Imam Musa Al-Kazhim as adalah imam yang ketujuh dari para imam Ahlulbait as. Beliau secara langsung belajar dalam asuhan ayahnya Imam Ja’far Ash-Shadiq as yang memiliki kepribadian yang agung. Di rumah kenabian yang suci ini Allah swt mencurahkan keberkahan-Nya, sehingga muncullah dari rumah itu pribadi-pribadi teladan dalam kehidupan, budi pekerti, kecerdasan, keutamaan dan kemampuannya yang sempurna dalam menjalankan risalah Islam. Allah swt menjadikan mereka cahaya untuk memberikan petunjuk kepada seluruh manusia. Mereka adalah Ahlu Dzikr sebagaimana yang disebutkan dalam al-Quran. Allah swt berfirman: “Bertanyalah kalian pada Ahli Dzikr jika kalian tidak mengetahui.” Imam Musa Al-Kazhim adalah pintu segala keluhan. Dengan kemuliaannya Allah swt mengabulkan doa-doa orang mukmin dan mencukupi segala keperluan mereka. Salah satu kisah teladan dalam memberikan hidayah kepada manusia adalah kisah Imam as dengan Basyar Al-Hafi. Basyar Al-Hafi adalah seorang laki-laki yang memiliki kebiasaan meminum minuman berakohol dan bermain judi. Secara kebetulan suatu hari Imam as melewati pintu rumahnya. Imam melihat seorang budak Basyar Al-Hafi yang sedang membawa sisa-sisa hidangan minuman beralkohol. Imam as pun mendengar suara nyanyi-nyanyian dari dalam rumahnya. Kemudian Imam as bertanya kepada budaknya: “Apakah tuan rumah ini seorang yang merdeka ataukah seorang budak?” Budak itu menjawab: “Dia adalah seorang yang merdeka.” Lantas Imam as berkata: “Engkau memang benar, jikalau dia seorang hamba maka dia akan malu pada tuannya.” Setelah itu, budak tersebut kembali masuk ke dalam rumah. Ia kembali pada tuannya dalam keadaan terlambat. Sehingga tuannya bertanya kepadanya: “Kenapa engkau datang terlambat?” Budak perempuan itu pun menceritakan pembicaraannya dengan Imam Musa as. Kemudian Basyar Al-Hafi bertanya kepada budaknya tentang sifat Imam as. Maka budaknya menjelaskan sifat dan kepribadian Imam kepadanya. Setelah mendengar penjelasan dari budaknya, ia lantas bergegas keluar rumah menyusul Imam Musa as tanpa alas kaki. Akhirnya ia bertemu dengan Imam dan menyatakan segala penyesalannya atas apa yang ia perbuat selama ini. Dan ia bertobat atas dosa-dosa yang telah lalu di hadapan Imam as. Setelah peristiwa itu ia menjadi seorang hamba Allah swt yang saleh dan digelari dengan Basyar Al-Hafi (manusia tanpa alas kaki).
Sebagimana dikisahkan, ketika Imam as membaca al-Quran, serombongan orang melewati beliau. Mereka berhenti untuk mendengarkan bacaannya dan mereka pun menangis. Imam adalah sosok yang dikenal dengan kedermawanan dan keberaniannya. Sehingga banyak utusan dan orang-orang dari segala penjuru datang ke tempat beliau. Hal ini menimbulkan kekhawatiran Harun Al-Rasyid atas kekuasaannya. Harun al-Rasyid adalah penguasa Abbasiyah kala itu. Ia menampakkan kebencian dan permusuhan terhadap Imam as, karena mayoritas masyarakat mengetahui dan mendukung bahwa Imam lebih berhak atas kursi kekhalifahan daripada Harun Al-Rasyid. Ketika Harun Al-Rasyid memperluas kekuasaannya yang terbentang dari timur sampai barat, ia mempunyai rencana untuk mempersempit gerak gerik Imam as. Kemudian ia memenjarakan Imam as di penjara Thamurah. Seseorang yang dipenjara di tempat tersebut akan mengetahui waktu siang dan malam. Akhirnya di penjara itulah Imam as diracun oleh As-Sandi bin Syahik pada tanggal 25 Rajab 183 Hijriah. Imam kita telah menggapai kesyahidannya dalam keadaan teraniaya. Beliau telah menyusul kakeknya Al-Musthafa saw dan para leluhurnya yang suci.
Semoga laknat Allah swt selalu tercurahkan bagi orang-orang dzalim yang telah menganiaya Muhammad saw dan keluarganya. Salam sejahtera atas Imam di hari engkau di lahirkan, di hari engkau menggapai kesyahidan dan di hari engkau dibangkitkan.