Pengetahuan saya tentang nama-nama sangat minim. Saya kira seluruh orang tahu bahwa "Fatimah" itu adalah putri Rasulullah Saw dan tentu saja nama ini memiliki makna khusus dan menyeluruh. Persisnya apa makna "Fatimah" itu dan mengapa Rasulullah Saw memilih nama ini untuk putri tunggalnya?
Jawaban Global
Tentu saja tidak mesti setiap nama dibuat untuk melambangkan satu makna khusus dan mencerminkan pelbagai dimensi kepribadian pemilik nama, melainkan cukup bahwa nama tersebut tidak memuat nama yang mengandung arti kemusyrikan dan antinilai.
Akan tetapi, terkait dengan para wali Allah, seperti Hadhrat Fatimah Zahra Salamullah ‘alaiha, dimana nama-nama mereka diilhamkan dari alam gaib, tentu saja nama ini memiliki beberapa poin penting yang selaras dan senada dengan tipologi pemilik nama tersebut.
Nama Fatimah yang akar katanya dari kata "fa-tha-ma" bermakna terpisahnya atau tercerabutnya sesuatu; sesuai dengan lisan riwayat; terpisahnya atau tercerabutnya puan besar ini dari segala jenis keburukan dan ketercelaan dan juga bermakna bahwa beliau akan menyelamatkan para pecinta sejatinya dari api neraka.
Jawaban Detil
Pertanyaan ini dapat dijawab dari dua sudut pandang:
1. Apakah setiap nama yang diberikan untuk setiap orang; bahkan putra-putri Nabi dan para imam; harus memiliki dalil khusus dan merupakan perlambang pelbagai dimensi eksistensial pemilik nama tersebut?
2. Apakah Rasulullah Saw ketika memilih nama Fatimah untuk putrinya memiliki dalil khusus dan apakah nama ini merupakan penjelas satu subjek tertentu?
Terkait dengan bagian pertama, harus dikatakan bahwa seperti yang dinukil dari para Imam Maksum bahwa memilihkan nama baik dan pantas untuk anak-anak adalah kebaikan pertama baginya[1] dan jelas bahwa orang tua, dengan ragam kecenderungan dan selera, memilih ragam nama untuk anak-anak mereka. Agama Islam, kendati banyak menganjurkan dalam masalah ini, namun anjuran ini tidak bersifat wajib dan mesti dilaksanakan. Dan setiap orang boleh, sepanjang nama tersebut tidak mengandung arti kemusyrikan dan anti-nilai, meletakkan nama apa pun buat anak-anaknya.[2]
Atas dasar ini, Rasulullah Saw, setelah menyampaikan agama Islam dan menyebarluaskannya, beliau tidak menerapkan kebijakan ini sehingga beliau harus mengganti seluruh nama para sahabatnya dan memilihkan nama baru buat mereka yang menunjukkan keimanan dan keislaman mereka. Adanya nama-nama seperti Ammar, Mus'ab, Miqdad dan sebagiannya di antara para sahabat Rasulullah Saw yang tidak memiliki makna religius pada nama-nama mereka, menandaskan hal ini. Akan tetapi ada sebagian riwayat bahwa Rasulullah Saw hanya mengganti nama-nama para sahabatnya yang menunjukkan kesyirikan dan penyembahan berhala atau yang bermakna tidak terpuji.[3]
Tentu saja, dengan adanya kebebasan bagi setiap orang dalam memilih nama maka sudah sepantasnya mereka memilih nama yang lebih baik dan lebih layak mengamalkan anjuran-anjuran para Imam Maksum As dalam hal ini seperti, salah satu dari riwayat tersebut, berikut ini.
Imam Baqir As bersabda, "Sebaik-baik nama adalah nama yang bermakna penghambaan dan sebaik-baik nama tersebut adalah nama-nama para nabi."[4]
Apa yang dijelaskan, merupakan sebuah analisis singkat terkait dengan pemberian nama untuk seseorang secara global. Namun sehubungan dengan pertanyaan yang Anda singgung, sebagian nama seperti nama suci "Fatimah" yang merupakan pilihan Allah Swt dan diilhamkan kepada Rasulullah Saw, namanya harus berbeda dari nama-nama lainnya dan pada tataran tertentu menampilkan dimensi-dimensi kepribadian pemilik nama tersebut. Akan tetapi, hal ini tidak memestikan bahwa nama seperti ini, hanya terkhusus secara eksklusif kepada orang tertentu dan tidak memiliki latar sejarah sebelumnya atau terlarang bagi orang lain untuk memilihnya.
Nama "Fatimah" akar katanya dari kata "fa-tha-ma" yang bermakna tercerabutnya dan terpisahnya sesuatu.[5]
Adapun terkait mengapa Rasulullah Saw menamai putra tunggalnya sebagai Fatimah, terdapat sebagian riwayat yang menyoroti masalah ini. Dan mengingat masing-masing riwayat ini menjelaskan satu sisi dari beberapa dalil, tetapi dengan menelaah seluruh riwayat ini, kita tidak jumpai adanya pertentangan di antara riwayat-riwayat ini. Bahkan masing-masing dari riwayat-riwayat tersebut merupakan pelengkap bagi yang lainnya. Atas dasar ini, kami akan menukil riwayat-riwayat tersebut di sini untuk diketahui:
A. Yunus bin Zhibyan meriwayatkan bahwa Imam Shadiq bertanya kepadaku, "Apakah engkau tahu tafsirnya Fatimah?" Aku berkata, "Tuanku! Silahkan Anda beritahukan tafsirnya?" Beliau bersabda, "Fatimah Sa terpisah dari segala jenis keburukan dan kekotoran (fatamat min al-syarr). Dan apabila Baginda Ali As tidak menikah dengannya, semenjak permulaan penciptaan, tiada seorang pun yang sepadan dan sekufu untuk menikah dengannya!"[6]
B. Imam Ridha As sesuai nukilan dari ayah-ayahnya, meriwayatkan dari Rasulullah Saw yang bersabda, "Saya memilihkan nama "Fatimah" sebagai nama untuk putriku karena Allah Swt memisahkan api neraka darinya dan dari para pecintanya."[7]
C. Imam Baqir As bersabda, "Tatkala Fatimah Sa lahir ke dunia, Allah Swt mewahyukan kepada seorang malaikat supaya nama Fatimah terlontar dari lisan Rasulullah Saw, kemudian Allah Swt berfirman kepada Fatimah Sa bahwa "Aku membinamu dengan ilmu dan pengetahuan dan memisahkanmu dari segala jenis kotoran dan...'"[8]
Akhir kata, kita harus tahu bahwa putri mulia Rasulullah Saw sesuai dengan riwayat seluruh kaum Muslimin, baik Sunni atau pun Syiah, bahwa Fatimah Sa adalah belahan jiwa Rasulullah Saw. Mengganggu dan menyakitinya sama dengan menyakiti Rasulullah.[9] Dan nama yang layak dan pantas untuk dipilihkan untuknya sehingga sepenggal dari kepribadiannya dan dimensi-dimensi spiritual puan besar ini, dengan bantuan nama ini, diperkenalkan kepada alam semesta. Atas dasar ini, kami meyakini bahwa Allah Swt memilih nama penuh keberkahan ini baginya. [IQuest]
[1]. Muhammad bin al-Hasan, Hurr ‘Amili, Wasâil al-Syiah, jil. 21, hal. 388-389, riwayat 27374, Muassasah Ali al-Bait, Qum, 1409 H.
[2]. Ibid.
[3]. Ibid, hal. 390, riwayat 27379.
[4]. Ibid, hal. 391, riwayat 27381.
[5]. Ibnu Manzhur, Lisân al-‘Arab, jil. 12, hal. 454.
[6]. Muhammad Baqir Majlisi, Bihâr al-Anwâr, jil. 43, hal. 10, bab 2, riwayat pertama, Muassasah al-Wafa, Beirut, 1404 H.
[7]. Ibid, hal. 12, riwayat 4
[8]. Ibid, hal. 13, riwayat 9.
[9]. Shahîh Bukhâri, jil. 4, hal. 219, Dar al-Fikr, Beirut, hal. 1410 H.
source : www.islamquest.net