Masalah terbesar dunia Islam hari ini sesungguhnya lahir dari dua arah, keterlalu hati-hatian orang pintarnya, dan keekstriman orang-orang awamnya. Disatu pihak, sebagian ulama melarang pembuatan film biografi Nabi Muhammad saw karena kegagalan menerjemahkan aturan syariat sesuai dengan konteks zaman, dan di pihak lainnya, awam mempersekusi bahkan membunuh karena terlalu mudahnya memvonis sesuatu sebagai penistaan agama.
Dirilis 24 Oktober 2018 di Inggris dan 2 November 2018 di Amerika Serikat oleh 20th Century Fox, film Bohemian Rhapsody menjadi reuni mata dan telinga jutaan penggemar band rock legendaris Queen di seluruh dunia. Bagi yang sebelumnya bukan penggemar Queen, melalui film yang lebih didominasi oleh kisah sang vokalis Freddie Mercury yang juga pencipta lagu yang menjadi judul film ini, kemudian tertarik dan berburu lagu-lagu ikonik band Queen lainnya, untuk turut didengar dan dinikmati.
Bohemian Rhapsody digarap dengan baik oleh sutradara Bryan Singer yang kemudian diteruskan oleh Dexter Fletcher. Melalui film biografi bergenre drama musikal ini, jutaan orang yang terkesima oleh lagu-lagu Queen bisa lebih mengenal lebih dekat sosok elegan seorang Freddie Mercury. Bernama asli Farrokh Bulsara, Mercurilah yang berperan paling besar dibalik lahirnya lagu-lagu terbaik Queen. Lirik dan genre musiknya menentang tradisi dan stereotip hingga membawa Queen menjadi band legendaris dan paling fenomenal di planet Bumi.
Dari film Bohemian Rhapsody ini kita menjadi tahu, betapa dasyhatnya efek film biografi. Yang sebelumnya melewatkan lagu-lagu Queen karena liriknya membingungkan dan nadanya sulit diikuti, setelah diperkenalkan lebih dekat, pergulatan-pergulatan yang terjadi dalam proses pencipataannya, akhirnya beralih menggemari dan mencintai. Bagi yang terlahir setelah era keemasan Queen, tahu sampai sekarang ada band legenda yang lagu-lagunya masih juga diingat dan digemari jutaan orang. Begitupun dengan perjalanan hidup tokoh-tokoh dunia lainnya, yang bisa dengan mudah ditelusuri kehidupannya melalui film biografi mereka.
Untuk tokoh agama, sampai saat ini setidaknya telah diproduksi 200 lebih film biografi Yesus Kristus, 100 lebih film biografi Nabi Musa baik secara langsung maupun tidak, dan 42 film biografi Budha. Sedangkan, Nabi Muhammad saw yang oleh Michael H. Hart disebut sebagai tokoh paling berpengaruh dalam sejarah, sampai hari ini baru 2 film yang berkisah tentang biografi hidupnya secara langsung.
Langkanya Film Biografi Nabi Muhammad saw
Dengan minimnya film yang mengangkat biografi Nabi Muhammad saw, maka wajar pengetahuan masyarakat dunia tentang Islam dan ajaran yang dibawa Nabi Muhammad saw khususnya di Barat sangat minim. Munculnya gejala phobia terhadap Islam di dunia Barat, akibat belum maksimalnya usaha memperkenalkan sosok Nabi Muhammad saw. Yang beredar secara massif, malah kepribadian Nabi Muhammad saw yang diinterpretasikan media-media Barat mengajarkan kekerasan dan lekat dengan terorisme.
Majid Majidi sutradara kenamaan Iran pada tahun 2015 telah merilis film "Muhammad: The Messenger of God". Film ini menjadi film kedua yang bercerita secara langsung mengenai biografi Nabi Muhammad saw setelah sebelumnya dibuat film The Message oleh Moustapha Akkad, pada tahun 1976. Mengapa film biografi Nabi Muhammad saw sangat minim disaat seharusnya umat Islam lebih getol memperkenalkan sang Nabi kemasyarakat dunia?.
Jawabannya, oleh sebagian ulama penggambaran sosok Nabi secara visual dianggap haram. Oleh syariat, haram hukumnya memberikan gambaran visual fisik Nabi. Meski hal tersebut telah ditaktisi dengan tidak menunjukkan wajah Nabi di kedua film yang telah dibuat, namun dua film biografi Nabi Muhammad saw itu tetap kontroversial dan mendapat kecaman.
Akkad sendiri, sutradara film The Message sampai harus meregang nyawa dalam serangan bom bunuh diri pada 2005 di Amman, Yordania. Majid Majidi yang karena berasal dari Iran, dicurigai menyelipkan pesan-pesan ajaran Syiah dalam film biografi Nabi yang dibuatnya sehingga film besutannya ditolak dibeberapa negara muslim. Kebanyakan yang menolak film garapan sutradara yang telah memenangkan sejumlah penghargaan internasional tersebut dikarenakan belum menonton film tersebut sebelumya.
"Muhammad: The Messenger of God" hanya berkisah mengenai kelahiran dan masa kanak-kanak Nabi di wilayah Hijaz. Riset film tersebut memakan waktu empat tahun dengan menggali dari berbagai sumber Sunni dan Syiah yang telah disepakati, jadi terang tidak ada agenda politik apapun didalamnya, kecuali upaya untuk mengenalkan Islam dan Nabi Muhammad saw sebaik mungkin.
Perdebatan boleh tidaknya memperkenalkan sosok Nabi saw melalui film, menambah daftar perdebatan dalam dunia Islam, setelah sebelumnya energi umat Islam habis mendebatkan perlu tidaknya memperingati maulid Nabi. Perdebatan panjang dan seolah tidak ada habisnya itu, justru memberi keuntungan bagi pihak-pihak yang memusuhi dan anti ajaran Nabi Muhammad saw menyuntikkan ajaran-ajaran sesat pada generasi muda Islam.
Ditengah hausnya masyarakat dunia akan sosok tokoh yang bisa diteladani dan menjadi panutan, dunia Islam harusnya lebih gencar lagi menghadirkan kembali sosok Nabi baik secara visual melalui film dengan tetap menghormati batasan-batasan syariat, maupun secara verbal melalui ceramah-ceramah ataupun melalui tulisan. Namun dari ketiga metode yang ada, sesuai dengan zaman now, maka penggambaran secara visual lah yang paling dasyhat efeknya dan lebih bisa diterima secara massif.
Masalah terbesar dunia Islam hari ini sesungguhnya lahir dari dua arah, keterlalu hati-hatian orang pintarnya, dan keekstriman orang-orang awamnya. Disatu pihak, sebagian ulama melarang pembuatan film biografi Nabi Muhammad saw karena kegagalan menerjemahkan aturan syariat sesuai dengan konteks zaman, dan di pihak lainnya, awam mempersekusi bahkan membunuh karena terlalu mudahnya memvonis sesuatu sebagai penistaan agama.
Ismail Amin Pasannai
Mahasiswa Pasca Sarjana Tafsir Alquran Universitas Internasional al-Mustafa Republik Islam Iran