Indonesian
Monday 22nd of July 2024
0
نفر 0

Spirit Cinta Penghulu Para Syuhada

Perjuangan Sayyidina Husain atau yang biasa juga dikenal dengan Imam Husain, cucu Nabi, di Karbala bukanlah romantika sejarah, tapi spirit yang mengandung pesan universal dalam kebaikan, kebenaran, kasih-sayang, dan cinta. Kurang lebih itulah gagasan yang ingin disampaikan dalam buku Hikmah Abadi Revolusi Imam Husain yang dieditori oleh Dr. Husain Heriyant
Spirit Cinta Penghulu Para Syuhada

Perjuangan Sayyidina Husain atau yang biasa juga dikenal dengan Imam Husain, cucu Nabi, di Karbala bukanlah romantika sejarah, tapi spirit yang mengandung pesan universal dalam kebaikan, kebenaran, kasih-sayang, dan cinta. Kurang lebih itulah gagasan yang ingin disampaikan dalam buku Hikmah Abadi Revolusi Imam Husain yang dieditori oleh Dr. Husain  Heriyanto.

Gagasan ini nyaris dapat ditemukan dalam keseluruhan kandungan buku, sejak dari prolog, isi, dan epilog buku ini. Tujuhbelas artikel di dalamnya yang ditulis dengan beragam perspektif, mulai dari historis, sosio-kultural, politik, religio-teologis, dan filosofis-sufistik, nyaris tidak pernah alpa dari nilai-nilai kebaikan, kebenaran, kasih-sayang, dan cinta yang diabstraksi dari sejarah perjuangan Imam Husain.

Mayoritas penulis yang terlibat penulisan buku ini adalah tokoh, peneliti, dan cendekiawan Islam dari dalam negeri dan tiga penulis lainnya dari luar negeri. Sehingga menjadikan buku ini merupakan buku pertama sekaligus, boleh jadi, satu-satunya buku yang mengulas tentang Imam Husain dari beragam penulis dan beragam perspektif.

Buku yang terbit tepat di bulan Muharam ini—bulan saat cucu Nabi Muhammad Saw ini dibantai oleh segerombolan orang yang mengaku Islam, tapi sejatinya mempermainkan dan merendahkan nilai-nilai universal dari ajaran agama ini—setidaknya memiliki tiga penjelasan penting yang patut dicatat.

Pertama, kisah perjuangan Sayidina Husain dalam hikayat Melayu. Kisah seputar kesyahidan dan perjuangan Sayidina Husain—sosok yang dihormati, diagungkan, dan dicintai Nabi dan beliau meminta umatnya berlaku sama pada cucunya ini—melawan tirani di zamannya sudah berabad-abad lamanya dikenal di Indonesia. Dalam penelitian Prof. Dr. Abdul Hadi WM misalnya, kisah ini telah dikenal sejak awal pesatnya perkembangan Islam pada abad ke-13-15 M. (Hlm. 2) Kisah kesyahidan Amir Husain, demikian ia disebut dalam teks melayu, dapat ditemukan dalam Hikayat Muhammad Ali Hanafiyah dan Hikayat Sayidina Husain. Dalam penelusuranya, selain populer, kisah kesyahidan Husain memiliki makna tersendiri dalam hati penganut Islam di Indonesia. Keberanian, kekesatriaan, serta kebenaran yang diusung Husain telah menginspirasi banyak umat Islam di Indonesia, sejak dulu hingga sekarang.

Kedua, jika direnungkan, setiap detail pernyataan dan tindakan Imam Husain keseluruhannya logis-rasional. Artinya, keputusan dia dan keluarganya pergi ke Kufah, dan syahid di Karbala, murni berdasarkan pertimbangan yang matang. Bukan lantaran keputus-asaan apalagi kenekatan.

Ketiga, ditilik dari refleksi sufistik, kebangkitan al-Husain merupakan manifestasi cinta; cinta kepada Zat Allah beserta nama-nama-Nya, termasuk umat manusia. Seperti ayahnya, Ali bin Abi Thalib r.a., ibunya, Fathimah al-Zahra r.a., dan kakeknya pula, Sayidina Muhammad Saw., dia adalah teladan ”penyangkalan diri” sempurna, dan simbol puncak kecintaan kepada Tuhan. Tak salah jika dalam tradisi tasawuf, Husain dikenal tidak hanya mujahid dalam peperangan, melainkan mujahid al-nafs (kesatria perang melawan diri sendiri atau ego).

Karenanya, sangat pas sekali ungkapan Rumi, bahwa kita mestinya memusatkan perhatian pada Sayidina Husain, teladan kecintaan sempurna, kepada Tuhan dan penyangkalan diri habis-habisan di hadapannya. Bukan kepada peperangan, pertumpahan darah, kejahatan, kekejaman, kehewanan, dan nafsu ingin balas dendam. Karenanya pula, tak salah bila Haidar Bagir, pakar tasawuf dan filsafat Islam menyatakan bahwa buku ini adalah tentang kita belajar cinta kepada Tuhan, dari Tuan-Nya Para Penghulu Syuhada.

Oleh karena itu, buku ini penting untuk dibaca oleh siapa saja, terutama para sejarawan, peneliti, terlebih lagi para pendidik di sekolah Islam maupun umum, agar hikmah dan pesan universal perjuangan cucu Nabi ini bersemi dan menghadirkan Islam yang rasional, moderat, bijak, tegas, namun didasarkan atas kasih sayang.

(Diresensi oleh Ali Zainal Abidin, Peminat Studi Agama dan Filsafat)

0
0% (نفر 0)
 
نظر شما در مورد این مطلب ؟
 
امتیاز شما به این مطلب ؟
اشتراک گذاری در شبکه های اجتماعی:

latest article

Bom SOLO, Ada Pemicu dari Luar
Pembuat Film Hina Nabi Dihukum 1 Tahun
Menteri Agama: Tak Ada Wabah Virus di Makkah
Didukung Penuh KBRI Tehran, Mahasiswa Raih Juara Stand Terbaik di Pameran Tehran
Iran-Pakistan Tekankan Peningkatan Level Hubungan Ekonomi
Menelisik Kesepakatan Nuklir Lausanne
Gus Mus Raih Yap Thiam Hien Award 2017
Wie die Ahlul Bayt News Agency ABNA berichtet, hat das Gericht Bahrains die Freilassung ...
Islam Diterima di Asia Tenggara karena Ketinggian Akhlak Penganutnya
Pemfokusan Institut "Iqra" India Peluncuran Sekolah-sekolah Islam dan Al-Quran

 
user comment