Berapa jumlah terbanyak umat muslim yang mendatangi Mekah pada musim haji bulan Zulhijah? Hanya sekitar tiga juta orang. Dua bulan setelahnya di bulan Safar, puluhan juta manusia mengarahkan diri mereka ke kota Karbala, Irak. Lima tahun lalu, angka pengunjungnya masih sekitar 10 juta orang. Tapi kini pada tahun 2014, jumlahnya diperkirakan meningkat melebihi 20 juta manusia seolah sebagai bentuk aksi menantang terorisme ISIS. Mengapa jumlahnya bisa melebihi peziarah haji?
Karena mereka yang hadir bukan hanya muslim Syiah dan ahlusunah dari 60 negara, tetapi juga terdiri dari penganut Kristen, Hindu, Zoroaster, dan Sabian. Semua hadir berziarah untuk memberikan penghormatan pada peringatan empat puluh hari pasca hari wafatnya cucu Nabi Muhammad saw. yang bernama Husain bin Ali. Bersama keluarga dan sahabatnya, cucu nabi tersebut dibunuh pada bulan Muharam tahun 680 Masehi demi tegaknya sebuah keadilan. Kekejaman yang diterima oleh mereka meninggalkan pelajaran yang abadi.
Peristiwa di Karbala mengajarkan umat manusia tentang menjaga kehormatan, menegakkan hak-hak manusia, pengampunan, kemurahan hati, perjuangan, menjaga hubungan keluarga, persahabatan, kesetiaan, pertobatan, dan kasih sayang.[1]
Antoine Bara, penulis kristiani asal Suriah, telah beberapa kali melakukan perjalanan ke Karbala dan berbicara di sana. Dia telah menghabiskan usianya untuk meneliti dan menulis tentang keluarga nabi, khususnya Husain bin Ali. Dalam sebuah wawancara[2], Antoine mengatakan bahwa predikat muslim atau kristiani tidaklah masalah. Terpenting baginya adalah keyakinan. Antoine dan keluarganya telah berpegang teguh pada ahlulbait (keluarga nabi). Sementara banyak umat muslim yang tidak punya keyakinan pada ahlulbait, mereka memiliki keyakinan khusus pada ahlulbait.
Menurut Antoine, Husain bin Ali bukanlah sosok yang asing bagi kristiani di wilayah Arab. Kisah sejarah cucu nabi tersebut dan bagaimana teladan yang disampaikannya menyerupai perjuangan Yesus Almasih. Antoine sendiri yang memutuskan untuk mengkaji tentang keluarga nabi sehingga kamarnya dipenuhi dengan lebih dari 400 kitab sejarah keislaman. Tapi baginya, tetap tidak ada seorangpun yang bisa menjelaskan peristiwa jutaan orang menziarahi cucu nabi pada hari yang bernama Arbain tersebut.
Ketika segelintir ulama Islam dan sebagian umat muslim mengkritik tindakan Husain bin Ali dan mengecam peringatan dibunuhnya cucu Nabi Muhammad, Charles Dickens, seorang penulis dan kritikus sosial asal Inggris, mengatakan tentang Husain bin Ali: “Jika Husain berjuang hanya untuk memuaskan keinginan dunianya saja… maka saya tidak mengerti mengapa saudari, istri, dan anak-anak menemaninya. Maka pasti ada sebuah alasan kuat, yakni dia berjuangan semata demi kemurnian Islam.” Husain bin Ali bukan hanya sosok yang dapat menyatukan dua mazhab ahlusunah dan Syiah, bahkan lebih dari itu: menyatukan seluruh umat manusia.
Referensi:
[1] ^ Kermali, Fatima (28 November 2014). “Faith and Values”. The Morning Call.
[2] ^ “Khatereh Yek Masihi Az Piyaderavi Arbain”. Mashregh News. Diakses pada 13 Desember 2014.