Riya sebagai kebalikan dari ikhlas sebenarnya tidak akan ada kecuali dalam diri orang tersebut ada masalah dalam ketauhidan yang ia yakini. Ketauhidannya kurang sehat dan dia harus mencari obat sehingga penyakit itu tidak lagi menjangkitinya.
Suparno Sutrisno
Ikhlas, Tujuan Puncak Ibadah Puasa
Sebuah Doa yang diriwayatkan oleh Imam Ali bin Musa Ridha dari datuk-datuknya yang suci dan mulia, dari Rasulallah saaw, salah satu bagian dari ceramah itu berbunyi Ayyuha nas Anfusukum marhamatun bi amalikum, "Hai manusia sesungguhnya kalian bergantung pada amal perbuatan kalian". Barangsiapa di Alam fana ini menjalankan amalan kebaikan maka dia akan menuai kebaikan, akan diberikan kenikmatan Surga baginya, begitu juga sebaliknya jika seseorang mengobarkan api kezaliman dan selalu merugikan pihak-pihak baik dengan penyelewengan, penyebaran fitnah, hasud, ria, penipuan, dll maka Neraka Jahanam tempat paling pas dan ganjaran yang paling layak ia terima.
Dalam sebuah riwayat dari Imam Shadiq as, dalam kitab Ilalu Syarayi' ketika perawi yakni Hisyam bin Abdul Malik menanyakan hikmah puasa pada beliau salah satu dari hikmah puasa yakni agar ada kesamaan antara orang yang kaya dan yang miskin. Karena puasa, orang kaya yang dengan kekayaan bisa selalu mendapatkan apa saja yang ia inginkan, mereka disuruh untuk merasakan sebagaian rasa ketidakpunyaan, kefakiran seperti rasa lapar, kehausan, kecapekan dll, ketika semua ini juga terjadi pada orang kaya disitu ketika dia berjalan dan bertemu atau berkumpul dengan seorang fakir dia tidak akan merasa adanya perbedaan diantara mereka, mereka itu sama. Karena dengan ibadah puasa dia akan memahami penderitaan yang dialami orang-orang fakir, penderitaan yang jelas jauh lebih parah dibanding apa yang ia rasakan ketika puasa, sebab orang-orang fakir merasakan hal itu setiap hari dan setiap saat, bahkan waktu berbuka mereka pun tak tentu, bisa jadi dalam sehari semalam mereka tidak menemukan makanan untuk sekedar mengganjal perut.
Kita tahu karena kefakiran banyak orang yang menjadi buta, mereka melakukan segala hal apakah itu halal ataupun haram, bagi mereka yang terpenting bisa tetap hidup, dan kalau bisa keluar dari cengkraman kemisikinan itu sesegera mungkin. Karena itu sesungguhnya kesalahan para fakir miskin sering berasal dari orang-orang kaya, orang kaya yang menutup mata dari kemiskinan saudara seimannya, menutup hati dari makhluk sesama manusia. Ketika orang-orang kaya peduli pasti banyak kejahatan dan penyimpangan dari opara fakir miskin bisa dicegah, namun hal itu tidak dilakukan keculai oleh sebagian kecil orang, kita lihat para milyader top dunia, apakah mereka menyisihkan 1 % saja harta yang mereka miliki, apakah disekitar para milyader itu sudah tidak ada lagi orang fakir dan memerlukan bantuan?
Bahkan banyak kekayaan yang ditumpuk dengan cara mengambil hak-hak orang kecil, beras bantuan dari pemerintah harusnya diberikan langsung secara Cuma-Cuma sebab berasnya sudah expired namun oleh kalangan tertentu beras itu dijual kembali walau dengan separo harga.
Salah satu hikmah puasa adalah menyampaikan orang-orang kaya sampai pada kedudukan dimana ia tidak menjadi buta dari orang-orang fakir, orang-orang yang membutuhkan bantuan, menjadi orang yang peduli sehingga tidak sampai merasakan penderitaan kelaparan seperti apa yang ia rasakan ketika berpuasa.
Pada kesempatan ini kami tidak ingin mengatakan bahwa syariat ini haram atau halal karena alasan ini atau yang lain, karena hal itu adalah kiyas dimana madzhab ahlul bait tidak menerima konsep penetapan hukum dengan kiyas. Yang pertama kali melakukan kiyas adalah iblis dan dia keliru karenanya. Satu jawaban mengapa kita harus berpuasa adalah karena Allah swt memerintahkannya, mengapa kita harus shalat lima waktu jawabanya sama karena Allah telah mewajibkannya.
Jadi kita tidak bisa berkata Allah mewajibkan puasa agar orang kaya merasakan jadi orang miskin untuk sementara waktu, tidak, tapi puasa itu wajib karena Allah mewajibkannya, memang salah satu hikmahnya merupakan media untuk mendidik orang kaya sehingga tidak lalai terhadap lingkungan terhadap saudara dan tetangga. Kita harus membedakan antara sebab dan hikmah.
Dalam hukum Islam yang haram haram yang halal halal, mengapa jilbab wajib, mengapa puasa bulan suci ramadhan wajib, mengapa, zakat wajib satu jawaban yang tepat yakni karena Allah swt mewajibknannya. Mengapat harus sibuk mengapa begini dan mengapa demikian, hanya untuk mencari alasan sehingga bisa meninggalkan kewajiban yang berada dipundaknya?
Ketika kita tahu dan sadar bahwa kita itu fakir dihadapan Allah dan kita ingin diakui seperti sebagai orang yang meyakini dan mengimani adanya Allah hal ini sudah cukup, cukup kita mengetahui bahwa itu memang perintah Allah lalu kita jalankan seperti yang seharusnya. Dan perlu kita tahu bahwa semua apa yang Allah perintahkan pasti untuk kepentingan kita, manfaatnya kembali kepada kita.
Suatu ketika Nabi Musa as bertanya kepada Allah swt, "Jika Engkau menjadi aku apa yang hendak Engkau lakukan? Sebuah pertanyaan yang cukup berani, pertanyaan dari makhluk kepada sang khalik, pertanyaan dari mumkinul wujud dihadapan wajibul wujud. Pertanyaan yang bisa disebut "lancang". Dan jawaban dari Allah ternyata jauh lebih berani dan membuat kita tunduk, "Jika Aku menjadi kamu maka aku akan berkhidmat pada makhluk"
Tidak perlu menunggu Allah menjadi makhluk sekarang atau jangan kita batasi dengan waktu, sesungguhnya manusia tidak pernah luput dari berbagai jamuan yang disediakan Allah swt, sejak mereka belum lahir, ketika manusia masih dialam ruh hingga nanti dikehidupan abadi diakhirat manusia selalu menerima karunia dari Allah swt, tidak pernah berhenti sedetik pun.
Salah satu hikmah lain dari amal ibadah puasa adalah menghantarkan manusia untuk menjadi manusia ikhlas, keikhlasan yang tinggi. Kita tahu amal ibadah puasa harus selalu diniati bahwa dia sedang berpuasa karena Allah dan tidak ada keinginan atau bahkan melakukan pemutusan niat ditengah-tengah peribadahan yang ia jalani, jadi orang yang ikhlas berpuasa berarti selama seharian dia ikhlas beribadah, jelas ini berpengruh besar pada kepribadian seseorang, tidak hanya menjadikan manusia ikhlas dalam level sederhana mengingat jerih payahnya jauh lebih banyak dan sukar.
Dalam hadis bisa kita sarikan bahwa barangsiapa beramal ikhlas selama 40 hari maka akan memancar deras dari hatinya butir-butri hikmah. Sebuah raihan bagi orang ikhlas yang berdampak pada orang lain, karena hikmah-hikmah tadi jelas hanya orang lain yang mendapatkan manfaat, karena yang keluar hikmah sebagai orang ikhlas tidak lagi mengharapkan sesuatu yang lain selain dari Allah atas untaian hikmah yang ia sampaikan.
Puasa sendiri sebagai sebuah ibadah sulit untuk dipamerkan kepada orang lain sehingga pelaku ibadah ini sulit untuk berlaku ria dengannya.
Walau demikian dalam ibadah ini Nabi Isa as pernah menasihatkan pada para pengikutnya untuk berusaha maksimal sehingga mereka tidak diketahui kalau mereka sedang berpuasa, dengan tidak menampakkan kalau lelah dan lemah, tidak menampakkan bibir yang kering dengan mengoleskan minyak zaitun dll.
Dalam surah Fatihah Ayat 5 Allah juga menyinggung masalah ikhlas, dalam segala ibadah agar ibadah itu diterima Allah secara utuh maka harus iyak na'budu wa iyyaka nastain, hanya kepada Engkau (Ya Allah) kami menyembah (beribadah) dan hanya kepada Engkau kami memohon pertolongan. Satu ayat yang meringkas dua tauhid, tauhid penyembahan dan permintaan pertolongan, tidak menyekutukan Allah dalam ibadah dan dalam meminta pertolongan, dan sebuah ayat yang memberikan parameter kepada hamba-hamba Allah sehingga dalam amal ibadah "hanya" karena Allah bukan karena alasan dan sebab-sebab yang lain.
Allah sendiri berjanji, jika ada hamba yang menjalankan perintah ayat 5 diatas maka waman yurid tsawabal akhirah nu'tihi minha, (Ali Imarn, 145) barangsiapa menjalan ibadah dengan ikhalas dimana ini berarti beribadah hanya untuk mendapat ridha-Nya maka bagi mereka pahala diakhirat kelak.
Barangsiapa menjalankan ibadahan hanya ibtighaan martdhatillah fasaufa nu'tihi ajran adzima. Hanya untuk mendapatkan keridhaan Allah maka Allah akan memberikan padanya pahala besar. (Nisa, 144)
Riya sebagai kebalikan dari ikhlas sebenarnya tidak akan ada kecuali dalam diri orang tersebut ada masalah dalam ketauhidan yang ia yakini. Ketauhidannya kurang sehat dan dia harus mencari obat sehingga penyakit itu tidak lagi menjangkitinya.
source : www.abna.ir