REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Ajaran Islam yang dikaitkan dengan terorisme dan radikalisme acapkali menuding lulusan pesantren sebagai tertuduh.
Kementerian Agama dan para ulama pun mengevaluasi strategi dakwah dengan mengirim ratusan dai ke daerah titik rawan perpecahan. Para dai harus membaca realitas bahwa berbagai aliran agama muncul di Indonesia.
“Kita akui kemampuan mensuplai pendakwah kurang, sehingga ajaran baru itu langsung dipercaya,” ujar Menteri Agama Suryadharma Ali saat membuka Halaqoh Ulama se-Jawa, Sumatera, NTB, Senin (12/11).
“Sebagian besar kesalahan kita, karena lowong dari sentuhan dakwah yang harus jadi koreksi," sambungnya.
Kebutuhan akan pendakwah pun dicermatinya selalu lebih besar dari yang disediakan pondok-pondok pesantren. Meski serba terbatas, Menag mencoba memperbaiki kekurangan itu dengan meningkatkan kemampuan dakwah sehingga Islam //mainstream tersosialisasi baik.
Keseriusan pendidikan dai ke beberapa daerah tertentu karena munculnya aliran baru berdampak menimbulkan konflik antarmasyarakat dan umat beragama.
"Kita minta Badan Intelijen Negara (BIN) yang membaca informasi sehingga dakwah bisa tepat sasaran. Jangan ada kekerasan dan teror menuding Islam dan ponpes lagi," terang Menag.
Setelah Halaqoh Ulama yang dihadiri 50 pimpinan ponpes se-Indonesia, Kemenag merilis Dai Rahmatan Lil Alamin dengan mengirimkan mereka ke berbagai tempat yang rawan masuk ajaran radikal.
source : http://www.republika.co.id
