Mengapa pada surah al-Baqarah disebutkan, “Dzalika al-kitab” dan tidak disebutkan “Hadza al-Kitab?”
Jawaban Global
Pertanyaan ini tidak memiliki jawaban global. Silahkan Anda memilih jawaban detil.
Jawaban Detil
Terkait dengan pertanyaan mengapa pada awal surah al-Baqarah yang digunakan adalah kata dzalika (itu) dan bukan kata hadza (ini) telah dijawab dengan ragam jawaban:
- Kata dzalika (itu) disini bermakna hadza (ini) dan yang menjadi obyek yang ditunjuk disini adalah al-Qur’an yang ada sekarang ini. Hal ini juga terdapat pada syair-syair dan sastra-sastra Arab; seperti pada syair ini:
Aqulu lahu wa al-ramhu yathiru matnahu ta’mulu khufafan innani ana dzalik
Tatkala aku juga memukulnya dengan lembing (ini) dan bokongnya telah bungkuk aku memperkenalkan diriku kepadanya dengan lembing (itu).
Yang menjadi bukti dari kata dzalika di sini bermakna “ini”.
- Karena Allah Swt menjanjikan kepada Rasul-Nya untuk menurunkan sebuah kitab kepadanya supaya tidak dilenyapkan oleh air dan tidak dihilangkan oleh pelbagai peristiwa dan tidak menjadikannya usang maka setelah menurunkan al-Qur’an, Allah Swt berfirman bahwa inilah kitab yang Aku janjikan kepadamu.
- Makna dzalik adalah bahwa inilah sebuah kitab seperti yang telah Kami janjikan dalam kitab-kitab samawi sebelumnya.[1]
Yang dekat dengan makna dan kemungkinan ini adalah sebuah hal yang disebutkan pada Tafsir Shâfi, “Yaitu al-Qur’an dimulai dengan huruf alif, lam, mim adalah sebuah kitab yang diberitakan Musa As dan nabi-nabi setelahnya wahai Muhammad. Mereka mengabarkannya kepada Bani Israel bahwa segera akan Aku turunkan sebuah kitab kepadamu, yang karena kejelasan dan kegamblangannya membuat tidak ada seorangpun yang akan meragukannya.”[2]
- Terkadang kata penunjuk jauh digunakan untuk menjelaskan keagungan sesuatu atau seseorang. Artinya bahwa sedemikian tinggi dan agungnya sehingga seolah ia berada di titik yang terjauh di langit yang tinggi. Dalam beberapa ungkapan Persia juga kita jumpai hal yang serupa dengan hal ini. Berkenaan dengan gaya bahasayang digunakan di hadapan orang-orang besar, kita berkata, “Sekiranya tuan tersebut (penunjuk jauh) membolehkan maka aku akan melaksanakan tugas demikian.” Padahal kita seharusnya berkata tuan ini (penunjuk dekat). Hal ini hanya untuk menjelaskan keagungan dan ketinggian derajat orang tersebut.
Pada sebagian ayat al-Qur’an ada ungkapan “tilka” yang juga menunjukkan pada tempat yang jauh; seperti “tilka ayatun al-kitab al-hakim.”[3] Dengan kata lain, al-Qur’an berada pada puncak keagungan dan ketinggian.
Dalam sastra Arab, “dzalika” adalah kata penunjuk jauh. Nah, apabila kata “dzalika” disini menunjuk pada al-Qur’an yang berada (dekat) di hadapan kita, maka hal tersebut semata untuk menandaskan tentang keagungan al-Qur’an yang tidak dapat dijangkau.[4]
Itulah beberapa pendapat yang telah dikemukakan terkait dengan ayat ini, yang tidak dapat kita tolak dan tampik. [IQuest]
[1]. Terjemahan Majma al-Bayân fi Tafsir al-Qur’ân, jil. 1, hal. 58.
[2]. Tafsir al-Shâfi, jil. 1, hal. 91.
[3]. ”Inilah ayat-ayat Al-Qur’an yang mengandung hikmah.” (Qs. Luqman [31]:2). Tafsir Nemune, jil. 1, hal. 66.
[4]. Tafsir Nur, jil. 1, hal. 43.