Salah satu tema yang sangat ditegaskan oleh Imam Ali as dalam kehidupan beliau terutama di masa pemerintahan singkatnya adalah perhatian dan perlindungan terhadap hak-hak manusia. Dewasa ini, dunia dilanda berbagai konflik, perang dan pertumpahan darah sehingga masyarakat kemudian berpikir untuk menemukan cara bagaimana melindungi hak-hak dan martabat manusia.
Deklarasi Universal Hak Asasi Manusiaadalah salah satu bentuk upaya untuk melindungi dan menjaga hak-hak setiap manusia. Namun deklarasi tersebut belum sempurna mengingat keterbatasan dan kemungkinan kesalahan dan kekeliruan pemikiran oleh para perumusnya. Selain itu, deklarasi tersebut selama ini belum dilaksanakan dengan benar.
Jelas bahwa Tuhan mengetahui segala hal dan rahasia manusia serta mengetahui semua kebutuhan dan kemampuannya. Allah Swt tentunya juga lebih tahu bagaimana dan dengan metode apa untuk melindungi martabat manusia, sebab Dia sendiri yang memberi kehidupan dan martabat itu kepada manusia. Allah Swt telah menurunkan hak-hak dasar manusia dalam bentuk yang sempurna melalui wahyu kepada Rasulullah Saw. Nabi Muhammad Saw dan Ahlul Bait as juga telah menjelaskan hak-hak tersebut kepada masyarakat.
Periode singkat pemerintahan Imam Ali as dan sistem pemerintahan yang beliau terapkan dapat dijadikan sebagai model praktis bagi penerapan HAM. Sebab, di masa pemerintahan beliau, masyarakat sangat majemuk dan terdiri dari berbagai etnis, bahasa, warna kulit dan agama. Namun beliau mampu mengendalikan pemerintahan dengan adil tanpa adanya pelanggaran HAM. Pada dasarnya, cara praktis yang diterapkan oleh Imam Ali as tersebut telah menggambarkan Piagam HAM yang sebenarnya.
Menurut pandangan HAM Islam, untuk menjamin martabat manusia tidak mungkin dilakukan tanpa memperhatikan dua prinsip, yaitu "keabadian dan pencarian Tuhan." Fitrah manusia selalu mencari Tuhan, dan Allah Swt memperhatikan dan bahkan memberikan rahmat kepada hamba-Nya. Oleh karena itu, manusia dalam pandangan Islam adalah wujud yang memiliki tujuan dan bukan wujud yang tak berguna.
Manusia adalah wujud yang senantiasa ingin menuju kepada Tuhan. Dengan demikian, segala bentuk deklarasi dan kesepakatan HAM harus sepenuhnya sejalan dan sesuai dengan ruh dan fitrah manusia. Namun sayangnya, kita melihat bahwa HAM Barat justru menempatkan manusia sebagai makhluk independen dari segala sesuatu, termasuk Tuhan. Pandangan itu sangat bertolak belakang dengan pandangan Islam, karena agama Samawi ini menempatkan Tuhan sebagai poros.
Dasar HAM lainnya dalam Islam adalah manusia tidak berakhir dengan kehancuran atau ketiadaan. Dalam wasiatnya kepada Imam Hasan as, Imam Ali as berkata, "Ketahuilah bahwa kamu diciptakan untuk dunia itu, bukan untuk dunia ini… kamu akan meninggalkan rumah yang kamu tinggali sekarang, dan kamu berada di sebuah rumah di mana kamu tidak bisa duduk meski hanya beberapa hari, serta kamu berada di jalan di mana akhirnya adalah akhirat, maka berusahalah untuk memperbaiki tempat tinggalmu dan janganlah kamu jual akhiratmu dengan dunia."
Ketidakabadian dunia dan kekekalan kehidupan akhirat telah disinggung dalam banyak ayat al-Quran. Ayat-ayat al-Quran juga memperingatkan manusia bahwa perilaku mereka di dunia ini akan menentukan kebahagiaan atau kesengsaraan mereka di akhirat. Dengan demikian, ketika kita berbicara tentang HAM, maka hak-hak itu selain menjamin martabat manusia di dunia juga harus memperhatikan kebahagiaan abadi dan akhirat manusia. Hal itu tidak akan terwujud tanpa ketaatan dan pelaksanaan ajaran wahyu serta tunduk kepada Tuhan. Sementara HAM yang saat ini diterapkan tidak memiliki keistimewaan itu, dan bahkan cenderung dijadikan dalih bagi para arogan dunia untuk menggapai kepentingan mereka.
Hak paling dasar setiap manusia adalah hak hidup, di mana semua pemerintah, masyarakat dan individu harus menghormati hak itu. Dalam hal ini, Imam Ali as tidak hanya cukup menganggap penting hak hidup, tetapi beliau juga mendidik masyarakat untuk menjaga hak tersebut serta melaksanakan aturan dan hukum-hukumnya.
Pengtingnya hak hidup dalam pandangan Imam Ali as dapat dilihat dari surat perintah beliau kepada Malik Ashtar yang berbunyi, "Hindarilah pertumpahan darah yang tidak semestinya,…. " Dalam kasus tersebut, Imam Ali as telah mengisyaratkan hal penting bahwa penguasa tidak boleh memperkuat pemerintahannya dengan cara menumpahkan darah, di mana masalah itu selalu mewarnai sejarah kehidupan manusia.
Imam Ali as berkata, "Janganlah kamu memperkuat pemerintahanmu dengan menumpahkan darah yang tidak sah, di mana penumpahan darah akan melemahkan kekuatan dan bahkan merampas pemerintahan dari pemiliknya kepada orang lain." Dalam pandangan Islam sejati, manusia mukmin adalah terhormat karena keimanannya, namun selain orang-orang non-Muslim, juga memiliki martabat dan hak untuk hidup bila dipandang dari sisi kemanusiaannya.
Kebebasan adalah hak penting lainnya yang harus dimiliki oleh setiap manusia. Namun kadang-kadang karena kesimpulan salah tentang kebebasan dan penyalahgunaannya, alih-alih melindungi martabat manusia, kebebasan itu justru digunakan untuk merendahkan martabat orang lain. Menurut para pemikir, kebebasan bukan berarti bahwa manusia terlepas dari segala belenggu dan pembatasan, di mana ia setiap saat mampu mengikuti keinginan dan hawa nafsunya. Dengan demikian, kebebasan masih terikat dengan aturan-aturan tertentu dan tidak mutlak, dan dalam Islam, pembatasan-pembatasan itu telah ditetapkan oleh Tuhan.
Imam Ali as dalam pemerintahannya telah memberikan kebebasan kepada masyarakat, bahkan ketika beliau menyampaikan pidato, para penentangnya melontarkan protes paling pedas kepada beliau sehingga acara pidato beliau terganggu. Imam Ali as tidak hanya menyampaikan slogan kebebasan saja, tetapi beliau juga melaksanakannya dalam perkataan dan perilaku beliau. Selain itu, putra paman Rasulullah Saw tersebut telah memberikan prasarana sosial kepada masyarakat untuk mengunakan kebebasan yang sebenarnya. Selain menerapkan kebebasan itu, Imam Ali as juga telah membimbing masyarakat dan menjelaskan kebenaran kepada mereka untuk mencegah penyalahgunaan kebebasan.
Dasar lainnya tentang HAM adalah kesetaraan. Namun dalam Islam, dasar itu dapat diterima jika tidak melanggar dasar utamanya yaitu keadilan, sebab, keadilan adalah memberikan hak kepada setiap orang sesuai dengan kelayakannya, sementara kesetaraan terkadang tidak adil.
Dalam sirah Imam Ali as dan pemerintahan beliau, terdapat banyak bukti yang menunjukkan bahwa beliau selalu melindungi prinsip kesetaraan yang tidak melanggar keadilan meskipun dalam kondisi sulit, bahkan beliau mengorbankan nyawanya untuk merealisasikan keadilan dan keseteraan. Hal itu dapat kita lihat dalam perintah Imam Ali as kepada Malik Ashtar. Beliau tidak membedakan ras, etnis, warna kulit dan lainnya dalam menjalankan keadilan. Beliau selalu menjalankan pemerintahan dengan adil termasuk dalam distribusi Baitul Mal, pelaksanaan undang-undang dan pengadilan.
Suatu ketika, ada orang-orang yang meminta jatah lebih dari Baitul Mal kepada Imam Ali as karena menganggap diri mereka lebih mulia dari yang lain, karena mereka adalah sahabat Rasulullah Saw. Kepada mereka, Imam Ali as berkata, "Ketahuilah bahwa barang siapa dari Muhajirin dan Anshar sahabat Rasulullah Saw mengganggap dirinya memiliki keunggulan, maka ia harus mengetahui bahwa kemuliaan nyata di sisi Allah Swt di hari kiamat, dan pahalanya ada di sisi-Nya. Dengan demikian, kalian adalah hamba Allah dan harta adalah harta Allah yang aku bagikan kepada kalian dengan setara, dan tak seorang pun lebih unggul di hadapan lainnya. Baik Arab maupun ajam dan orang-orang yang bertakwa akan memperoleh pahala di hari kiamat. Apa yang di sisi Allah lebih baik bagi orang-orang yang baik. " (IRIB Indonesia/RA/NA)
source : Irib Indonesia