Sejarah Islam selalu diliputi oleh tokoh-tokoh yang menjadi teladan dari masa ke masa. Rasulullah Saw adalah figur puncak, Allah Swt di Surat al-Ahzab ayat ke 21 berfirman yang artinya, "Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah. Teladan lain adalah Ahlul Bait Nabi.”
Ahlul Bait Rasulullah Saw yang juga manusia-manusia pilihan di muka bumi ini berfungsi sebagai pelita jalan bagi pencari kebenaran. Allah Swt di ayat ke 33 Surat al-Ahzab berfirman yang artinya sebagai berikut, "Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai ahlul bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya." Ahlul Bait Nabi sebagai manusia pilihan dan unggul di antara umat, mengemban tugas sangat penting. Pasalnya mereka menjadi penerus Nabi dalam menjaga kemurnian Islam, membimbing umat dan mencegah umat dari penyelewengan.
Salah satu manusia suci yang mengemban misi ini adalah Imam Muhammad bin Ali as yang lebih dikenal dengan sebutan Imam Baqir as. Imam Baqir as lahir pada hari Jumat, satu Rajab tahun 57 H, di Madinah. Sebagian lagi menyebutkan hari lahirnya pada tanggal 3 Shafar tahun 57 H. Ia sempat hadir dalam peristiwa Karbala pada usianya yang masih kanak-kanak. Imam Baqir as merupakan orang pertama dari Bani Hasyim yang lahir dari ayah dan ibu yang sama-sama berasal dari Bani Hasyim. Nasabnya dari dari kedua orang tua sampai kepada Imam Ali bin Abi Thalib.
Di antara gelar Imam Baqir as yaitu Syakir, Hadi dan Baqir. Baqir merupakan gelarnya paling masyhur yang berarti “pembuka”. Ya’qubi menulis bahwa Imam Baqir as digelari dengan Baqir al-Ulum karena menjadi pembuka atau penyingkap khazanah ilmu pengetahuan. Julukannya yang terkenal adalah Abu Ja’far. Dalam sumber-sumber riwayat, ia lebih dikenal dengan julukan Abu Ja’far awal.
Bertahun-tahun sebelum kelahiran Imam Baqir as, Nabi Muhammad Saw telah menetapkan nama Muhammad dan gelar “Baqir” untuknya. Riwayat dari Jabir dan riwayat-riwayat lainnya menjadi bukti dari pemberian nama ini. Imam Baqir as wafat pada tanggal 7 Dzulhijjah tahun 114 H. Namun terdapat pendapat lain yang berbeda tentang tahun wafat dan kesyahidan Imam Baqir as.
Masa keimamahan Imam Baqir as berbarengan dengan lima penguasa Bani Umayah: Walid bin Abdul Malik (86-96 H), Sulaiman bin Abdul Malik (96-99 H), Umar bin Abdul Aziz (99-101), Yazid bin Abdul Malik (101-105), Hisyam bin Abdul Malik (105-125 H). Dari kelima penguasa Bani Umayah tersebut, Umar bin Abdul Azizterbilang bertindak menjalankan pemerintahan dengan adil dan bijaksana. Sementara para penguasa lainnya memerintah dengan kesewenang-wenangan dan bertindak zalim terhadap masyarakat, terutama kepada orang-orang Syiah. Di istana mereka sangat nampak kerusakan, kemungkaran, dendam dan pengkastaan manusia.
Tahun 94 H hingga 114 H merupakan masa munculnya aliran-aliran fikih dan puncak periwayatan mengenai tafsir Al-Quran. Hal ini disebabkan lemahnya pemerintahan Bani Umayah dan pertengkaran di antara petinggi pemerintahan untuk memperoleh kekuasaaan. Ulama Ahlu Sunnah, seperti Syihab Zuhri, Makhuldan Hisyam bin Urwah, aktif dalam meriwayatkan hadis dan memberi fatwa. Sementara yang lainnya aktif dalam menyebarkan akidah dan pemikirannya masing-masing, seperti Khawarij, Murjiah, Kisaniyah dan Ghaliyan.
Pada masa tersebut, Imam Baqir as membuka sisi kelimuan cecara luas yang mencapai puncaknya pada masa putranya, Imam Shadiq as. Ia menjadi rujukan semua pembesar dan ulama Bani Hasyim dalam kelimuan, kezuhudan, keagungan dan keutaman. Riwayat dan hadisnya mengenai ilmu agama, sunah nabawi, ulumul quran, sejarah, akhlak dan sastra sedemikian rupa hingga pada saat itu tidak tersisa lagi pada seorang pun dari keturunan Imam Hasan as dan Imam Husain as.