Biografi Sayyidah Fatimah as
Nama: Fatimah
Julukan Mashur: Az-Zahra
Kunyah (panggilan) Mashur: Ummu Abiha
Nama Ayah: Muhammad bin Abdullah
Nama Ibu: Sayyidah Khadijah
Tangggal Lahir: Jumat, 20 Jumadits Tsani dua tahun setelah diutusnya Nabi saw
Tanggal Pernikahan: 1 atau 6 Dzulhijjah 2 Hijriyah
Nama Suami: Ali bin Abi Thalib as
Nama Anak-anak: Imam Hasan, Imam Husain, Sayyidah Zainab dan Ummu Kultsum as
Tanggal Wafat: 75 hari setelah wafatnya Rasul saw di tahun 11 Hijriyah
Makam: Kemungkinan di Baqi`
Para ulama besar Syiah seperti Kulaini, Thabarsi dan Ibnu Syahr Asyub dalam kitab Kafi, A`lamul Waro dan Manaqib berpendapat bahwa Sayyidah Fatimah as lahir lima tahun setelah bi`tsah. Allamah Majlisi dalam Biharul Anwar, jilid 43, halaman 19 menukil semua pendapat ini.
Syaikh Thusi dalam kitab Misbahul Mutahajjid berkata bahwa beliau lahir dua tahun setelah bi`tsah. Para ulama Sunni berpendapat bahwa beliau lahir lima tahun sebelum bi`tsah. Namun, pendapat ini tidak sesuai dengan penolakan Nabi saw terhadap para pelamar dengan alasan usia putrinya yang masih kecil. Karena, bila lima tahun sebelum bi`tsah ditambah dengan 13 tahun risalah Nabi saw di Makkah, berarti ketika menikah di Madinah, Sayyidah Fatimah berusia di atas 18 tahun.
Pancaran Sinar Muhammad
Kisah pernikahan Imam Ali as dan Sayyidah Fatimah as penuh dengan keindahan seperti kisah perkawinan Rasul saw dan Sayyidah Khadijah as.
Ini adalah kisah pernikahan antara dua cahaya dan pernikahan yang penuh dengan berkah samawi. Setelah sekian abad, semua orang, bahkan non-Muslim, mengenal dua pribadi agung ini dan keutamaan mereka. Mungkin tidak perlu lagi kami sebutkan kisah kelahiran mereka. Riwayat dari Imam Shadiq as yang telah kami sebutkan di akhir kisah perkawinan Rasul saw dan Sayyidah Khadijah as cukup untuk menjelaskan kedudukan mereka.
Tiga tahun setelah peristiwa mi`raj Nabi saw, pada tanggal 20 Jumadits Tsani tahun kelima bi`tsah, ibunda para imam suci lahir dan cahayanya memenuhi bumi hingga langit. Para penghuni langit pun bersukaria menyambut kelahiran bayi mulia ini.
Nama-nama putri Nabi saw dan penjelasan maknanya akan menghabiskan berlembar-lembar kertas. Para sejarawan, sesuai dengan kemampuan mereka, telah menuliskan nama-nama putri Nabi saw dalam karya-karya mereka. Kitab-kitab seperti Biharul Anwar dipenuhi oleh cahaya nama-nama Fatimah as. Sayyid Abdur Razzaq Muqram dalam makalahnya menulis makna nama-nama Sayyidah Fatimah as dengan bersandarkan riwayat para imam ahlul bait. Salah satunya adalah riwayat dari Imam Shadiq as:
"Fatimah as mempunyai sembilan nama di sisi Allah SWT: Fatimah, Shiddiqah, Mubarokah, Thahirah, Zakiyah, Radhiyah, Mardhiyah, Muhaddatsah dan Az-Zahra`..."
Tidak ada satupun dari nama-nama ini yang tak memiliki makna yang dalam. Kita dapat mencari makna nama-nama ini di kitab-kitab para ulama. Supaya buku ini mendapatkan cahaya, akan kami sebutkan mengapa beliau dinamakan Az-Zahra. Imam Shadiq as berkata: "Ia dinamakan Az-Zahra karena ia bersinar tiga kali dalam sehari bagi Amirul Mukminin as; di waktu Shubuh ketika orang-orang tidur, cahaya putih menyebar dan memasuki rumah-rumah kaum Muslim. Mereka keheranan melihat hal ini dan bertanya kepada Nabi saw. Beliau lalu menyuruh mereka pergi ke rumah Fatimah as. Ketika mereka pergi ke rumahnya, mereka melihat Fatimah as sedang shalat dan cahaya memancar dari wajahnya. Mereka mengerti bahwa cahaya yang menyinari rumah mereka adalah cahaya Fatimah.
Di tengah hari, ketika Fatimah bersiap untuk shalat, wajah mulianya memancarkan cahaya kuning yang menyebar ke rumah penduduk Madinah hingga membuat wajah dan pakaian mereka berwarna kuning. Mereka datang menghadap Nabi saw dan menceritakan apa yang mereka lihat. Beliau lalu menyuruh mereka perrgi ke rumah putrinya. Sampai di sana, mereka melihat Fatimah sedang shalat di mihrabnya dan cahaya kuning memancar dari wajahnya. Mereka sadar bahwa cahaya yang mereka lihat adalah cahaya Fatimah as.
Ketika matahari tenggelam, dikarenakan kegembiraannya dan rasa syukurnya kepada Allah, wajahnya memerah bercahaya. Cahaya wajahnya kembali menyebar ke seluruh penjuru Madinah dan membuat halaman-halaman rumah penduduk Madinah bercahaya. Mereka kembali datang menemui Nabi saw dan menanyakan sebabnya. Beliau kembali menyuruh mereka pergi ke rumah Fatimah as. Di sana, mereka menyaksikan Fatimah sedang bertasbih dan wajahnya memerah bercahaya.
Cahaya ini selalu memancar dari wajahnya sampai ia melahirkan Husain as dan berpindah kepadanya. Cahaya itu akan tetap memancar dari wajah-wajah kami ahlul bait sampai hari kiamat.
Ketika Sayyidah Fatimah as lahir, semua saudara perempuannya telah menikah. Namun, suami-suami mereka tidak memperlakukan mereka sebagaimana mestinya. Hanya Abul Ash bin Rabi`, keponakan Sayyidah Khadijah, menantu yang layak bagi Nabi saw. Tapi, karena ia tetap dalam keadaan musyrik sampai penaklukan Makkah, ia menyebabkan berbagai kesulitan bagi Zainab putri Nabi seperti yang telah disebutkan oleh para sejarawan. Saudarinya yang lain, Ummu Kultsum meninggal di tahun tujuh atau sembilan Hijriyah.
Ya, Fatimah putri Nabi saw yang paling kecil menyaksikan kematian saudari-saudarinya yang menggantikan kedudukan ibunya. Ia harus mengisi tempat kosong saudari-saudarinya setelah mereka meninggal. Dengan kondisi ini, putri Khadijah yang dipanggil ayahnya dengan sebutan Ummu Abiha ini, bisa dipastikan sangat disayang oleh ayahnnya. Apabila dalam situasi tertentu di Makkah dan Madinah, Nabi saw memberikan putri-putrinya kepada Abul Ash dan Utsman, maka berkaitan dengan Fatimah, Allah dan Nabi-lah yang mengambil keputusan. Mungkin Allah berkehendak untuk menghilangkan kesedihan Nabi saw dengan memilihkan menantu yang sesuai bagi putrinya. Para pembesar Quraisy menghasut Abul Ash dan Utbah bin Abu Lahab untuk menceraikan putri-putri Nabi saw (Zainab dan Ruqayyah) hingga beliau akan menemui kesulitan dalam menghidupi putri-putrinya. Namun, Abul Ash tidak menghiraukan hasutan mereka dan tetap setia kepada istrinya. Kesetiaannya ini kelak membuahkan keimanannya dan ia mempunyai seorang putri bernama Amamah yang kelak diperistri oleh Imam Ali as. Adapun anak Abu Lahab, ia menceraikan istrinya atas hasutan para musyrikin Quraisy.
Khatib al-Baghdadi dalam Tarikh Baghdad menulis: "Ibnu Abbas berkata: Aku dan ayahku sedang duduk bersama Rasul saw ketika Ali as masuk dan mengucapkan salam. Rasul saw menjawab salamnya dan menampakkan kegembiraannya atas kedatangan Ali as. Beliau bangkit dari duduknya, memeluk Ali dan mencium antara dua matanya lalu mendudukkannya di sampingnya. Ayahku berkata, "Wahai Rasulullah, apakah engkau mencintai Ali?" Beliau menjawab," Wahai paman, demi Allah, Dia lebih mencintai Ali dibanding diriku, karena Dia menjadikan keturunan setiap nabi dalam sulbi mereka, namun Ia menjadikan keturunanku dalam sulbi Ali (karena Fatimah as hanya putri beliau yang masih hidup dan semua putra beliau telah meninggal). "
Kandungan riwayat ini dinukil oleh :
1. Kharazmi dalam Manaqib, halaman 229.
2. Muhibbuddin Thabari dalam Dzakhairul Uqba.
3. Humawaini dalam Faraidus Simtain.
4. Dzahabi dalam Mizanul I`tidal.
5. Ibnu Hajar dalam Showaiqul Muhriqoh.
6. Muttaqi Hindi dalam Muntakhab Kanzul Ummal.
7. Qanduzi dalam Yanabiul Mawaddah.
Tsalabi saat menafsirkan ayat ke-4 surat At-Tahrim berkata bahwa yang dimaksud dengan sholihul mukminin adalah Ali bin Abi Thalib as.
1. Pernikahan Imam Ali as dengan Sayyidah Fatimah as
Pernikahan antara dua manusia suci ini berlangsung pada tahun kedua Hijriyah. Semua syarat pernikahan putri Nabi saw telah terpenuhi. Banyak orang yang berniat mengambil Fatimah as sebagai istrinya dan menjadikannya sebagai bagian dari keutamaan mereka. Dengan berbagai cara, mereka ungkapkan keinginan mereka kepada Nabi saw. Abu Bakar dan Umar mengedepankan persahabatan mereka dengan Nabi saw dan menyebutkan keutamaan mereka untuk mengambil hati beliau. Namun, Nabi saw menolak lamaran mereka.
Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa setelah lamaran mereka ditolak Nabi saw, mereka datang menemui Imam Ali as dan mendorong beliau untuk melamar Fatimah as. Dalam riwayat lain dikatakan bahwa yang mendorong Imam Ali as untuk melamar putri Nabi saw adalah Sa'ad bin Muadz.
Riwayat lain menyebutkan bahwa Nabi saw sendiri yang menanyakan kepada Imam Ali as tentang niatnya untuk menikah dengan Sayyidah Fatimah as dan menjelaskan tugas yang diembannya dari Jibril as untuk menikahkannya dengan putrinya. Namun, dalam riwayat lain, demikian disebutkan:
Imam Ali as pergi sendiri menghadap Nabi saw untuk melamar Fatimah as. Ia sangat malu untuk mengutarakan niatnya hingga Nabi saw dengan raut muka gembira bertanya kepadanya, "Untuk apa kau datang? Sepertinya kau datang untuk melamar Fatimah?"
"Benar wahai Rasulullah!"
"Sebelum kau, banyak orang telah datang kepadaku dengan niat sama. Tapi setiap kali aku berunding dengan Fatimah, ia tidak menjawab lamaran mereka. Aku pun ridha dengan apa yang diridhai olehnya. Tunggulah sebentar supaya aku memberitahu Fatimah tentang niatmu."
Nabi saw datang menemui putrinya dan berkata kepadanya, "Anakku, Ali anak pamanku datang melamarmu. Dia bukan orang asing bagimu dan kau sudah tahu keutamaannya. Ia ingin menjadikanmu sebagai istrinya. Apa pendapatmu?"
"Wahai Rasulullah, engkau lebih berhak untuk memberi pendapat."
"Anakku, sesunguhnya Allah telah mengizinkanmu menikah dengannya."
Sambil tersenyum gembira, Fatimah berkata, "Aku ridha dengan apa yang diridahi oleh Allah dan Rasul-Nya." (Dalam riwayat lain disebutkan bahwa Fatimah as berkata, "Aku rela Allah sebagai Tuhanku dan ayahku sebagai Nabiku dan putra pamanku sebagai suamiku.")
Nabi saw lalu datang menemui Ali as dan mengabarkan persetujuan putrinya. Beliau bertanya, "Wahai Ali, putriku setuju untuk menikah denganmu. Mahar apa yang hendak kau berikan kepadanya?"
"Ayah dan ibuku sebagai tebusanmu wahai Rasulullah, engkau sendiri tahu keadaan hidupku. Semua hartaku hanyalah sebilah pedang, baju besi dan seekor unta."
"Wahai Ali, pedangmu akan kau gunakan untuk berjihad dan untamu akan kau gunakan untuk mengambil air dan mengangkut barang. Karena itu, juallah baju besimu."
Imam Ali as lalu pergi menjual baju besi yang merupakan ghanimah dari perang Badar seharga 380 atau 500 Dirham dan menyerahkan uangnya kepada Nabi saw. Beliau membaginya menjadi tiga bagian:
1. Sepertiga untuk membeli perlengkapan rumah.
2. Sepertiga untuk minyak wangi.
3. Sisanya beliau serahkan kepada Ummu Salamah sebagai amanat. Menjelang malam pernikahan, beliau menghadiahkannya kepada Imam Ali as hingga ia bisa menyiapkan walimah pernikahan. (Sahabat-sahabat Imam Ali as pun memberi bantuan kepada beliau untuk acara walimah seperti yang disebutkan oleh Abul Futuh Ar-Razi dalam tafsirnya jilid 14, halaman 261).
Nabi saw menyuruh sebagian sahabatnya untuk menyiapkan perlengkapan rumah putri tercintanya. Ada beberapa versi tentang nama-nama para sahabat yang disuruh Nabi saw untuk membeli perkakas rumah Fatimah as. Mungkin beliau menyerahkan urusan alat-alat rumah kepada ahlinya. Misalnya, nama Ummu Aiman disebutkan dalam riwayat-riwayat ini.
Abu Bakar, Ammar Yasir, Bilal Habsyi dan Salman Al-Farisi pergi ke pasar untuk menyiapkan perlengkapan rumah bagi dua kekasih Nabi saw ini. Sebagian sejarawan menyebutkan bahwa Miqdad nin Aswad Al-Kindi juga termasuk para sahabat yang menyiapkan perkakas rumah Ali as. Sebagian yang lain tidak menyebutkan nama mereka. Alhasil, para sahabat melaksanakan tugas mereka dan membawa barang-barang yang mereka beli kepada Nabi saw. Beliau membolak-balikkan barang-barang itu dan bersabda, "Semoga Allah memberkati penghuni rumah ini." Atau beliau bersabda, "Ya Allah, berkatilah kaum yang sebagian besar barang mereka terbuat dari tanah liat."
Mereka yang sebelumnya datang melamar Fatimah dan ditolak oleh Nabi saw, kembali datang menemui beliau dan berkata, "Kenapa Anda menikahkan Fatimah dengan Ali dengan mahar sedikit." Beliau menjawab, "Bukan aku yang menikahkan mereka. Tapi Allah-lah yang menikahkan mereka di malam mi`raj di dekat Shidratul Muntaha. Aku manusia seperti kalian. Aku menikah dengan wanita di antara kalian dan aku nikahkan putriku dengan kalian. Tapi, aku tidak dapat mengambil keputusan berkaitan dengan Fatimah, karena perintah pernikahannya datang dari langit."
Banyak orang yang memiliki pikiran Jahiliyah Pada waktu itu, tanpa melihat kelayakan-kelayakan menantu Nabi saw, para wanita Quraisy mencela Fatimah karena ia menikah dengan lelaki miskin. Fatimah as datang menghadap Nabi saw sambil menangis dan mengadukan ucapan mereka kepada ayahnya. Beliau bersabda, "Wahai Fatimah, apakah kau tidak ridha aku nikahkan kau dengan orang yang lebih dahulu masuk Islam, paling berilmu dan paling bijak?" Fatimah menjawab, "Aku ridha dengan apa yang diridhai Allah dan rasulnya."
Barangkali Fatimah as tidak mengetahui lamaran Abdurrahman bin Auf dan Utsman bin Affan yang datang melamarnya dengan motivasi tertentu. Anas bin Malik berkata, "Suatu hari, Abdurrahman bin Auf dan Utsman bin Affan yang lebih terkenal di antara sahabat, datang ke rumah Rasulullah saw. Abdurrahman berkata kepada beliau, "Wahai Nabi, nikahkanlah putrimu denganku! Aku akan memberinya mahar seratus unta hitam bermata biru dan semuanya adalah unta Mesir yang sedang hamil. Selain itu, aku akan tambahkan sepuluh ribu Dinar." Utsman berkata, "Akupun siap memberi sejumlah itu. Lagi pula, aku lebih dahulu masuk Islam ketimbang Abdurrahman." Tapi Rasulullah saw menolak lamaran mereka.
Kekuasaan tidak akan kekal bagi siapapun
Tidak bagi Kaisar dan tidak bagi Kisra
( Berlanjut!!!...... )
source : alhassanain