Indonesian
Thursday 18th of July 2024
0
نفر 0

Kepekaan Tunggang Atas Penistaan Prinsip dan Sakralitas di Indonesia

Jaman wis kuwalek" (jaman sudah terbalik). Begitu kata orang Jawa menyifati kerancuan kondisi dan keadaan. Betapa tidak, ketika orang seperti Sam Bacile dengan mudah menistakan sosok yang paling suci dan mulia dalam Islam yaitu Muhammad Rasulullah Saw, banyak negara di
Kepekaan Tunggang Atas Penistaan Prinsip dan Sakralitas di Indonesia

Jaman wis kuwalek" (jaman sudah terbalik). Begitu kata orang Jawa menyifati kerancuan kondisi dan keadaan. Betapa tidak, ketika orang seperti Sam Bacile dengan mudah menistakan sosok yang paling suci dan mulia dalam Islam yaitu Muhammad Rasulullah Saw, banyak negara di Eropa yang telah menentukan hukuman berat bagi siapa saja yang menyoal atau bahkan meragukan jumlah korban tewas di pihak kaum Yahudi pada Perang Dunia Kedua.
 


Barat dengan gampang merestui penistaan terhadap agama, yaitu masalah transendental yang paling fundamental dalam proses pembentukan keyakinan, watak dan karakter manusia dalam hidupnya. Lampu hijau mereka nyalakan dalam hal ini setelah didukung dengan justifikasi "kebebasan berpendapat." Namun pada saat yang sama, Barat tidak dapat menolerir asas kebebasan berpendapat ketika ada pihak yang menyoal keotentikan Holocaust. Jangankan menyoal pokok permasalahannya, meragukan jumlah korban kaum Yahudi di Perang Dunia II saja sudah cukup untuk mengundang masalah serius termasuk ancaman penjara.
 


Para ahli sejarah Barat di lingkungan akademis pun harus berhati-hati ketika menulis tentang Holocaust. Meski seandainya di sejumlah negara tidak ada undang-undang yang melarang pengingkaran Holocaust, akan tetapi media massa rezim Zionis di Barat memiliki kekuatan sedemikian kuat yang mampu merusak masa depan dan nasib siapa pun yang mengingkari Holocaust.
 


Setelah revolusi di Perancis, sekulerisme telah menjadi salah satu pilar demokrasi paling penting di Barat sehingga batasan-batasan dalam agama dan sakralitas tidak mengekang masalah pemerintahan dan perundang-undangan. Akan tetapi sekarang, Holocaust telah menjadi isu paling sakral dan tabu di negara-negara Barat dan pengingkarannya disetarakan dengan tindak kriminal.
 


Dengan demikian, meski Sekulerisme telah menyingkirkan skralitas dan kesucian agama dalam bangunan masyarakat Barat, akan tetapi sejumlah ketabuan made in human telah sedemikian rupa mengobok-obok tatanan di sana yang bahkan tidak pernah dilakukan oleh gereja-gereja abad pertengahan.
 


Buktinya adalah vonis penjara terhadap mendiang Profesor Roger Garaudy, dengan tuduhan menyoal keotentikan Holocaust dalam karya tersohornya; The Founding Myths of Modern Israel. Masih banyak lagi kasus seperti ini di Barat. Vonis terhadap Garaudy tidak berbeda dengan hukuman terhadap Galileo Galilei yang berpendapat bahwa bumi berputar.
 


Larangan Pengingkaran Holocaust
 


Saat ini tercatat 16 negara yang menyisipkan larangan pengingkaran terhadap Holocaust dalam undang-undang mereka. Negara-negara tersebut konon paling pionir dalam menujung tinggi nilai-nilai kemanusiaan dan kebebasan yaitu, Austria, Belgia, Kanada, Republik Ceko, Perancis, Jerman, Hungaria, Liechtenstein, Lithuania, Luxemburg, Belanda, Polandia, Portugal, Rumania, Slovakia dan Swiss. Selain itu, rezim Zionis Israel juga telah mengharamkan pengingkaran atau bahkan keraguan pada bagian mana saja dari fakta rekayasa di era Perang Dunia II itu.
 


Di Uni Eropa, di dalam undang-undang anti-rasisme disebutkan bahwa segala bentuk penolakan atau peremehan secara sengaja terhadap kejahatan genosida di seluruh negara anggotanya harus ditindak dengan pasal-pasal pidana.
 


Dengan demikian, 27 negara yang tidak termasuk dalam list 16 negara di atas, berkewajiban untuk menindak oknum yang menyoal keotentikan Holocaust karena Uni Eropa telah menetapkan Holocaust sebagai fakta genosida yang telah merenggut nyawa enam juta kaum Yahudi pada Perang Dunia II.
 


Pada Februari 2010, Hungaria menetapkan ketentuan baru bahwa segala bentuk pengingkaran Holocaust termasuk tindak kriminal dan pelaku akan diancam hukuman tiga tahun penjara.
 


Di Austria, dalam satu butir dalam pasal Verbotsgesetz 1947 disebutkan:
 


"Siapapun dalam sebuah karya cetak, siaran atau media lain, atau siapa pun jika dalam kapasitas publik yang dapat diakses oleh banyak orang,
 menyangkal, melecehkan, membenarkan atau mencoba untuk membenarkan genosida Nazi atau kejahatan Nazi terhadap kemanusiaan, akan dipidana penjara selama satu tahun hingga sepuluh tahun?"
 


Jika kasus peningkaran terhadap Holocaust dianggap serius, maka ancaman hukuman penjara dinaikkan hingga 20 tahun.
 


Di Belgia misalnya, pada butir pertama undang-undang 23 Maret 1995 disebutkan bahwa pengingkar Holocaust akan dijerat hukuman delapan hari hingga satu tahun penjara dan diwajibkan membayar denda 5.000 franc. Dan masih banyak lagi negera-negara Barat yang menetapkan vonis pidana untuk para pengingkar fakta sejarah rekayasa ini.
 


Vonis terhadap Robert Faurisson dan Roger Garaudy (Perancis), Germar Rudolf (Jerman), Gerd Honsik dan David Irving (Austria), adalah di antara kasus terkenal pengingkaran terhadap Holocaust.
 


Logika Kuwalek di Nusantara Terkait Penistaan Atas Rasulullah Saw
 


Nabi Muhammad Saw, adalah manusia suci yang paling mulia dan terhormat dalam Islam. Bagi seorang Muslim, Rasulullah adalah teladan, teladan dan harga mati yang tidak bisa diganggu-gugat, diusik, apalagi dinistakan. Segala bentuk, ulah jahil terhadap sang pengemban risalah ini berarti pencorengan dan perusakan seluruh pilar-pilar keyakinan pada diri masing-masing Muslim.
 


Sebagai bangsa Muslim terbesar di dunia, tidak heran jika sikap dari umat Indonesia atas aksi penistaan terhadap sosok Rasulullah dalam film Innocence of Muslims karya Sam Bacile, sangat gigantic, dahsyat, bombastis, fenomenal, massif, atau apapun sebutannya. Namun kali ini sangat mengherankan sekali,  menyusul tidak adanya sikap atau reaksi  seperti yang diharapkan tadi. Di kancah internasional, bangsa Muslim Indonesia seakan tidak menunjukkan ketegasan menyikapi hal ini.
 


Masalah ini harus ditelusuri dari sumbernya yaitu para ulama dan tokoh agama di Indonesia dan bahkan pemerintah. Sikap masing-masing pihak tersebut akan menjadi landasan paten umat, warga, dan rakyat Indonesia. Kalau panglimanya saja sudah loyo, bagaimana mungkin para prajurit dapat tampil heroik di medan perang. Kalau pemimpinnya saja ga peduli, bagaimana mungkin pengikutnya akan menunjukkan sikap tegas.
 


Apakah ada faktor yang membedakan antara umat Islam di Indonesia dan di Timur Tengah, sehingga reaksi dari kedua pihak berbeda? Kita tidak sedang membicarakan aksi-aksi anarkis di sejumlah negara. Umat Islam di Indonesia tidak memerlukannya apalagi dengan budaya santun bangsa ini. Akan tetapi mari kita bertanya pada diri kita, apakah sikap umat Indonesia sudah cukup merefleksikan kemarahan dan kecaman atas penistaan terhadap Rasulullah Saw
 


Jumat (14/9/2012) Ketua PB NU, Said Aqil Siradj meminta agar umat Islam untuk tidak terprovokasi, munculnya film berjudul Innocence of Muslims di situs Youtube. Menurutnya umat Islam harus menahan diri agar tetap sabar dan tidak melakukan hal-hal anarkis.
 


Benar bahwa umat Islam jangan sampai terprovokasi dalam konteks tidak melakukan aksi-aksi anarkis. Namun, sangat disesalkan jika tokoh sekaliber Aqil Siradj, menilai aksi turun ke jalan-jalan tidak diperlukan dalam menghujat penistaan terhadap Rasulullah Saw. Pada saat yang sama, beliau tidak memberikan jalan keluar agar umat Islam dapat mengungkapkan kegeraman mereka, dengan notabene berpengaruh dan membuat para pelaku dan pihak mana pun yang terlibat dalam aksi penistaan tersebut jera.
 


Kalau "mengutuk" saja cukup membuat para penista itu jera, tentu saya tidak perlu menyusahkan diri turun ke jalan berdemo di bawah panas terik matahari, keringat dan terkadang sampai suara serak setelah berslogan! Anarkisme kudu dihindari, tapi jangan berdiam diri.
 


Perhatian media massa di manca negara, khususnya di negara-negara Islam di Timur Tengah dan Afrika, nyaris tersedot pada isu penistaan terhadap Rasulullah dan reaksi umat Islam. Sebaliknya di Indonesia, masalah ini hanya menjadi bagian judul di satu atau dua berita dari sederet berita manca negara.
 


Yang lebih mengherankan lagi, sebelumnya isu penyerangan terhadap warga Syiah di Sampang, Madura, yang solusinya sebenarnya sangat mudah, menjadi isu yang sedemikian penting dan urgen sehingga menyedot perhatian semua pihak bahkan dari pemerintah pusat, DPR, hingga pemerintah lokal. Masalah yang diklaim berawal dari percekcokan keluarga itu (Sunni-Syiah) itu, bahkan telah memaksa jajaran pejabat dalam kabinet menggelar rapat khusus. Aneh!
 


Di sisi lain, ketika pedoman, prinsip dan pokok keyakinan kolektif seluruh mazhab Islam dinistakan, reaksi yang muncul seakan mengesankan bahwa yang menjadi korban penistaan bukan Islam dan Rasulullah Saw, melainkan salah satu tokoh Muslim yang tidak terlalu penting.
 


Mari bersama-sama kita mempertajam kembali kepekaan kita! Wallahu a'lam


source : irib
0
0% (نفر 0)
 
نظر شما در مورد این مطلب ؟
 
امتیاز شما به این مطلب ؟
اشتراک گذاری در شبکه های اجتماعی:

latest article

Pentingnya Persaudaraan Ditengah Umat Islam
Nabi Muhammad SAW Dalam Kitab Suci Agama Hindu!
Imam Ali Menjemput Kesyahidan
Siapa Pembantai Imam Husayn dan pengikutnya di Karbala?
Kenalkah Kau dengan al Husain, Cucu Kesayangan Nabi?
Mengurai Makna Syair Sufi
15 Bagian Binatang Berkaki Empat yang Tidak Boleh Dimakan.
5 Shafar, Syahadah Sayidah Ruqayah as
Apakah ada dalam al-Quran sebuah ayat yang berbicara tentang estetika dan keindahan?
Membaca Salafi, Wahabi dan Khawarij

 
user comment