"Sesungguhnya telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa oleh penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan dan penyayang terhadap orang-orang mu'min."
(Qs. At-Taubah : 128)
Ismail Amin*
Pentingnya Memperingati Maulid Nabi Saw
Mencermati kondisi ummat Islam yang secara eksternal mendapatkan serangan dan permusuhan dari musuh-musuhnya dan secara internal teramat rapuh dengan jauhnya mereka dari cahaya risalah kenabian, Shalahuddin Al-Ayyubi (1138-1193 M) pahlawan legendaris Muslim dalam Perang Salib mencetuskan ide Peringatan Hari Kelahiran Nabi Saw dan menjadikannya sebagai wasilah yang dapat mengobarkan kembali kecintaan kepada agama, meneriakkan kebenaran Ilahi yang tampak senyap, menyulut api spritualitas yang sempat meredup sekaligus merajut kembali secara rapi tali ukhuwah yang kusut dan bercerai berai dengan mengingat kembali keteladanan yang dicontohkan Rasululullah Saw dalam berbagai aspek kehidupan. Dan hasilnya, ternyata memuaskan, semangat jihad berkobar, api spritualitas menyala terang, ukhuwah terjalin dan ummat Islam yang diambang kehancuran berbalik arah ditaburi kemenangan dan sejarah keagungan yang tak terlupakan.
Lewat peringatan maulid yang berhasil menggelorakan kembali semangat pantang hina umat Islam, pasukan Shalahudin Al Ayyubi berhasil memukul mundur tentara gabungan salib dari Eropa yang dikomandani Raja Inggris Richard Lion Heart dan merebut kembali Palestina dan Masjidil Aqsha dari genggaman para penjajah.
Karenanya, jika kita di bulan ini memperingati Maulid Nabi Saw, hendaknya termotivasi sebagaimana Shalahuddin Al Ayyubi melakukannya, yaitu untuk membangkitkan kecintaan kepada Nabi Muhammad Saw, serta meningkatkan semangat juang kaum muslimin saat ini. Terlebih lagi, bumi Palestina dan Masjid al Aqsha kembali dalam penguasaan kaum kuffar. Momentum peringatan kelahiran Nabi mestinya menjadi media pemersatu ummat bukan malah menjadi ajang salih berselisih.
Hukum Peringatan Maulid
Meskipun di negeri ini secara resmi hari Maulid Nabi ditetapkan sebagai hari besar keagamaan, kita tidak bisa memungkiri keberadaan kelompok Islam yang enggan untuk turut memperingatinya. Keengganan itu patut kita apresiasi sebagai bentuk kecintaan juga. Sebab keengganan mereka dikhawatirkan bahwa perbuatan tersebut terkategorikan bid'ah yang dilarang Islam. Atau minimal menyerupai perayaan kelompok Nashrani yang memperingati kelahiran Yesus Kristus. Sebab Nabi Saw telah mewanti-wanti, "Siapa yang menyerupai suatu kaum maka dia termasuk dalam golongan kaum itu" (Sunan abu Dawud Juz 4/78). Tentu pendapat tersebut patut dihargai, bukan dijadikan dalih untuk saling bermusuhan dan berpecah belah.
Namun tetap patut diketahui, setidaknya oleh dua ulama besar Islam, Syaikh Ibnu Hajar al Atsqalani dan Imam Jalaluddin as-Suyuti meskipun tetap menyebut peringatan Maulid Nabi sebagai amalan bid'ah namun tidak mengkategorikannya sebagai bid'ah yang terlarang melainkan bid'ah hasanah (inovasi yang baik). Keduanya mengatakan bahwa status hukum maulid Nabi adalah bid'ah mahmudah (bid'ah terpuji). Karenanya bisa dikatakan, bahwa tidak semua yang tidak dilakukan Nabi itu tertolak dan dipastikan sebagai bid'ah sesat. Untuk menguatkan pendapatnya, Ibnu Hajar menukil hadits Nabi Saw, "Siapa saja yang membuat suatu tradisi yang baik (tidak bertentangan dengan syariat) maka dia mendapatkan pahala dan pahala orang yang mengerjakannya" (Shahih Bukhari).
Beragama : Penghayatan dan Kesemarakan
Tidak ada seorang muslimpun yang mengingkari wajibnya memberikan kecintaan kepada Nabi bahkan diharuskan melebihi dari kecintaan terhadap diri sendiri. Para sahabat mengapresiasikan kecintaannya kepada Nabi dengan mencintai apa saja yang datang dari beliau, hatta ludah sekalipun. Karena kecintaan kepada Nabi Saw, para sahabat berebutan mengambil lembaran rambut, tetesan air wudhu, keringat, atau apa saja yang ditinggalkan Rasul. Salah satu ungkapan cinta ialah mengenang dan memuliakan atsar, yakni apa saja -waktu, peristiwa, tempat- yang berkaitan dengan yang kita cintai. Lihatlah, dinegara manapun selalu ada monumen-monumen besar untuk mengenang peristiwa besar, tempat-tempat bersejarah dan momen-momen penting dari pemimpin negara yang mereka cintai, setiap Negara bahkan termasuk Kerajaan Arab Saudi sekalipun setiap tahunnya memperingati ulang tahun negaranya. Karena itulah, sangat sulit orang untuk melarang kaum muslimin untuk memperingati maulid nabi, peristiwa Hijrah, Isra' Miraj, Nuzulul Qur'an dan momen-momen penting lainnya yang berkaitan dengan sang kekasih Muhammad Saw meskipun peringatan tersebut dikatakan bid'ah. Selama kaum muslimin mencintai Nabi, selama itu pula peringatan dan ziarah ke makam, gua Hira dan sebagainya akan terus berlangsung.
Imam As-Suyuti mengapresiasi peringatan maulid sebagai ungkapan syukur atas diutusnya Nabi Muhammad Saw ke muka bumi. Penuturan ini dapat dilihat dalam Kitab Al-Ni'mah Al-Kubra Ala Al-Alam fi Maulid Sayyid Wuld Adam. Memperingati maulid Nabi adalah ungkapan kecintaan sekaligus kesyukuran atas kehadiran beliau di muka bumi menghidayai ummat manusia dan menyelematkannya dari lembah kesesatan. Karenanya, peringatan ceremonial semacam maulid sangatlah dibutuhkan umat akhir-akhir ini, sebagai momentum untuk membincangkan keagungan dan kemuliaan nabi Muhammad Saw, untuk menyiarkan banyak dari sunnah-sunnah nabi yang terabaikan, untuk lebih memperkenalkan kemulian akhlak Rasulullah kepada mereka yang memendam dendam dan kebencian karena ketidak tahuan. Saya rasa kita punya kaidah penetapan hukum untuk itu, bahwa setiap yang menjadi perantara pelaksanaan amalan yang wajib maka wajib pula pelaksanaannya. Membeli baju hukumnya mubah, namun menjadi wajib jika kita tidak memiliki baju untuk menutup aurat dalam pelaksanaan shalat. Mengenang apapun yang berkenaan dengan Rasulullah menjadi wajib hukumnya karena menjadi syarat untuk menimbulkan kecintaan kepada Rasulullah Saw yang merupakan kewajiban bagi kaum muslimin. Hari kelahiran Nabi sesungguhnya termasuk hari-hari Allah tentangnya Allah berfirman, "Keluarkanlah kaummu dari kegelapan kepada cahaya terang benderang dan ingatkanlah mereka kepada hari-hari Allah." (Qs. Ibrahim: 5).
Mari kita jadikan Rabiul Awal (yang masyhur dikenal sebagai bulan lahir dan wafatnya Rasulullah Muhammad Saw) sebagai momentum untuk memperingatinya, sebagai ungkapan kecintaan kita kepada Rasulullah Saw, untuk menghidupkan ghirah keislaman kita, membina semangat profetis agar bulan-bulan selanjutnya sampai ke bulan Rabiul Awal selanjutnya yang kita lakukan adalah kerja-kerja kenabian. Secara sosiologis, dengan asumsi kehidupan manusia di abad ini, dengan kecenderungan bergaya hidup konsumeristik, hedonistik, dan materialistik, punya andil cukup besar terhadap terkikisnya tingkat kesadaran seseorang termasuk kecenderungannya dalam beragama, maka peringatan maulid Nabi menjadi tuntutan religius yang penting. Kita berupaya menumbuhkan kecintaan kepada Rasulullah agar membuat takjub kaum muslimin dan pada saat yang sama membuat murka musuh-musuh Islam. Kesemarakan yang terjadi dalam setiap peringatan Maulid bukanlah untuk dilarang, tetapi untuk diluruskan penyimpangan yang terjadi di dalamnya, untuk diarahkan kepada penghayatan makna peringatan perjalanan nabi sesungguhnya. Kesemarakan adalah bagian dari syiar agama, sementara syiar sendiri bagian dari pendalaman agama. Dengan syiar para ulama atau tokoh agama bisa berperan dalam membina masyarakat.
"Dan tetaplah mengadakan peringatan, karena sesungguhnya peringatan itu bermanfaat bagi orang-orang yang beriman." (Qs. Adz Dzariyat : 55)
Wallahu 'alam Bishshawwab
*Mahasiwa Universitas Internasional al Mostafa Qom Islamic Republic of Iran
source : www.abna.ir