Umat Islam sekarang sedang memperingati maulid Nabi Muhammad Saw dan Pekan Persatuan Islam. Dengan memperhatikan perbedaan riwayat antara Sunni (12 Rabiul Awal) dan Syiah (17 Rabiul Awal) seputar hari kelahiran Nabi Saw, maka Republik Islam Iran menetapkan rentang waktu antara tanggal 12-17 Rabiul Awal sebagai Pekan Persatuan Islam.
Perbedaan di antara mazhab-mazhab Islam selalu menjadi salah satu strategi musuh untuk menyerang Islam. Musuh – dengan cara mempertajam perselisihan di tengah umat – berusaha menciptakan perang saudara dan mengejar tujuan-tujuan busuknya. Politik "pecah dahulu, kemudian kuasai" merupakan bagian dari kebijakan Inggris di era imperialis untuk mencapai ambisi-ambisi ilegalnya. Oleh karena itu, persatuan selalu menjadi salah satu perhatian para ulama Islam baik Sunni maupun Syiah di sepanjang sejarah.
Perlu diketahui bahwa jika ada segelintir orang yang selalu berambisi menyulut perpecahan antar mazhab-mazhab Islam, maka di sana juga terdapat sejumlah besar tokoh yang ingin memperkuat perkuat persatuan di tengah umat. Unsur persatuan Islam menjadi sangat penting pasca kemenangan Revolusi Islam Iran. Pencetus Revolusi Islam Iran, Imam Khomeini ra dan penerusnya, Ayatullah Sayid Ali Khamenei atau Rahbar, senantiasa menekankan persatuan Dunia Islam sebagai sebuah strategi dan perkara ini menjelma dalam Revolusi Islam.
Kata persatuan menjadi salah satu kata favorit dan paling sering dipakai oleh Imam Khomeini ra dan Ayatullah Khamenei baik di dalam negeri maupun di Dunia Islam. Persatuan Islam memiliki dua komponen utama yaitu; bersifat tetap dan transhistoris, dan unsur yang dimanis sesuai dengan tuntutan kondisi kaum Muslim dan Dunia Islam. Unsur-unsur tetap mencakup al-Quran dan sunnah Rasulullah Saw yang disepakati oleh seluruh kaum Muslim dan keduanya berlaku di sepanjang sejarah Islam.
Dalam sejarah, perjuangan membela Islam kadang bisa menjadi modal untuk memperkuat solidaritas dan persatuan kaum Muslim. Selama Perang Salib, ada sebuah faktor persatuan yaitu perjuangan membela kedaulatan wilayah Islam dari rongrongan musuh. Penolakan imperialisme dan perlawanan terhadap kaum imperialis juga menjadi unsur lain pemersatu umat Islam.
Di era modern selain komponen-komponen yang tetap tadi, kita juga harus menemukan unsur-unsur lain yang dimanis sebagai perekat persatuan Dunia Islam dan kaum Muslim. Dalam kondisi sekarang, persatuan diskursif merupakan faktor yang mendorong persatuan dalam artian diskursus tunggal Islam politik dan revolusioner. Unsur tersebut dewasa ini menjelma berupa persatuan duskursif dalam bentuk Kebangkitan Islam dan menjadi sebuah unsur penting kekuatan Dunia Islam.
Dalam kondisi sekarang, Kebangkitan Islam dan atau diskursus Kebangkitan Islam dan Islam politik-revolusioner dapat menjadi sebuah faktor persatuan Dunia Islam di hadapan interpretasi kelompok-kelompok lain tentang agama ini. Oleh sebab itu, golongan tertentu dengan politik dan pendekatan konfrontatif berusaha untuk menghapus unsur persatuan model ini. Padahal, gagasan itu bersifat komprehensif dan bisa mengantarkan semua pengikut mazhab-mazhab Islam kepada persatuan.
Demi melawan diskursus Kebangkitan Islam, musuh-musuh Islam telah mendukung dan memperkuat gerakan-gerakan takfiri dan terorisme di negara-negara Islam di wilayah Timur Tengah, Afrika Utara dan Afrika Barat. Momok menakutkan itu muncul dengan nama Al Qaeda, ISIS, Boko Haram, Front al-Nusra, dan lain-lain. Mereka menganggap kaum Muslim dari Sunni dan Syiah sebagai orang-orang murtad dan menghalalkan darahnya.
Mengenai kejahatan kelompok teroris dan takfiri, Ayatullah Khamenei mengatakan, “Tragisnya, tentara takfiri sekarang memiliki kehadiran aktif di beberapa negara regional, bahaya besar mereka bukan karena membunuh orang-orang tak berdosa, jelas ini juga sebuah kejahatan dan kasus besar, tapi bahaya besar adalah menyeret dua mazhab Syiah dan Sunni untuk berburuk sangka terhadap sesama, ini adalah sebuah bahaya yang sangat besar.”
Rahbar menilai pentingnya untuk mencegah penyebaran kebencian di tengah kaum Muslim oleh kelompok teroris dan takfiri. Beliau menuturkan, “Kita harus hentikan prasangka ini. Tidak ada dari pengikut Syiah yang beranggapan bahwa kelompok yang bersikap seperti itu dengan Syiah adalah orang-orang Sunni dan mereka harus dilawan. Demikian juga dengan Ahlu Sunnah. Untuk itu, semua harus waspada baik Syiah maupun Sunni.”
Sayangnya, beberapa negara di Dunia Islam – yang mengaku mengikuti ajaran al-Quran dan Rasulullah Saw – memainkan peran aktif untuk mendukung dan memperkuat gerakan-gerakan teroris dan takfiri. Padalah, al-Quran memerintahkan semua individu umat Islam untuk bersatu dan bergandengan tangan. “Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai…“ Berkenaan dengan ayat 103 surat Ali Imran ini, Ayatullah Khamenei menjelaskan, “Perintah ini untuk siapa? Perintah ini untuk kita, untuk bangsa Iran, untuk bangsa-bangsa Muslim di negara-negara Islam, dan untuk seluruh manusia yang meyakini Islam di seluruh penjuru dunia. Lalu, apakah kita akan melaksanakan perintah ini?”
Jelas bahwa fitnah di Dunia Islam dihembuskan dari luar geografi wilayah Islam di Eropa dan Amerika Serikat dengan menunggangi beberapa negara Muslim di Timur Tengah dan Afrika. Musuh berusaha menciptakan perang saudara di kawasan dengan menyebarluaskan ekstremisme. Mereka juga mengkampanyekan ideologi takfiri, di mana sebagian Muslim mengkafirkan saudaranya atas dasar interpretasi-interpretasi distorsif tentang ajaran Islam yang menyerukan perdamaian. Musuh ingin menjalankan program-program jangka panjangnya di kawasan tanpa harus kehilangan satu orang pun dari bala tentara Barat.
Para ulama, intelektual, dan cendekiawan dari seluruh mazhab Islam memikul tanggung jawab besar untuk menggagalkan konspirasi berbahaya musuh, yang ingin menciptakan perpecahan di tengah kaum Muslim dengan membesar-besarkan perbedaan parsial mazhab. Padahal, sisi kesamaan antara mazhab-mazhab Islam sangat banyak dan jauh lebih besar dari perbedaan mereka.
Keberadaan sosok suci Rasulullah Saw merupakan poin terpenting untuk mewujudkan persatuan. Seluruh kaum Muslim memiliki pandangan yang sama tentang kepribadian dan kedudukan tinggi Nabi Muhammad Saw serta ajaran-ajarannya. Penetapan Pekan Persatuan Islam dalam menyikapi dua riwayat yang berbeda tentang maulid Nabi Saw, juga dilakukan dengan memperhatikan persamaan-persamaan tersebut. Setelah menyaksikan kedudukan tinggi Rasulullah Saw di tengah umatnya, musuh-musuh Islam mulai melancarkan pelecehan dan berusaha untuk menjatuhkan kedudukan manusia agung ini serta menguji sensitivitas umat Islam.
Musuh mulai gencar memprovokasi isu perbedaan di antara mazhab-mazhab Islam dan melecehkan Rasulullah Saw. Mereka menjadikan unsur utama persatuan umat Islam sebagai poros kebijakan destruktifnya di tengah kaum Muslim. Oleh karena itu, para ulama dan cendekiawan Dunia Islam perlu meningkatkan upaya untuk memperkenalkan ajaran-ajaran Rasulullah Saw kepada kaum Muslim dan non-Muslim.
Agama Islam sama sekali tidak ada hubungannya dengan ideologi takfiri dan ekstrimisme. Sebaliknya, Islam adalah agama untuk membangun umat manusia, yang dibangun atas landasan rasionalitas dan logika. Belajar untuk mencapai keyakinan tentang prinsip-prinsip agama – yakni, tauhid, kenabian, imamah, keadilan, dan hari kiamat – merupakan bagian dari perkara wajib dan tidak bisa bertaklid. Lalu, bagaimana agama yang seperti ini dianggap sebagai penyebar ekstrimisme dan takfiri.
Masalah persatuan umat merupakan sebuah keharusan dan bagian dari kewajiban. Musuh dengan seluruh kapasitasnya sedang menjalankan politik adu domba dengan cara mendukung gerakan-gerakan takfiri dan terorisme demi memajukan tujuan-tujuannya. Satu-satunya jalan untuk melawan konspirasi itu adalah memberi pencerahan, menekankan unsur-unsur kesamaan mazhab, dan mengucilkan gerakan takfiri dan terorisme. Mereka adalah gerakan yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan Islam dan seluruh kejahatan mereka diseting dan didukung oleh Barat dan beberapa negara di kawasan. (IRIB Indonesia/RM)
source : irib