Indonesian
Thursday 28th of November 2024
0
نفر 0

HAKIKAT TELAGA KAUTSAR

إِنَّا أَعْطَيْناكَ الْكَوْثَرَ * فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَ انْحَرْ* إِنَّ شانِئَكَ هُوَ الْأَبْتَرُ… “Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak. Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berkorbanlah. Sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu dialah yang terputus.”[1] Kata kautsarكَوْثَر yang dalam bahasa arab berada pada timbangan kata atau wazn فَوْعَل bermakna “melimpah ruah, banyak. Berdasarkan beberapa riwayat, الكَوْثَر dalam ayat di atas mengandung arti “kebaikan yan
HAKIKAT TELAGA KAUTSAR

 

“Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak. Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berkorbanlah. Sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu dialah yang terputus.”[1]

Kata kautsarكَوْثَر yang dalam bahasa arab berada pada timbangan kata atau wazn فَوْعَل bermakna “melimpah ruah, banyak. Berdasarkan beberapa riwayat, الكَوْثَر dalam ayat di atas mengandung arti “kebaikan yang banyak dan melimpah.”
Suyuthi meriwayatkan dalam kitab al-Dur al-Mantsur bahwa surat ini turun ketika meninggalnya putra Rasulullah saw. Setelah wafatnya putra Nabi yang mulia tersebut, orang-orang yang memusuhi Rasululllah saw menghina dan merendahkan beliau. Mereka mengatakan Nabi saw sebagai abtar أبتر, yaitu orang yang terputus keturunannya. Suyuthi juga meriwayatkan bahwa ketika Rasulullah saw kembali dari pemakaman putranya, beliau berpapasan dengan Ash bin Wail dan anaknya, Umar bin Ash. Ash yang melihat beliau dari kejauhan berkata: “Aku akan hina dia.” Setelah Rasulullah saw dekat kepadanya, Ash berkata: “Akhirnya garis keturunanmu terputus.” Setelah itu turunlah ayat إِنَّ شانِئَكَ هُوَ الْأَبْتَرُ [2] Dalam riwayat lain Suyuthi menyebutkan bangsa Arab saat itu memiliki adat dan tradisi jika anak laki-laki dari seseorang meninggal dunia, maka masyarakat akan mengatakan “بَتْرَ فُلاَن” (si fulan telah terputus keturunannya).[3]

Mengenai apa yang dimaksud al-kausar, terdapat lebih dari 26 pendapat.[4] Diantaranya kautsar dimaknai sebagai kebaikan yang banyak, keturunan yang banyak, sungai yang mengalir di surga, al-Quran dan keutamaannya, ulama umat Rasulullah saw, dan lain lain.

Banyak dari riwayat yang menyebutkan al-kautsar sebagai sebuah sungai di surga yang dimiliki Rasulullah saw, Imam Ali as dan para pecintanya. Hal ini karena sekalipun al-kautsar diberikan kepada Rasulullah saw, namun keberkahan sungai ini juga menyelimuti Imam Ali as dan semua pecinta Ahlulbait as.[5]

Furat Kufi dengan sanadnya meriwayatkan dari Imam Baqir as bahwa Rasulullah saw berkata kepada Imam Ali as: “Wahai Ali, kautsar adalah sebuah sungai yang mengalir di bawah Arasy Allah. Wahai Ali, demi Allah, kautsar bukan hanya untukku, akan tetapi untukku, untukmu dan untuk para pecintamu sepeninggalku nanti.”[6] Riwayat ini tercantum juga dalam kitab Imali Syeikh Mufid, Imali Syeikh Thusi dan Bisyarat al-Mushtafa yang diriwayatkan oleh Sa’di bin Jabir dari Ibnu Abbas.
Meskipun secara nash sharih (eksplisit) tidak ada riwayat yang menyebutkan kautsar adalah Fathimah Azzahra as, namun dengan memperhatikan kondisi turunnya surat al-Kautsar dan dalil yang dipahami dari ayat terakhir surat ini, jelas yang dimaksud dengan kautsar adalah banyaknya keturunan yang dianugerahkan oleh Allah kepada Rasulullah saw.[7] Di sini sangat jelas diketahui bahwa keturunan Rasulullah saw hanya berasal dari jalur Fathimah Azzahra as. Meskipun adanya usaha keras dari para musuh untuk memutus rantai keturunan Rasulullah saw ini namun keturunan suci beliau tetap tersebar di seluruh dunia.

والأُمَّةُ مُصِرَّةٌ عَلىَ مَقْتِهِ مُجْتَمِعَةٌ عَلىَ قَطِيْعَةِ رَحِمِهِ وَإِقْصَاءِ وُلْدِه8

Ibnu Syahr Asyub menulis tentang ayat
إِنَّا أَعْطَيْناكَ الْكَوْثَرَ: “Kautsar adalah mubalaghah dalam hal banyak. Yakni banyaknya anak keturunan Rasulullah saw”.[9] Tharihi dalam Majma al-Bahrain menulis: “Dikatakan bahwa maksud dari kautsar adalah keturunan dan anak, dan dalam hal ini mengenai keturunan Rasulullah saw melalui anak-anak Fathimah Azzahra as. Karena jumlah mereka tidak terhitung dan generasi keturunan mereka terus bersambung sampai hari kiamat.”[10]

Fathimah Azzahra as adalah kebaikan yang melimpah anugerah Allah swt kepada Rasulullah saw. Keturunan Fathimah ini memenuhi dan menghiasi alam dunia. Fathimah Azzahra as adalah sungai surgawi yang cahaya dan keberkahannya menyelimuti suaminya, Ali bin Abi Thalib, dan seluruh pecinta serta pengikut beliau.

Surga sebagai perwujudan kebaikan keindahan ilahi, ilmu dan pengetahuan rabbani disebutkan tercipta dari cahaya Ahlulbait as. Semua kenikmatan di dalamnya merupakan pancaran dari cahaya ilahi. Sifat-sifat yang muncul dari air dan sungai-sungai surga hakikatnya adalah cahaya-cahaya ilmu dan pengetahuan sumber kehidupan yang memancar dari keutamaan para imam maksum as. Mereka adalah sumber dari mata air-mata air kehidupan.

Diriwayatkan dari Abu Bashir dan Buraid Al-‘Ajali bahwa mengenai surat Jin ayat 16:

وَ أَنْ لَوِ اسْتَقامُوا عَلَى الطَّريقَةِ لَأَسْقَيْناهُمْ ماءً غَدَقاً

“Dan bahwasanya jikalau mereka tetap berjalan lurus di atas jalan itu (agama Islam), benar-benar Kami akan memberi minum kepada mereka air yang segar (rizki yang banyak)],” Imam Shadiq as berkata: “Yang dimaksud dengan الطريقة adalah wilayah (ولاية)dan لَأَسْقَيْناهُمْ ماءً غَدَقاً adalah kami akan memberikan kepada mereka ilmu yang banyak yang didapat dari para imam as.”[11]

Riwayat dari Furat Kufi menyebutkan sungai kautsar mengalir di bawah Arasy Allah. Kulaini meriwayatkan bahwa Amirul Mukminin ketika berkata kepada Jatsaliq menyebut Arasy dengan “Maqom ilmu Allah yang dibebankan oleh Allah kepada para pengembannya.[12] Oleh karena itu, Arasy adalah maqom ilmu Allah swt. Semua ilmu dan pengetahuan makhluk yang ada di alam merupakan perwujudan dan manifestasi ilmu Allah. Begitupun sungai kautsar sebagai maqom ilmu para imam makshum bersumber dari Arasy yang merupakan ilmu Allah swt. Sementara hakikat mata air dan sungai-sungai kehidupan ini adalah ilmu dan hakikat-hakikat yang ada pada rumah kenabian yang terpancar kepada seluruh nabi, para kekasih Allah dan orang-orang saleh. Mereka memberi minum para pecinta dan pengikutnya masing-masing dari air-air ini.

Syeikh Shaduq meriwayatkan dari Mujahid dari Ibnu Abbas dan juga dari Musallamah bin Khalid dari Imam Shadiq as dari Imam Baqir as mengenai ayat “Sesungguhnya orang-orang yang berbuat kebajikan minum dari gelas (berisi minuman) yang campurannya adalah air kafur. (Yaitu) mata air (dalam surga) yang darinya hamba-hamba Allah minum, yang mereka dapat mengalirkannya dengan sebaik-baiknya.”[13] bahwa mata air ini berada pada rumah Nabi saw yang mengalir ke rumah-rumah para nabi dan orang-orang mukmin.[14]

Syeikh Shaduq juga meriwayatkan dengan sanadnya dari Imam Shadiq as bahwa Amirul Mukminin as berkata: “Kami menutup telaga kautsar atas musuh-musuh. Dan kami memberi minum para pecinta dan pembela kami dengan telaga ini. Barang siapa minum seteguk dari air ini maka tidak akan merasa haus selamanya.”[15] Fathimah Zahra as adalah telaga kautsar, dimana para penghuni surga dan kekasih Allah akan minum dari sumber air yang penuh dengan keutamaan dan keberkahan ini.

Allamah Hasan Zadeh Amuli menyebutkan: “Kautsar adalah mata air di surga dimana seluruh sumber air surga berasal darinya….Fathimah as adalah kautsar dimana seluruh sungai ilmu dan pengetahuan bersumber darinya. Pada peristiwa Karbala, yang tersisa dari keluarga Ahlulbait hanyalah Imam Zainal Abidin as dan putranya Imam Baqir as yang pada saat itu ikut hadir di Karbala dalam usia empat tahun. Dan alam mengambil berkah dari pohon thuba (keutamaan) wilayah ini.”[16]

Seluruh mata air yang mengalir di surga adalah ilmu dan pengetahuan yang berasal dari Ahlulbait as yang kemudian mengalir kepada para pecinta dan pengikut Ahlulbait as. Telah disebutkan bahwa cahaya dan pelita yang menerangi surga berasal dari Fathimah dan Amirul Mukminin as. Pohon thuba yang merupakan pohon kebaikan penuh berkah berasal dari rumah Nabi saw dan Amirul Mukminin as memberikan naungan di seluruh surga. Tidak ada sebuah tempat serta bangunan pun di surga kecuali sebuah cabang dari pohon thuba tersebut melintasinya. Setiap rumah di surga terhubung kepada pohon keberkahan ini. Menurut riwayat, pohon thuba muncul setelah pernikahan Amirul Mukminin dengan Fathimah Azzahra as dan merupakan mahar (mas kawin) pernikahan tersebut. Rasulullah saw bersabda: “Allah telah memberikan thuba sebagai mahar Fathimah dan pohon ini ada di dalam rumah Ali bin Abi Thalib.”[17]

Ali bin Ibrahim Qummi meriwayatkan dari Imam Shadiq as dari ayahnya bahwa Rasulullah saw bersabda: “Ketika aku memasuki surga, aku melihat pohon thuba yang akarnya bersumber dari rumah Ali as. Tidak ada istana serta bangunan di surga kecuali cabang-cabang dari pohon thuba melintasinya. Sumber dan akar dari pohon ini adalah sebuah sungai yang mengalir dimana terdapat empat cabang sungai yang bersumber dan mengalir darinya.[18]

Syazan bin Jibril dalam hadis mufakharah meriwayatkan dari Fathimah Azzahra as yang berkata: “Aku adalah sumber dimana sungai-sungai air, susu, arak dan madu di surga berasal dariku.”[19]

Berdasarkan uraian di atas, Fathimah Azzahra as adalah sebuah misykat dimana seluruh cahaya putra-putranya yang suci memiliki tempat dalam wujud beliau. Hati beliau yang bercahaya memancar kepada para imam dan seluruh alam. Fathimah Azzahra adalah kautsar yang semua mata air kehidupan ilmu ilahiyah dan air pertolongan para imam as berasal dari hadiah ilahi ini. Fathimah Azzahra adalah pohon keberkahan dimana para imam makshum merupakan cabang dan dahannya serta seluruh pengikutnya adalah daun-daunnya. Ilmu-ilmu dan pengetahuan para imam makshum adalah buah dan hasil dari pohon keberkahan ini.

Jadi, hijau, rimbun dan indahnya surga berhubungan dengan pohon thuba yang merupakan pohon wilayah dan cinta Imam Ali as dan Fathimah Azzahra as yang penuh berkah ini. Semua sungai yang mengalir di surga yang hakikatnya adalah ilmu dan pengetahuan ilahi semuanya bersumber dari pohon thuba.

Apakah Rasululah saw masih dikatakan “abtar”, sementara terdapat wujud kautsar yang airnya memberi kehidupan pada setiap orang yang baik dan dekat dengan Allah? []

CATATAN :
[1] QS. Al-Kautsar, ayat 1-3
[2] Al-dur Al-Mantsur, jil 6, hal 404
[3] Idem; Tafsir Al-Qummi, jil. 2, hal. 445; Tafsir Al-Shafi, jil. 5, hal. 383
[4] Al-Mizan, jil. 20, hal. 638
[5] Al-Dur Al-Mantsur, jil. 6, hal. 401; Imali Syeikh Mufid, hal. 294; Imali Syeikh Thusi, hal. 69; Bisyarat Al-Mushtafa, hal. 5; Bihar Al-Anwar, jil. 8, hal. 27
[6] Tafsir Furat Al-Kufi, hal. 609; Bihar Al-Anwar, jil. 8, hal. 27
[7] Allamah Thabathabai dalam menjelaskan surat ini menyebutkan: “Dengan dipahaminnya kata أبتر yang secara zahir bermakna terputusnya keturunan dan dengan dipahaminya ayat إِنَّ شانِئَكَ هُوَ الْأَبْتَرُ bagian dari bab hashr qalbi (pembatasan/pengkhususan), maka dapat dipahami bahwa yang dimaksud kautsar adalah banyaknya keturunan yang dikaruniakan Allah kepada Nabi saw (juga berkah yang terdapat pada keturunan beliau). Atau yang dimaksud adalah kebaikan yang banyak dan juga keturunan yang banyak. Dan banyaknya keturunan adalah salah satu wujud dari kebaikan yang banyak. Maka jika yang dimaksud bukan khusus masalah keturunan, adanya kata cÎ) dalam ayat إِنَّ شانِئَكَ هُوَ الْأَبْتَرjelas tidak bemanfaat. Karena cÎ) selain bermakna pemastian dan pengkhususan, juga memberi makna “sebab”. Dan di sini menjadi tidak bermakna jika dikatakan “kami telah memberi telaga kepadamu, karena kamu dikatakan terputus keturunan atau tidak mengetahui berita”. Banyak juga riwayat yang menyebutkan surat al-Kautsar adalah jawaban terhadap seseorang yang menghina Nabi sebagai yang terputus keturunannya dan hinaan ini tepat ketika putra Nabi saw meninggal dunia. Maka dengan penjelasan ini jelaslah tidak bermaknanya perkataan mufasir yang mengatakan: “Yang dimaksud أبتر oleh orang yang menghina Nabi yaitu terputus dari masyarakat atau terputus dari kebaikan, dan Allah dalam firman-Nya mengatakan orang itu sendiri yang terputus dari segala sesuatu”. Tafsir Al-Mizan, jil. 20, hal. 638
[8] Iqbal Al-Amal, hal. 296; Bihar Al-Anwar, jil. 99, hal. 106
[9] Al-Manaqib, jil. 2, hal 195
[10] Majma Al-Bahrain, jil. 3, hal. 469
[11] Ta’wil Ayat Al-Dhahirah, hal. 703; Bihar Al-Anwar, jil. 24, hal. 29; Tafsir Al-Shafi, jil. 5, hal. 236; Dalam riwayat Kafi dari Imam Baqir as disebutkan bahwa maksud
ماءً غَدَقاً adalah iman. Al-Kafi, jil. 1, hal. 419
[12] Al-Kafi, jil. 1, hal. 129; Irsyad Al-Qulub, jil. 2, hal. 308
[13] QS. Al-Insan, ayat 5 dan 6
[14] Al-Imali Lisshaduq, hal. 257; Bihar Al-Anwar, jil. 35, hal. 240
[15] Al-Khishal, jil. 2, hal. 624; Tafsir Al-Shafi, jil. 5, hal. 383
[16] Syarh Fashl Fathimah, hal. 265
[17] Al-Imali Lisshaduq, hal. 287; Tafsir Al-‘Ayasyi, jil. 2, hal. 211; Al-Manaqib, jil. 3, hal. 235; Raudhat Al-Wa’idhin, jil. 1, hal. 146
[18] Tafsir Al-Qummi, jil. 2, hal. 336; Tafsir Al-Shafi, jil. 5, hal. 23
[19] Al-Fadhail, hal. 80


source : alhassanain
0
0% (نفر 0)
 
نظر شما در مورد این مطلب ؟
 
امتیاز شما به این مطلب ؟
اشتراک گذاری در شبکه های اجتماعی:

latest article

Apa makna makar Tuhan yang disebutkan dalam al-Qur'an?
Pesan Imam Husain as
Masalah Air di Karbala
Aksi Simpatik Muslim Inggris Memperkenalkan Imam Husain as di London
Sejarah Syiah: Sejak Zaman Rasulullah SAW sampai Abad 14 H
Kisah Salman al Farisi Mencari Kebenaran
Kenapa Nabi Saw pertama kali berdakwah secara sembunyi-sembunyi?
Sayidah Fathimah dalam Ucapan Amirul Mukminin
Semua Di Hadapan Amirul Mukminin Sejajar
Makna “al-Qurba” pada ayat 23 surah Syura

 
user comment