Perkara bahwa nabi Muhammad saw adalah nabi terakhir, adalah perkara yang sudah pasti dan diyakini oleh semua umat Islam. Setelah risalah beliau tidak akan ada lagi nabi yang diutus Tuhan. Banyak sekali ayat-ayat Al Qur’an yang menjelaskan masalah ini, misalnya ayat 41 dan 42 surah Al Furqan, ayat 19 surah Al An’am, ayat 28 surah Saba’, dan seterusnya. Begitu pula riwayat-riwayat yang tak terhitung jumlahnya menjelaskan akidah umat Islam yang satu ini, baik dari kalangan Ahlu Sunah maupun Syiah.
Ada sebuah dialog antara seorang Muslim dengan orang Baha’i. Silahkan anda menyimaknya:
Muslim: “Sebagaimana yang kalian nyatakan, kalian menerima kebenaran Islam dan Al Qur’an. Hanya saja kalian meyakini bahwa setelah Islam ada ajaran lain yang menghapus ajaran Islam. Aku ingin bertanya kepada kalian, bukankah banyak ayat-ayat Al Qur’an yang menjelaskan bahwa Islam adalah agama terakhir dan global hingga akhir jaman?”
Baha’i: “Misalnya ayat apakah itu?”
Muslim: “Di ayat ke-40 surah Al Ahzab Allah swt berfirman:
“Bukanlah Muhammad itu ayah seseorang dari kalian, namun ia adalah utusan Allah dan nabi terakhir. Dan sesungguhnya Allah maha tahu akan segala sesuatu.” (QS. Al Ahzab: 40)
Kata “khatamun nabiyyin” di ayat itu menjelaskan bahwa nabi Muhammad saw adalah nabi terakhir yang diutus Allah swt. Karana kata “khatm” itu berarti akhir dan yang mengakhiri. Jadi tidak ada nabi lain setelah Rasulullah saw yang membawa ajaran baru.”
Bahai: “Khatam berarti cincin yang menjadi hiasan jari. Oleh karena itu yang dimaksud ayat tersebut adalah Rasulullah saw merupakan penghias nabi-nabi.”
Muslim: “Semua ahli tafsir mengakui bahwa arti “khatam” di ayat itu adalah “pengakhir” atau “yang terakhir”, bukan cincin. Karena menurut ahli bahasa, kata khatam tidak pernah diungkapkan untuk mensifati manusia. Kata “khatam” yang berarti cincin itu pun pada mulanya berarti “pengakhir”, bukan cincin itu sendiri. Karena cincin sering digunakan sebagai stempel untuk mengakhiri surat, maka cincin disebut “khatam”.
Coba lihat pendapat para ahli bahasa tentang arti “khatam”:
Fairuzabadi dalam kitab Qamus Al Lughah berkata: “Khatm berarti mengecap dengan stempel. Juga berarti mengakhiri sesuatu, atau sesuatu telah sampai pada akhirnya.”
Jauhari dalam kitab bahasanya Shihah berkata: “Khatm berarti sampai di akhir.”
Ibnu Manzur dalam kitabnya Lisanul Arab berkata: “Katamul Qaum berarti orang terakhir pada suatu kaum. Sedang Khatamun Nabiyyin adalah nabi yang terakhir.”
Raghib dalam kitabnya Al Mufradat berkata: “Khatamun Nabiyyin yakni Rasulullah saw dengan kedatangannya telah menutup risalah kenabian dan mengakhirinya.”
Jadi, yang dimaksud dengan kata “khatam” dalam ayat tersebut adalah “terakhir”, bukan “hiasan” sebagaimana yang kalian yakini.”
Baha’i: “Kata “khatam” memang benar disebut unutk cincin yang mengakhiri suatu surat karena berlaku sebagai stempel yang biasa dipakai orang-orang saat itu. Maka benar artinya nabi Muhammad adalah nabi yang membenarkan nabi-nabi sebelumnya sebagaimana stempel membenarkan isi surat di atasnya.”
Muslim: “Dari segi bahasa dan percakapan dalam bahasa Arab, kata “khatam” tidak pernah digunakan sebagai pembenar sebagaimana yang kalian maksud. Kalau kalian katakan maksud “khatam” adalah “yang mengakhiri”, sebagaimana stempel itu mengakhiri sebuah surat, maka itu benar, dan artinya nabi adalah utusan Tuhan yang mengakhiri nabi-nabi.”
Baha’i: “Ayat yang kau baca menyebut Rasulullah saw sebagai “khatamun nabiyyin”, yakni akhir para nabi; ayat itu tidak mengatakan beliau adalah akhir para rasul. Jadi mungkin saja ada rasul yang datang setelah beliau meskipun tidak ada nabi lain yang datang setelahnya!”
Muslim: “Meskipun dalam Al Qur’an antara nabi dan rasul memiliki arti yang berbeda, misalnya Rasulullah saw menyebut nabi Ismail as sebagai nabi namun menyebut nabi Musa as sebagai rasul, namun masalah ini tidak bisa menjadi syubhat untuk permasalahan “khatamun nabiyyin”, karena nabi yang dimaksud adalah nabi yang diutus dari sisi Tuhan dan diberi wahyu oleh-Nya, entah diperintahkan untuk menyampaikannya ataupun tidak, sedangkan rasul adalah nabi yang diberi wahyu lalu diperintahkan untuk menyampaikannya. Jadi semua rasul adalah nabi, dan tidak semua nabi adalah rasul. Dengan demikian ayat tersebut mencakup para rasul. Ketika difirmankan tidak akan ada nabi setelah Rasulullah saw, maka artinya rasul pun tidak akan diutus setelah itu; sebagaimana yang sudah dijelaskan, rasul adalah nabi.”
Baha’i: “Penjelasan tentang nabi dan rasul begini: setiap kali ada nabi, maka tidak ada rasul, dan setiap kali ada rasul, tidak ada seorang nabi. Jadi apa yang kukatakan benar.”
Muslim: “Pengertian seperti itu bertentangan dengan pendapat para ulama dan ayat serta riwayat. Buktinya ayat di atas menyebut nabi Muhammad saw sebagai rasul dan juga nabi. Ia berfirman: “Tetapi ia adalah utusan Allah (Rasulullah) dan nabi terakhir.” Banyak pula riwayat yang menjelaskan bahwa beliau juga “khatamul mursalim”, yakni akhir para rasul, akhir para utusan Tuhan. Jadi tidak benar apa yang kalian katakan.”
Baha’i: “Mungkin saja maksud “khatamun nabiyyin” adalah beliau merupakan pengakhir nabi-nabi tertentu saja. Bisa jadi yang dimaksud “para nabi” bukanlah semua nabi.”
Muslim: “Lucu sekali pernyataan itu. Karena orang yang kurang lebih bisa bahasa Arab ketika membaca “an nabiyyin”, yang mana kata itu adalah jamak dan memiliki alif dan lam di sebelumnya, akan memahami bahwa kata itu umum, yang artinya mencakup seluruh nabi.”[1]
[1] Seratus Satu Perdebatan, Muhammad Muhammadi Isytihardi, halaman 408.
source : hauzahmaya.com