimat ini digunakan pada puluhan ayat al-Qur’an dan makna ini telah menjadi obyek perhatian al-Qur’an.
Sebagai contoh, apabila Allah Swt berfirman, “wa ma khalaqna al-sama wa al-ardh wa ma baina huma bathilan.” Artinya adalah bahwa “Kami tidak menciptakan “langit” dan bumi dan apa pun yang terdapat di antara keduanya sia-sia.”[1] Namun dengan memperhatikan terjemahan yang Anda kemukakan dalam pertanyaan tentang kata “al-samâ” maka terjemahan ayat di atas harus ditulis demikian, “Kami tidak menciptakan “satu langit” dan bumi dan apa pun yang terdapat di antara keduanya sia-sia.” (Sesuai dengan terjemahan ini, tentu penciptaan langit-langit yang lain sia-sia!!). Atau misalnya dikatakan, “Ma yakhfa ‘alaLlah min syain fi al-ardh wa la fi al-sama”[2] (Dan tidak ada sesuatu pun yang tersembunyi bagi Allah, baik yang ada di bumi maupun yang ada di langit) maka mungkin Anda menerjemahankan ayat ini Dan tiada satu pun yang tersembunyi bagi Allah Swt, baik yang ada di bumi dan (yang ada pada) “satu langit.” (Namun boleh jadi Allah Swt tidak mengetahui pelbagai peristiwa yang terjadi di langit-langit lainnya, mengikut model penerjemahan Anda). Jelas bahwa tiada satu pun orang yang mengenal bahasa Arab yang akan menerima terjemahan seperti ini.
Berdasarkan hal itu, yakinlah bahwa kata “al-samâ” pada ayat 21 surah al-Hadid tidak bermakna “satu langit” sehingga bertentangan dengan kata “al-samâwât” pada ayat 133 surah Ali Imran. Ketauhilah bahwa antara makna “langit” dan “langit-langit” tidak terdapat perbedaan.
Al-Qur’an tidak menggunakan redaksi “al-samâ” terkait dengan penggunaan sebagian langit-langit dan bukan mutlak langit, melainkan menggunakan kata-kata seperti, “al-sama al-dunya”[3] yaitu “langit dekat” atau “kull sama” yang bermakna tiap-tiap langit.[4]
Benar bahwa apabila pada ayat ini dijelaskan misalnya seperti “jannatun ka ardhi al-sama al-dunya” yaitu bersegeralah pada surga yang luasnya seukuran dengan bumi maka boleh jadi terdapat kontradiksi dengan ayat-ayat lainnya yang memandang luas surga seluas seluruh langit. Namun kita tidak menemukan ayat seperti ini dalam al-Qur’an. [iQuest]
[1]. (Qs. Shad [38]:27)
[2]. “Ya Tuhan kami, sesungguhnya Engkau mengetahui apa yang kami sembunyikan dan apa yang kami nampakkan; dan tidak ada sesuatu pun yang tersembunyi bagi Allah, baik yang ada di bumi maupun yang ada di langit.” (Qs. Ibrahim [14]:38)
[3]. “Sesungguhnya Kami telah menghias langit yang terdekat.” (Qs. Shaffat [37]:7); Dan Kami hiasi langit yang dekat dengan bintang-bintang yang cemerlang.” (Qs. Fusshilat [41]:12); “Sesungguhnya Kami telah menghiasi langit yang dekat.” (Qs. Al-Mulk [67]:5)
[4]. “Dia mewahyukan pada tiap-tiap langit urusannya.” (Qs. Fusshilat [41]:12)