Imam Hasan al-Mujtaba as adalah cucu pertama Rasulullah Saw dari Ali bin Abi Thalib as dan Sayidah Fathimah as. Beliau lahir pada 15 Ramadhan tahun ke-3 Hijriah di kota Madinah. Ketika Rasul Saw dikabarkan tentang kelahiran cucu pertamanya itu, wajah beliau berseri-seri dan hatinya penuh rasa gembira. Beliau bergegas menuju rumah Fathimah as untuk melihat langsung cucunya itu. Fathimah as segera menyerahkan bayi mungil itu kepada Rasulullah Saw. Setelah menggendongnya, Rasul Saw kemudian membacakan azan di telinga kanan dan iqamah di telinga kiri sang bayi. Ketika itu, malaikat Jibril as turun dan menyampaikan perintah Allah Swt agar beliau menamakan cucunya itu dengan Hasan, yang berarti baik dan terpuji.
Rasul Saw di hari ketujuh dari kelahiran tersebut, melakukan akikah dengan menyembelih seekor kambing dan membagikannya di antara orang-orang miskin dan sejak masa itu, akikah Islami mulai dikenal di tengah kaum Muslim.
Imam Hasan as adalah simbol keutamaan dan kesempurnaan, dan beliau tampak lebih berwibawa dan gagah dari orang-orang lain. Beliau menyandang sifat-sifat mulia yang sama seperti kakeknya Rasulullah Saw seperti, kesucian, ilmu pengetahuan, akhlak yang luhur, dan perangai yang baik. Semua sifat tersebut membuat beliau tak ada padanannya di tengah masyarakat. Ketampanan dan kemuliaan akhlak Imam Hasan as bersumber dari sifat muhsin Tuhan. Oleh karena itu, Tuhan menamakannya dengan Hasan. Keutamaan dan kemuliaan lain yang dimiliki oleh putra Ali bin Abi Thalib as ini adalah ketakwaan, ahli ibadah, berwibawa, tawadhu, keberanian, kesalehan, dan pemaaf.
Imam Hasan as sangat dicintai dan disayangi oleh Rasul Saw dan hal ini terlihat dari ucapan beliau yang bersabda, "Ya Allah! Aku mencintai Hasan dan cintailah pula dia oleh-Mu. Barang siapa yang mencintai Hasanku, maka Tuhan akan mencintainya." Salah satu sifat utama Imam Hasan as ? di mana bisa menjadi teladan terbaik bagi para pecinta beliau ? adalah kemurahan hati dan kedermawanan yang luar biasa serta suka menolong orang lain. Beliau berbagi kebaikan dengan semua dan selalu menuntaskan kebutuhan orang lain. Oleh sebab itu, literatur sejarah mencatat bahwa Imam Hasan as pernah dua kali menginfakkan seluruh hartanya di jalan Allah Swt dengan membantu fakir-miskin. Beliau juga tiga kali mendermakan setengah dari hartanya, separuh untuk dirinya dan setengah lainnya diinfakkan di jalan Allah Swt.
Selama masa hidupnya, Imam Hasan as selalu dikenal sebagai sosok yang dermawan, penenang setiap kalbu yang didera kesusahan, dan pengayom kaum fakir-miskin. Tak ada seorang miskin pun yang datang mengadu kepadanya lantas kembali dengan tangan hampa. Ketika seseorang bertanya kepada beliau, "Bagaimana engkau bisa tidak pernah menolak pengemis?" Imam Hasan as menjawab, "Aku mengemis kepada Allah dan mencintai-Nya. Aku malu menjadi pengemis di pintu rumah Allah sementara aku menolak seorang pengemis. Sesungguhnya Allah senantiasa melimpahkan nikmat-Nya kepadaku. Dan aku berusaha untuk selalu membagikan nikmat-Nya dengan orang lain. Aku takut bila kuhentikan kebiasaan ini, Allah akan memutuskan kebiasaan-Nya."
Kemudian beliau berkata, "Ketika seorang peminta mendatangiku, aku berkata kepadanya, ?Selamat datang wahai orang yang memberikan kesempatan untuk berbuat baik kepadaku dan orang yang keutamaannya lebih tinggi dari setiap pemilik keutamaan. Sebaik-baiknya hari kejantanan adalah hari di mana seseorang didatangi oleh peminta dan ia dinanti untuk memenuhi kebutuhan orang tersebut."
Zamakhshari dalam buku Rabi al-Abrar menukil dari Anas bin Malik yang berkata, "Aku sedang bersama Hasan bin Ali as dan tiba-tiba seorang budak datang dan menghadiahkan setangkai bunga kepada beliau. Hasan bin Ali kemudian berkata kepadanya, ?Engkau merdeka di jalan Tuhan!' Ketika aku menyaksikan peristiwa itu, aku berkata kepada beliau, ?Budak itu hanya memberi setangkai bunga yang tidak berharga, mengapa engkau memerdekakannya?' Hasan bin Ali menjawab, ?Seperti itulah Tuhan Yang Maha Tinggi telah mendidik kami dan Dia berfirman, "Apabila kamu diberi penghormatan dengan sesuatu penghormatan, maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik dari padanya," dan penghormatan terbaik untuk budak itu adalah kemerdekaannya."
Suatu hari Khalifah Utsman bin Affan duduk di samping masjid, seorang miskin datang meminta bantuan kepadanya, Utsman lalu memberinya lima dirham. Peminta itu berkata, "Tunjukkan kepadaku orang yang bisa memberi lebih besar lagi." Utsman kemudian menyebut nama Imam Hasan as dan Imam Husein as. Peminta tersebut lalu beranjak pergi dan menemui mereka berdua. Imam Hasan as berkata, "Tidak diperbolehkan meminta kepada orang lain kecuali dalam tiga hal; diyat (denda) yang melilitnya dan tidak mampu ia bayar, atau utang yang menderanya dan tidak mampu ia lunasi, dan atau orang miskin yang tidak mampu berbuat apa-apa." Setelah itu, Imam Hasan as bertanya kepada peminta tersebut, "Engkau termasuk golongan yang mana?" Dia menjawab, "Kebetulan aku tersandera oleh salah satu dari tiga kategori itu." Mendengar jawaban itu, Imam Hasan as lalu memberinya 50 dinar dan ia juga menerima 49 dinar tambahan dari Imam Husein as.
Peminta tersebut kemudian beranjak pergi dan di tengah jalan, ia kembali berpapasan dengan Utsman. Khalifah Utsman lalu bertanya kepadanya, "Apa yang engkau lakukan?" Dia menjawab, "Engkau sudah membantuku tapi engkau sama sekali tidak bertanya untuk apa aku meminta bantuan. Hasan bin Ali as menanyakan kepadaku tentang pemakaian bantuan itu dan dia memberiku 50 dinar." Utsman lalu berkata, "Keluarga itu adalah poros ilmu dan hikmah serta sumber kebaikan dan keutamaan. Siapa orang yang akan menyamai mereka?"
Imam Hasan as memiliki dua kebiasaan baik setiap kali berinfak dan memberi di jalan Allah Swt. Pertama, ketika beliau menerima pujian orang lain karena perbuatan baiknya, beliau akan berkata, "Berkah orang peminta jauh lebih banyak, di mana menjadikan kami layak untuk berbuat baik dan berinfak di jalan Allah." Dan kedua, beliau selalu berusaha untuk memahami kebutuhan para peminta dan memenuhi kebutuhan mereka sebelum mereka mengutarakan hajatnya. Beliau berkata, "Pemberian dan kebaikan yang sesungguhnya adalah tanpa didahului oleh permintaan."
Al-Quran sangat menekankan perkara infak dan sedekah dan Tuhan memberikan pahala yang besar dan kekal kepada para pelakunya. Menurut perspektif al-Quran, salah satu tugas penting individu di tengah masyarakat Islam adalah mengayomi dan membantu kaum lemah. Setiap orang berkewajiban untuk menolong mereka sesuai dengan kemampuan dan kapasitasnya. Dalam surat al-Baqarah ayat 274, Allah Swt berfirman, "Orang-orang yang menafkahkan hartanya di malam dan di siang hari secara tersembunyi dan terang-terangan, maka mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati."
Suatu hari, seorang Arab badui datang menemui Imam Hasan as. Sebelum ia menyampaikan hajatnya, beliau langsung meminta pembantunya untuk memberikan apa yang ada di dalam kotak uang. Sang pembantu mendapati uang sekitar 20 ribu dirham dan langsung ia berikan semuanya kepada peminta tersebut. Arab badui ini tampak kaget dan berkata, "Wahai tuanku! Engkau belum memberi waktu kepadaku untuk menjelaskan hajatku dan juga melantunkan puji-pujian untukmu." Ketika itu, Imam Hasan as berkata, "Kami adalah keluarga di mana pemberian kami cepat dan tidak tertunda."
Pemuda ahli surga ini adalah sosok yang sangat agung, penyabar, sangat berwibawa dan teguh pendirian. Beliau juga dikenal sebagai tokoh yang sangat pemberani. Ketinggian ilmu dan hikmah beliau membuat kagum siapapun serta sangat bijak dalam memutuskan suatu perkara. (IRIB Indonesia/RM)
source : indonesian.irib.ir