Dikisahkan ada sekor gagak yang bersarang di pucuk sebuah pohon yang tinggi. Kesedihan hidup gagak ini sedemikian besar sama seperti warna hitam bulunya. Di dekat sarang gagak itu, hidup seekor ular yang besar dan buruk rupa. Setiap kali gagak bertelur dan telur itu menetas, ular besar itu menunggu gagak meninggalkan sarangnya untuk mencari makanan. Ketika gagak itu meninggalkan sarang dan anaknya, ular itu langsung mendekati sarang tersebut dan memakan anak gagak itu.
Pada suatu hari, gagak itu sangat sedih. Ia membawa anaknya yang baru menetas itu ke sarang temannya sang rubah. Hatinya benar-benar sedih. Rubah bertanya, "Ada apa gerangan? Mengapa kamu sedemikian bersedih?"
Gagak menjawab, "Sejak beberapa waktu lalu, seekor ular besar dan buruk rupa tinggal di dekat sarangku. Dan sejak ia tahu sarangku berada di atas sarangnya, ia selalu menggangguku dan sampai saat ini ia telah memakan beberapa anakku yang baru menetas."
Rubah sedih mendengar cerita temannya itu dan berkata, "Ah, itu tidak masalah, kamu bisa berpindah sarang."
Gagak menjawab, "Tampaknya memang tidak ada jalan lain. Tapi sebelum aku pindah, aku ingin membalas dendam anak-anakku atas ular tersebut. Aku akan melawannya. Aku yang mati atau aku yang membunuhnya."
Rubah diam sejenak kemudian berkata, "Tapi perbuatanmu ini sangat tidak masuk akal, karena saat memutuskan hal ini kamu kamu berada dalam keadaan marah. Dalam kondisi yang demikian, kamu tidak akan mendapatkan hasil apapun kecuali kekalahan. Pikirkan baik-baik. Kamu tidak cukup kuat untuk melawan ular itu. Ia akan dengan mudah mengalahkanmu. Ketika itu, kamu akan terbunuh dan tidak dapat membalas dendam anak-anakmu."
Gagak hanya diam dan dalam hatinya ia berkata, "Benar juga apa yang dikatakannya. Lalu aku harus berbuat apa?"
Pada saat yang sama, si rubah berpikir sejenak dan kemudian terlintas ide di benaknya serta mengemukakannya kepada temannya itu. Mendengar ide yang dikemukakan rubah, gagak sangat gembira. Gagak menitipkan anak-anaknya kepada rubah, berpamitan dengan mereka, dan kemudian terbang meninggalkan sarang rubah.
Gagak terbang sampai ke dekat sebuah desa. Gagak melihat seorang perempuan di depan halaman rumahnya. Perempuan itu duduk di samping kolam dan tengah mencuci pakaian. Perempuan itu meletakkan cincin emasnya di mulut kolam. Gagak duduk di atap rumah menunggu kesempatan yang cocok untuk mengambil cincin milik perempuan itu. Ketika perempuan itu menyelesaikan pekerjaannya dan tengah sibuk mengerjakan hal lain, gagak langsung mengambil cincin tersebut dan terbang perlahan-lahan.
Namun perempuan itu mengetahui bahwa gagak itu mengambil cincinnya. Perempuan itu langsung berteriak meminta tolong.
Beberapa saat kemudian, beberapa orang berlari mengejar gagak dengan mengayun-ayunkan pentungan kayu yang mereka genggam. Gagak terbang dengan tenang dan menggiring orang-orang yang mengejarnya itu menuju sarang ular. Seperti yang dipesankan oleh rubah, gagak menjatuhkan cincin itu tepat di depan sarang ular. Ular yang kebetulan berada di dalam sarangnya itu melihat cincin emas berkilau itu. Ia pun segera beranjak keluar dan mendekati cincin tersebut. Namun ular dikejutkan dengan pukulan kayu beberapa orang yang berada di depan sarangnya. Seorang di antara mereka membunuh ular itu dengan melemparkan sebuah batu besar.
Gagak menyaksikan seluruh peristiwa tersebut. Ketika ia yakin bahwa ular itu telah mati. Ia terbang menuju sarang rubah untuk mengucapkan terima kasih sekaligus menjemput anak-anaknya. (IRIB)
source : irib.ir