Sepulangnya dari perang Jamal, Imam Ali as memasuki
kota Bashrah. Seseorang bernama Ala’ bin Ziyad Haritsi
mengadukan saudaranya, ‘Ashim, kepada Imam Ali as. Ia
berkata kepada beliau, “Wahai Amirul Mu’minin, aku
mengadukan saudaraku yang bernama ‘Ashim.”
Imam bertanya, “Memang ada apa dengannya?”
Ia menjawab, “Ia telah meninggalkan dunia, mengenakan
pakaian-pakaian yang sudah lama, menyendiri dan
meninggalkan semua orang.”
Tak lama kemudian beliau memerintahkan agar ‘Ashim
dihadapkan kepada beliau. Saat ‘Ashim telah
dihadirkan, Imam berkata, “Hai musuh dirimu sendiri,
setan telah menculik akal pikiranmu. Mengapa engkau
meninggalkan anak istrimu? Apakah engkau mengira Allah
swt tidak ridha jika engkau menikmati rizki halal yang
Ia berikan kepadamu? Di hadapan Allah engkau lebih
rendah dari ini.”
‘Ashim menanggapi perkataan Imam as, “Wahai Amirul
Mukminin, bukannya aku sama saja seperti dirimu?
Engkau sengaja menjalani hidup dengan susah,
mengenakan pakaian-pakaian yang jelek, tidak makan
makanan yang enak… Aku ingin menirumu dan menjalani
jalan yang kau jalani.”
Imam Ali as menepis perkataannya dan menjelaskan, “Aku
berbeda dengan dirimu. Aku memiliki kedudukan yang tak
kau miliki. Aku menyandang kedudukan sebagai seorang
pemimpin. Tugas seorang pemimpin adalah tugas yang
berbeda. Allah swt mewajibkan kepada seorang pemimpin
untuk menjadikan pola hidup rakyat yang paling miskin
sebagai tolak ukur kehidupan pribadinya, agar hidup
selayaknya orang yang paling miskin dalam
pemerintahannya hidup…. Jadi aku menjalani tugaski dan
kamu jalanilah tugasmu.”