Indonesian
Sunday 21st of July 2024
0
نفر 0

Hukum-Hukum Asyura Husaini

Mukaddimah Seluruh perbuatan, tingkah laku dan ucapan setiap insan, baik yang bersifat individu maupun sosial, pasti ada hukum syar’inya di dalam Islam. Demikian pula halnya dengan berbagai acara, ibadah, perayaan dan peringatan yang berkaitan erat dengan ucapan dan perbuatan manusia, tidak luput dari hukum-hukum, ketentuan dan aturan Islam.
Hukum-Hukum Asyura Husaini

Mukaddimah


Seluruh perbuatan, tingkah laku dan ucapan setiap insan, baik yang bersifat individu maupun sosial, pasti ada hukum syar’inya di dalam Islam. Demikian pula halnya dengan berbagai acara, ibadah, perayaan dan peringatan yang berkaitan erat dengan ucapan dan perbuatan manusia, tidak luput dari hukum-hukum, ketentuan dan aturan Islam. 


Dengan demikian bahwa peringatan Asyura pun tidak luput dari ketentuan dan hukum-hukum Islam. Dengan kata lain bahwa agama Islam mengatur secara ketat dan jelas mengenai pelaksanaan peringatan Asyura atau majlis ‘aza Imam Husein As.


Setiap pengikut dan pecinta Ahlulbait As dan khususnya para pecinta dan perindu Imam Husein As harus memahami dan memperhatikan hukum-hukum yang berkaitan dengan peringatan Asyura ketika ingin memperingati, mengenang dan menyelenggarakan majlis duka untuk beliau As.


Berikut ini kami sajikan hukum-hukum yang berkaitan dengan masalah-masalah tersebut kepada para pengikut dan pecinta beliau As. Semoga kiranya dapat dibaca dengan benar, dipahami dengan baik dan diamalkan dengan penuh ikhlas hanya karena mengharap ridha Allah Swt semata.


Semoga pula secuil goresan yang kami ambil dari kitab Ahkam Munasebat ha yang ditulis oleh Syekh Mahmud Akbari ini (dengan perubahan yang kami anggap perlu dan secukupnya) dapat bermanfaat dan menjadi pahala simpanan buat kami di hari akhirat kelak. Harapan kami semoga kita dan seluruh pecinta dan perindu Imam Husain As dikumpulkan bersama beliau dan kakek beliau di telaga surga kelak. Amin……………..

Hukum-Hukum ‘Azadari


1.Azadari ( peringatan mengenang duka dan musibah) penghulu para syahid termasuk ibadah yang paling utama dan dapat memperkokoh ruh iman, semangat keislaman, itsar (peduli dan mengutamakan orang lain) dan keberanian bagi umat Islam. 


2.Azadari dan menampakkan duka dan kesedihan untuk Ahlulbait As, terutama untuk Imam Husein As, khususnya pada hari Asyura (tanggal 10 Muharram), begitu pula menangis karena mengingat musibah beliau As sangat dianjurkan dan disunatkan. 

3.Memukul-mukul bagian punggung badan dengan zanjir (untaian rantai-rantai kecil) untuk tujuan mengenang duka Imam Husein As, jika dilakukan sesuai dengan kondisi umum (tidak berlebihan dan tidak sampai membahayakan dan menyakiti), hukumnya boleh, dan hal itu termasuk bagian dari ‘azadari dan refleksi kesedihan. 


4.Secara ihtiyat wajib, lelaki tidak boleh membuka bajunya ketika menepuk-nepuk dadanya atau mengayunkan zanjir ke bagian punggungnya. Dan secara ihtiyat wajib, lelaki harus berpakaian rapi (ketika melakukan hal itu) sehingga badan tidak terlihat oleh wanita yang bukan muhrimnya. Dan (ketika mereka melakukan hal itu dengan membuka bajunya) maka wanita dilarang melihatnya). 


5.Apabila di dalam acara ‘Azadari terdapat maksiat seperti; memandang wanita yang bukan mahram atau bercampurnya lelaki dan wanita (ikhtilath), maka hukumnya haram mengikuti dan turut serta pada acara peringatan tersebut. 


6.Di dalam melaksanakan acara ‘Azadari Imam Husein As, setiap mukmin harus menghindari hal-hal yang tidak layak dipandang mata yang dapat melemahkan syi’ar ‘Azadari Imam Huseain As tersebut. Seperti gerakan melingkar dengan lompatan-lompatan kecil ketika dianggap melemahkan syi’ar ‘Azadari hukumnya tidak dibolehkan. Tetapi jika tidak dianggap melemahkan, maka hukumnya boleh. 


7.Tidak boleh (hukumnya haram) melaksanakan acara ‘azadari dengan suara keras yang dapat mengganggu ketenangan dan menyakiti tetangga, sekalipun memperingati acara tersebut sangat dianjurkan dan termasuk perbuatan yang utama. 


8.Shalat fardu harus didahulukan dari ‘azadari. Karena itu tidak dibenarkan oleh syari’at meninggalkan atau mengakhirkan shalat dengan alasan mengikuti acara ‘azadari, karena mengikuti acara tersebut hukumnya sunah dan shalat adalah wajib. 

Hukum-Hukum Qami Zani (Tathbir)


9.Hukumnya haram melakukan ‘azadari dengan menggunakan pisau, pedang dan alat-alat tajam lainnya yang dapat melukai badan dan mengeluarkan darah sehingga menjadi alasan bagi musuh-musuh Islam untuk melemahkan agama Islam atau mengambil kesempatan buruk. 


10.Seorang ulama mengatakan: “kita tidak boleh melakukan acara azadari Imam Husein As dengan hal-hal yang tidak logis dan menyimpang”. 


11.Al-Marhum Allamah Amini al-Amili Ra. menulis : “Qami zani atau tathbir (melakukan ‘azadari dengan menggunakan pisau atau benda tajam lainnya) dalam peringatan-peringatan duka adalah haram hukumnya baik menurut akal sehat maupun syariat yang lurus. Melukai bagian kepala dengan cara membacoknya, bukan saja tidak ada manfaat ukhrawinya, bahkan juga tidak ada manfaat duniawinya sama sekali. Dan menyakiti diri sendiri jelas hukumnya haram. Di samping itu, perbuatan rendah semacam ini akan menjadikan para pengikut dan pecinta keluarga suci Nabi Saw dibenci dan dicemooh oleh umat Islam dan masyarakat lainnya. Tidak diragukan lagi bahwa perbuatan ini termasuk waswasah syaithani dan membuat murka Allah Swt dan juga Rasul-Nya saw dan kelurga suci beliau As”. 


12.Ayatullah Makarim Syirazi berkata: “Musuh-musuh Islam senantiasa tidak tinggal diam, mereka berupaya keras menebarkan pikiran-pikiran khurafat yang menyimpang yang dapat menjauhkan para pemuda muslim dari ajaran Islam yang sebenarnya. Hal-hal yang diluar agama mereka jadikan dan masukkan ke dalam ritual-ritual agama. Mereka berupaya keras untuk merubah acara-acara ‘azadari (diantaranya memotivasi para pemuda agar melakukan qami zani atau tathbir dalam ‘azarari hari Asyura). Informasi meyakinkan dan cukup akurat saya terima bahwa beberapa orang dari kedutaan besar negara tertentu membagi-bagikan qami (sejenis pisau) dalam suatu acara ‘azadari di sebuah masjid. Tujuan mereka adalah agar masyarakat dunia memandang bahwa tindak kekerasan yang terjadi di masyarakat dilakukan oleh para pelaku qami zani tersebut. 


13.Imam Ali Khamene’i Hf berkata: “Ketika kaum komunis Rusia berhasil menguasai daerah Azarbaijan, mereka menghapus dan menghancurkan berbagai sisa-sisa dan peninggalan Islam. Masjid-masjid mereka ganti menjadi gudang-gudang, mushalla-mushalla dan husainiyyah mereka ganti menjadi tempat-tempat selain rutinitas agama, sehingga tidak tersisa dan tidak terlihat lagi peninggalan dan budaya-budaya Islam. Yang masih mereka izinkan adalah acara “qami zani”. Penguasa mereka telah mengeluarkan peraturan dan undang-undang bahwa kaum muslimin tidak punya hak untuk melakukan shalat, shalat berjamaah, membaca Al-Qur’an, melakukan majlis ‘aza (memperingati hari-hari duka atas musibah keluarga suci Nabi Saw) dan acara-acara ritual Islami lainnya. Tetapi mereka mengizinkan para pecinta keluarga suci Nabi Saw untuk melakukan qami zani. Apa sebabnya? Kartena qami zani itu sendiri merupakan sarana yang efektif untuk menjauhkan masyarakat dari agama dan Syiah Imamiyah. Karena itu, terkadang musuh-musuh Islam menggunakan hal-hal yang seperti ini (qami zani, untuk menghancurkan wajah Islam yang sebenarnya), sehingga citra agama yang murni menjadi buruk dengan adanya khurafat seperti ini”. “Karena itu qami zani hukumnya haram dan dilarang oleh syari’at Islam”. 


14.Syahid Hasyimi Nezad (salah seorang ulama dan murid Imam Khomeini Ra) berkata: “Apabila peringatan duka mengenang musibah Imam Husein As di padang Karbala itu dilaksanakan dengan baik, benar dan logis, maka disamping mempunyai nilai-nilai Islami dan maknawi yang mendalam, juga akan dapat menarik ‘athifiyah (emosional hati) seseorang untuk membela kemazluman Imam Husein As. Tetapi sangat disayangkan, terkadang sebagian orang dengan alasan mencintai Imam Husein As melakukan suatu perbuatan yang disamping tidak sesuai dengan hukum Islam, juga tidak dapat diterima oleh akal sehat. Misalnya seperti acara qami zani yang tidak bisa diterima dengan alasan apapun, bahkan hal ini malah dapat digunakan oleh musuh-musuh Islam, baik yang di dalam maupun yang di luar sebagai sarana yang cukup memberikan pengaruh buruk kepada masyarakat secara umum. 


15.Al-Marhum Ayatullah Hakim Ra. (seorang marja tasyayyu’ besar pada masanya) menulis (kesimpulannya) bahwa: “Qami zani itu hukumnya haram karena hal itu mengandung dharar (bahaya), mendatangkan cemoohan dan menyebabkan adanya permusuhan dari pihak lain. 


16.Apabila seorang pelaku qami zani merasa khawatir bahwa jika ia melakukan hal itu akan terancam nyawa dan jiwanya, kemudian ia lakukan juga hal itu sehingga mengakibatkan kematian dirinya, maka ia dihukumi sebagaimana intihar (pelaku bunuh diri). 


17.Qami zani dalam kondisi apapun diharamkan, baik secara sembunyi-sembunyi maupun terang-terangan. Qami zani tidak pernah dilakukan baik pada masa para Imam Maksum As maupun pada masa-masa sesudah mereka. Bahkan tidak pernah mendapat dukungan baik secara khusus maupun umum dari para maksumin As. Dan pada masa sekarang ini qami zani dapat melemahkan dan memburamkan wajah mazhab Syi’ah Imamiyah. 


Jelas bahwa qami zani itu bukan bagian dari ajaran, anjuran dan syi’ar Islam dan mazhab Syiah Imamiyah, dan bukan pula merupakan perlakuan para pengikut Ahluilbait As. Tidak seorang muslim pun yang sehat akal dan pikirannya yang mau melakukannya, apalagi orang-orang yang mengaku sebagai pengikut dan pecinta keluarga suci Nabi Saw. Para pelaku qami zani adalah orang-orang awam yang telah terbius dan teracuni oleh pikiran-pikiran musuh-musuh Ahlulbait As dan waswasah syaithani. Seseorang berkata: “Untungnya saya pindah dari Sunni ke Syiah Imamiyah dan masuk ke mazhab Syiah sebelum mengenal qami zani. Kalau saya mengenal Syiah lewat qami zani lebih dulu, mungkin saja saya tidak akan masuk dan pindah ke mazhab Syiah Imamiyah”.


18.Cara terbaik dalam melakaksanakan ‘Azadari dan peringatan duka Imam Husein As adalah dengan mengadakan majlis-majlis Husaini dan menceritakan sejarah peristiwa karbala, menjelaskan tujuan perjuangan beliau, keluarga dan para sahabat setia dan syuhada’ Karbala, pesan-pesan, wasiat dan nasihat-nasihat beliau, pembacaan syi’ir-syi’ir duka dan perjuangan serta syiar-syiar islami lainnya yang dapat menyadarkan dan membangunkan jiwa umat Islam. Boleh pula dengan memasang bendera-bendera, plang, poster, dll yang dapat mengingatkan masyarakat umum dan umat Islam akan peristiwa penting dan bersejarah ini. 


Azadari Wanita


19.Tidak layak para wanita ikut serta dalam barisan azadari dengan menggunakan untaian rantai yg dipukulkan ke belakang punggung (sebagaimana yang biasa dilakukan oleh kaum pria) atau alat lainnya sekalipun dengan menggunakan hijab sempurna dan pakaian yang menutup semua auratnya . 


20.Pengidung wanita dibolehkan berkidung di majlis khusus wanita. Tetapi lelaki tidak dibolehkan mendengarkannya jika menyebabkan adanya kelezatan dan ribah (kerusakan akhlak dan terkena hal yang diharamkan). Dan para wanita itu pun dibolehkan menepuk-nepuk dada atau paha mereka sebagai tanda duka dan kesedihan di dalam majlis tersebut. 


21.Apabila pengidung wanita di majlis ‘Azadari mengetahui bahwa suaranya itu didengar oleh lelaki yang bukan mahramnya, maka apabila suaranya itu mengakibatkan mafsadah (kerusakan akhlak) dan perbuatan haram, maka wanita itu tidak dibolehkan berkidung di tempat tersebut. 


22.Pada bulan Muharram dan Shafar kaum wanita dibolehkan bersolek, memotong rambut dan merias wajahnya (untuk suaminya dan tidak dilihat oleh lelaki yang bukan mahramnya), tetapi hendaknya ia menjaga adab dan penghormatanya pada hari-hari syahadah tersebut. Sebaiknya ia tidak melakukan hal –hal tersebut (bersolek, merias wajah dll yang biasanya sebagai penampilan kebahagiaan) . 


23.Seorang istri tidak diperbolehkan mengadakan dan mengikuti acara ‘Azadari atau perayaan kelahiran Imam Maksum As tanpa meminta izin terlebih dahulu kepada suaminya. Tetapi jika ia yakin bahwa suaminya pasti menyetujuinya, maka diperbolehkan. 


24.Acara ‘Azadari dan mengenang duka Imam Hussein As termasuk sarana yang paling baik untuk bertaqarrub kepada Allah Swt. Karena itu, kaum muslimin harus berhati-hati jangan sampai acara tersebut bercampur dengan hal-hal yang diharamkan syari’at islam. 


Hukum-Hukum Berpakaian Hitam

Warna hitam –dari berbagai sisinya- mempunyai pengaruh dan gaya tarik tersendiri. Karena itu seringkali seseorang atau sekelompok orang memanfaatkannya untuk tujuan tertentu. Dari sisi lain bahwa warna hitam itu merupakan warna gelap yang dapat menutupi dan menguasai warna-warna lainnya atau menjadikan pemakainya nampak tersembunyi pada kondisi tertentu.


Dari sisi lainnya bahwa warna hitam itu memiliki haibah dan wibawa yang lebih nampak dibanding warna-warna lainnya. Oleh karena itu banyak para tokoh dan pemuka atau pejabat menggunakan warna hitam dalam pakaian-pakaian resmi mereka (misalnya warna jas). Sejarah telah mencatat bahwa warna hitam banyak digunakan untuk menunjukkan haibah dan wibawa suatu pemerintahan atau suatu kelompok tertentu.


Kelebihan warna hitam lainnya adalah bahwa warna ini dapat menunjukkan tanda kesedihan dan duka. Dengan itu warna ini sangat sesuai digunakan oleh seseorang atau sekelompok orang tertentu yang sedang mengalami dan merasakan duka dan kesedihan yang mendalam. Misalnya ketika ditinggal wafat oleh seseorang yang dicintainya. Karena itulah warna hitam ini banyak digunakan oleh masyarakat dunia untuk mnunjukkan rasa duka dan kesedihan mereka ketika ditimpa atau mengalami suatu musibah.


Tetapi perlu diketahui pula bahwa memilih dan menggunakan warna hitam pada hari-hari duka dan kesedihan mengenang dan mengingat musibah yang menimpa keluarga suci Nabi Saw, disamping karena adanya sisi-sisi dan manfaat diatas, juga karena ada alasan logis dan ‘athifi (psikis) lainnya. Minimal, pesan dari bisik hati yang ingin disampaikan oleh orang-orang yang memakai pakaian hitam dan memasang tembok-tembok majlis mereka dengan kain hitam dan juga bendera-bendera hitam adalah ucapan: “Wahai cuci Nabi Saw yang kucintai, engkau adalah cahaya dan sinar yang dapat menerangi kehidupan alam semesta ini. Dengan wafatnya engkau, kini hidupku menjadi redup dan gelap bagai gelapnya warna hitam. Ketika engkau berada di antara kami, engkau bagaikan mentari yang dapat menghidupkan dan menerangi hati kami dan alam di sekitar kami. Tetapi tatkala engkau pergi, maka dunia dan kehidupan ini bagaikan ditinggalkan matahari yang tenggelam di sebelah barat dan gelap malampun menutupi kehidupan kami”.


Sayyidah Fatimah az-Zahra Sa. ketika menziarahi makam ayahandanya berucap: “Wahai ayahku, dengan kepergianmu, benderangnya dunia kini menjadi gelap gulita dan keindahan alam ini menjadi lenyap seketika. Hari-hari yang terang benderang dengan sinar dan cahayamu, kini menjadi hitam kelam dan gelap gulita…..”. 


Pada hari-hari duka seperti bulan Muharam, terutama hari ‘Asyura para pecinta Nabi Saw dan keluarga suci beliau As, di belahan dunia manapun, banyak menggunakan warna hitam dalam pakaian mereka, memasang bendera duka dan plang-plang di gang-gang, majlis-majlis dan rumah-rumah mereka. Hal ini menunjukkan betapa mereka merasa duka dan sedih yang mendalam atas kezaliman yang ditimpakan kepada mereka oleh para penguasa dan pengikutnya di masanya masing-masing . Hal ini juga menunjukkan betapa mereka begitu mencintai keluarga suci Nabi Saw yang beliau wasiatkan kepada umatnya agar dijaga dan diikuti tuntunan dan ajarannya. Ketika Imam Husein As telah mereguk syahadah, Bani Hasyim memakai pakaian hitam untuk menunjukkan rasa duka mereka yang mendalam. 


Syekh Nuri Ra. juga di dalam kitabnya Mustadrak al-Wasail menukil beberapa riwayat Ahlulbait As mengenai kesunahan memakai pakaian hitam ketika mengenang duka mereka. Karena itu para ulama Ahlulbait As. pun sangat menganjurkan hal ini kepada para pecinta keluarga Rasul Saw. Dan mereka mengatakan bahwa orang-orang yang shalat dengan memakai pakaian atau baju hitam ketika pada hari duka (seperti hari sepuluh Muharram atau hari Asyura) tidak dimakruhkan. Artinya kemakruhan tersebut terangkat karena kuatnya anjuran berpakaian warna hitam pada saat itu. Adapun pada hari-hari lainnya yang bukan hari-hari duka, hukumnya makruh shalat dengan memakai pakaian hitam. Tetapi hal inipun masih terdapat pengecualian (seperti imamah atau sorban hitam dan lainnya).


Wal-Hamdu Lillahi Robbal ‘Alamin


[Abu Qurba]

Qum al-Muqaddasah, 12 Shafar 1435 H


source : abna24
0
0% (نفر 0)
 
نظر شما در مورد این مطلب ؟
 
امتیاز شما به این مطلب ؟
اشتراک گذاری در شبکه های اجتماعی:

latest article

Rahasia Sujud dalam Untaian Amalan Shalat
Pribadi Seimbang Menurut Islam
Rahasia dan Keutamaan Tasbih Sayyidah Zahra as.
Mengapa tangan seorang pencuri harus dipotong?
Curahan Rahmat Tuhan
Hadis Larangan Penyerupaan dan Penisbatan kepada Allah dari Imam Ridha as
Peristiwa-peristiwa yang terjadi sepeninggal Rasulullah saw
Yenni Wahid Ajak Kaum Perempuan Indonesia Terus Kampanyekan Perdamaian
Apakah Sunnah dapat menasakh al-Qur’an?
Dosa-dosa Besar dan Dosa-dosa Kecil (3)

 
user comment