Maryam binti Imran adalah sepupu nabi Yahya bin Zakaria as. Sejarah menyebutkan bahwa Qufadz seorang laki Israel mempunyai dua putri;
1-Hannah yang dinikahi Imran (dari anak keturunan nabi Sulaiman as), dan melahirkan Maryam.
2-Isya yang dinikahi nabi Zakaria as, dan melahirkan nabi Yahya as.
Hanna bertahun-tahun sudah menikah dengan Imran, tetapi belum juga dikarunia seorang anak. Saat duduk di bawah pohon, ia melihat seekor burung memamahi anaknya. Menyaksikan hal itu bergejolak hatinya ingin sekali menjadi seorang ibu. Maka ia menghadap kepada Allah dengan sepenuh hatinya, memohon kepada-Nya agar dirinya dikarunia seorang anak. Allah mengabulkan doanya yang tulus, dan tak lama kemudian ia hamil.
Dalam QS: Al Imran 35-37 diceritakan; isteri Imran (Hannah) telah bernadzar bahwa janin di dalam rahimnya yang dia kira adalah anak laki-laki yang dijanjikan, akan dia persembahkan untuk mengabdi di “Rumah Tuhan”, Baitul Maqdis. رَبِّ إِنِّي نَذَرْتُ لَكَ ما في بَطْني مُحَرَّراً فَتَقَبَّلْ مِنِّي إِنَّكَ أَنْتَ السَّميعُ الْعَليمُ; “Ya Tuhan-ku, sesungguhnya aku menazarkan kepada-Mu anak yang dalam kandunganku menjadi hamba yang saleh dan berkhidmat (di Baitul Maqdis). Karena itu, terimalah (nazar) itu dariku. Sesungguhnya Engkau-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.
Kata muharrar dalam ayat ini yakni yang tulus beribadah dan mengabdi di rumah Tuhan. Secara bahasa artinya yang dibebaskan, dan ditempatkan di tempat peribadatan, menyapu dan menjadi pelayan.
Setelah Hannah melahirkan, ternyata anaknya perempuan tak sebagaimana dalam nadzarnya itu. Ia ibu berucap: رَبِّ إِنِّي وَضَعْتُها أُنْثى ; “Ya Tuhan-ku, sesungguhnya aku melahirkan seorang anak perempuan.”
Anak perempuan takkan bisa menunaikan kewajiban mengabdi seperti halnya anak laki-laki, karena memiliki kebiasaan datang bulan, sehingga ia tak boleh masuk ke dalam masjid. Selain itu juga masalah tenaga, hijab dan lainnya.وَ لَيْسَ الذَّكَرُ كَالْأُنْثى ; “dan anak laki-laki tidaklah seperti anak perempuan.”
Akan tetapi Allah menerima perempuan suci ini melakukan pengabdian spiritual itu untuk pertamakalinya.
Sebagian mufasir menerangkan: Bukti hal itu diterima oleh Allah ialah bahwa ia dalam pengabdiannya di Baitul Maqdis tidak akan mengalami kebiasaan datang bulan. Atau, ditandai oleh makanan dari surga yang tersedia di mihrabnya.
Sang ibu memberinya nama, Maryam, yang berarti seorang hamba (perempuan). وَ إِنِّي سَمَّيْتُها مَرْيَمَ ; “Sesungguhnya aku telah menamai dia Maryam..”
Dari demikian tampak betapa Hannah ingin mewakafkan putrinya untuk mengabdi kepada Allah. Oleh karena itu, ia memohon kepada Allah agar Dia menjaga putrinya dan anak keturunannya dari was-was syaitan, dan membimbing mereka dalam lindungan dan kasih sayang-Nya. وَ إِنِّي أُعيذُها بِكَ وَ ذُرِّيَّتَها مِنَ الشَّيْطانِ الرَّجيمِ; “dan aku mohon perlindungan untuknya serta anak-anak keturunannya kepada-Mu dari setan yang terkutuk.”
Hannah membedongnya, lalu membawanya ke rumah ibadah. Kepada para pemuka bani Israel ia menyampaikan: Bayi ini telah dinadzarkan untuk mengabdi Rumah Tuhan. Maka hendaklah seorang dari kalian mengasuhnya.” Dikarenakan Maryam dari keluarga terkenal (Al Imran), ulama bani Israel saling bersaing untuk dapat mengasuhnya. Akhirnya mereka sepakat untuk diundi di antara mereka:
وَ ما كُنْتَ لَدَيْهِمْ إِذْ يُلْقُونَ أَقْلامَهُمْ أَيُّهُمْ يَكْفُلُ مَرْيَمَ وَ ما كُنْتَ لَدَيْهِمْ إِذْ يَخْتَصِمُونَ
“..Padahal kamu tidak hadir beserta mereka ketika mereka melemparkan pena-pena mereka (untuk mengundi) siapa di antara mereka yang akan memelihara Maryam. Dan kamu tidak hadir di sisi mereka ketika mereka bersengketa.” (QS: Al Imran 44)
Kemudian nama yang keluar adalah Zakaria. Dengan demikian Maryam berada di dalam asuhannya, dan memang beliau lah yang terbaik di antara mereka. Beliau adalah seorang nabi sekaligus suaminya bibi Maryam.
Maryam tumbuh besar di bawah bimbingan Zakaria. Ia hanyut dalam ibadah dan ketaatan kepada Tuhannya. Pada usia sembilan tahun, siang ia berpuasa dan malam bangun untuk beribadah. Tingkat ma’rifat dan ketakwaannya kepada Allah di atas tingkat para rahib masa itu.
Ketika Zakaria menjenguk Maryam di mihrabnya, ia mendapati makanan spesial. Terheran-heran ia bertanya:
يا مَرْيَمُ أَنَّى لَكِ هذا; “Hai Maryam, dari mana kamu memperoleh (makanan ) ini?”
Maryam menjawab: هُوَ مِنْ عِنْدِ اللهِ إِنَّ اللهَ يَرْزُقُ مَنْ يَشاءُ بِغَيْرِ حِسابٍ; “Makanan itu berasal dari sisi Allah Sesungguhnya Allah memberi rezeki kepada siapa yang dikehendaki-Nya tanpa hisab.”
Apa yang Zakaria saksikan itu bahwa reski dari Allah mendatangi Maryam dan sifat-sifat kesempurnaan pada dirinya, melahirkan rasa ingin memiliki seorang anak di hati Zakaria yang sudah lanjut usia. Ia sangat mendambakan dikaruniai seorang anak seperti Maryam yang memiliki kedudukan dan karomah di sisi Allah. Maka ia menghadap kepada Tuhannya seraya memohon;
قالَ رَبِّ هَبْ لي مِنْ لَدُنْكَ ذُرِّيَّةً طَيِّبَةً إِنَّكَ سَميعُ الدُّعاءِ
“Ya Tuhan-ku, berilah aku dari sisi-Mu seorang anak yang baik. Sesungguhnya Engkau Maha Pendengar doa.” (QS: Al Imran 38)
Allah swt mengabulkan doanya, dan mengkaruniakan kepadanya seorang putra yang ia beri nama Yahya.
Referensi:
1-Al-Qashash al-Quraniyah, juz 2/Ayatullah Syaikh Subhani.
2-Qashsah al-Qur`an/Ayatullah Syaikh Makarim Syirazi.