Tatkala tiba kiamat dan manusia digiring ke surga dan neraka, apakah tetap ada kematian di dua tempat ini?
Jawaban Global
Ayat-ayat al-Quran dan riwayat-riwayat serta dalil-dalil rasional menyatakan bahwa tatkala manusia pergi ke surga atau neraka maka ia tidak akan lagi akan merasakan kematian. Al-Quran dari satu sisi menyebut kiamat sebagai yaum al-khulud (hari kekekalan) dan dari sisi lain, mendeskripsikan para penghuni surga dengan sifat khalidin (abadi dan kekal di dalamnya).
Dari sudut pandang riwayat juga disebutkan bahwa para penghuni surga dan neraka diseru, “Kalian akan abadi dan tidak akan mati.” Kematian dihadapkan kepada mereka dan kepalanya akan disembelih.
Dari tinjauan akal, mengingat jiwa manusia itu non materi dan setiap yang non materi tidak akan binasa, karena itu manusia setelah pergi ke surga atau neraka tidak akan merasakan kematian.
Jawaban Detil
Kiamat kubra adalah sebuah alam paska alam barzakh dimana seluruh manusia semenjak awal hingga akhir akan berkumpul di situ dan akan memasuki sebuah babak baru kehidupan. Di alam itu, manusia akan menerima ganjaran atau hajaran, pahala atau siksa, buah dari amal dan perbuatannya di dunia.[1]
Ayat-ayat al-Quran dan riwayat-riwayat serta dalil-dalil rasional menyatakan bahwa tatkala manusia pergi ke surga atau neraka maka ia tidak lagi akan merasakan kematian.
Selanjutnya, kami akan sebutkan beberapa ayat yang menyatakan hal tersebut sebagaimana berikut:
Al-Quran menyebutkan kiamat sebanyak tujuh puluh kali yang masing-masing menyinggung tentang tipologi tertentu dan satu sisi dari kiamat; misalnya karena manusia dan seluruh makhluk akan dikumpulkan di tempat itu maka di sini kiamat disebut sebagai hari mahsyar. Karena manusia dan seluruh makhluk akan abadi di dalamnya maka hari kiamat dinamakan sebagai hari keabadian (yaum al-khulud).[2] Nama yaum al-khulud ini disebutkan pada surah Qaf (52) ayat 34:
﴿ٱدْخُلُوها بِسَلامٍ ذٰلِكَ يَوْمُ الْخُلُودِ﴾
“(Dikatakan kepadanya), “Masukilah surga itu dengan aman. Itulah hari kekekalan.”
Di samping itu, al-Quran juga menyebutkan sebanyak 70 kali tentang penghuni surga dan neraka dengan sifat abadi dan langgeng. Di sini kami akan menyebutkan dua ayat, sebagai contoh, yang menyebutkan tentang keabadian penghuni surga dan neraka sebagai berikut:
بَلَى مَن كَسَبَ سَيِّئَةً وَ أَحَاطَتْ بِهِ خَطِيْئَتُهُ فَأُولَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيْهَا خَالِدُوْن ﴿
وَ الَّذِيْنَ آمَنُوْا وَ عَمِلُوْا الصَّالِحَاتِ أُولَئِكَ أَصْحَابُ الْجَنَّةِ هُمْ فِيْهَا خَالِدُوْنَ﴾
“(Bukan demikian), yang benar, barang siapa berbuat dosa dan kesalahannya telah meliputi dirinya, mereka itulah penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.” Dan orang-orang yang beriman serta beramal saleh, mereka itulah penghuni surga; mereka kekal di dalamnya. (Qs. Al-Baqarah [2]:81-82)
Dalam beberapa riwayat juga telah dijelaskan bahwa tidak ada kematian di hari kiamat. Di antaranya adalah beberapa yang dikutip oleh Allamah Majlisi pada jilid delapan Bihâr al-Anwâr bab 26 dimana kematian akan datang berbentuk seekor kambing yang disembelih oleh penduduk surga dan neraka. Salah satu riwayat tersebut adalah yang dikutip dari Rasulullah Saw, “Tatkala Allah Swt memasukkan penduduk surga ke dalam surga dan penduduk neraka ke dalam neraka (lalu) kematian didatangkan kepada mereka laksana seekor kambing dan kemudian mereka memenggal kambing tersebut; setelah itu ada seruan, “Ya Ahl al-Jannah khulud falâ maut. Ya Ahl al-Nar khulud falâ maut.” (Wahai penduduk surga! Keabadian dan tiada lagi kematian. Wahai penduduk neraka! Keabadian dan tiada lagi kematian).[3]
Dari sudut pandang akal mengingat jiwa manusia itu non materi dan setiap non materi itu tidak akan binasa maka kesimpulannya adalah seluruh manusia tidak akan lagi merasakan kematian setelah mereka pergi ke surga atau neraka.
Sebagian dalil para filosof dan teolog atas kenonmaterian jiwa adalah sebagai berikut:
Jiwa memahami segala yang bersifat universal dan segala yang universal itu adalah non materi; maka dari itu lokus (tempatnya) juga harus non materi.
Jiwa memiliki kekuatan untuk mengerjakan beberapa urusan yang tidak dapat dilakukan oleh badan seperti menggambarkan hal-hal yang bersifat nirbatas.
Tatkala kita menyaksikan seluruh pencerapan panca indra memahami satu hal maka hal ini adalah dalil atas kenonmaterian jiwa. Karena panca indra tidak memahami pencerapan panca indra lainnya. Misalnya mata dapat melihat warna putih benda, seperti gula namun tidak mengetahui rasanya; atau apabila kita meletakkan sesuatu yang tidak kita lihat di mulut, kita merasakan rasanya namun tidak melihat warnanya. Karena itu menjadi jelas bahwa dalam diri kita terdapat sesuatu non materi universal yang mencerap dan memahami semua ini.
Fakultas-fakultas jasmani (panca indra) disebabkan oleh penggunaannnya akan mengalami penciutan dan penyusutan. Namun fakultas jiwa berkebalikan dari itu. Karena banyaknya melakukan rasionisasi (ta’aqqul) maka jiwa akan semakin kuat. Karena itu jiwa tidak sejenis dengan jasmani dan bersifat non-material.[4]
Dalil lainnya atas kenonmaterian jiwa adalah kesatuan identitas dan personalitas. Badan mengalami perubahan namun terdapat satu hal yang permanen di balik semua perubahan ini dan satu hal tersebut kita sebut sebagai jiwa. Jiwa ini tidak akan mengalami perubahan diakibatkan oleh perubahan materi. Karena itu jiwa itu adalah non materi.[5]
Akan tetapi terdapat sebagian orang menentang pendapat ini. Mereka berpendapat bahwa ruh itu adalah materi. Mereka memandang bahwa ruh itu adalah otak; namun dalil-dalil mereka hanyalah hubungan sel-sel otak dengan pencerapan dan tidak dapat membuktikan bahwa otaklah yang melakukan semua pencerapan universal ini.[6]
Karena itu masalah keabadian dan kekekalan ruh memiliki hubungan dekat dengan kemandirian dan kenonmaterian jiwa lantaran apabila ia non materi maka ia akan kekal dan abadi.
Akhir kata, kami ingin tegaskan bahwa dalil-dalil keabadian hal-hal non materi merupakan bagian dari pembahasan filsafat dan kami anjurkan kepada Anda sekiranya tertarik untuk telaah lebih jauh buku-buku filsafat yang mengangkat persoalan ini secara akurat. [iQuest]
[1]. Alam barzakh personal dan setiap orang tatkala meninggal akan memasuki barzakh. Kiamat kubra berkaitan dengan seluruh manusia di alam semesta sekali waktu dikumpulkan di padang masyhar. Silahkan lihat, Jahân Bini, Muthahari , Bahts Ma’âd, hal. 31.
[2]. Makarim Syirazi, Payâm Qur’ân, Bahts Ma’âd, jil. 5, hal. 58.
[3]. Bihâr al-Anwâr, jil. 8, hal-hal. 344-345
وَ رَوَى مُسْلِمٌ فِي الصَّحِيحِ بِالْإِسْنَادِ عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ ص إِذَا دَخَلَ أَهْلُ الْجَنَّةِ الْجَنَّةَ وَ أَهْلُ النَّارِ النَّارَ قِيلَ يَا أَهْلَ الْجَنَّةِ فَيُشْرِفُونَ وَ يَنْظُرُونَ وَ قِيلَ يَا أَهْلَ النَّارِ فَيُشْرِفُونَ وَ يَنْظُرُونَ فَيُجَاءُ بِالْمَوْتِ كَأَنَّهُ كَبْشٌ أَمْلَحُ فَيُقَالُ لَهُمْ تَعْرِفُونَ الْمَوْتَ فَيَقُولُونَ هُوَ هَذَا وَ كُلٌّ قَدْ عَرَفَهُ قَالَ فَيُقَدَّمُ وَ يُذْبَحُ ثُمَّ يُقَالُ يَا أَهْلَ الْجَنَّةِ خُلُودٌ فَلَا مَوْتَ وَ يَا أَهْلَ النَّارِ خُلُودٌ فَلَا مَوْتَ قَالَ وَ ذَلِكَ قَوْلُهُ وَ أَنْذِرْهُمْ يَوْمَ الْحَسْرَةِ الْآيَة.
[4]. Akan tetapi hal itu tidak bermakna bahwa mereka yang masuk neraka akan selamanya berada di neraka. Orang yang akan abadi menetap di neraka adalah terkhusus orang-orang tertentu.
[5]. Allamah Sya’rani, Syarh al-I’tiqâd, hal. 242-262.
[6]. Makari Syirazi, Payâm Qur’ân, Bahts’ Ma’âd, jil. 5, hal. 287.
Terjemahan dalam Bahasa Lain
source : islamquest