Rasulullah Saw bersabda, "Hati diciptakan untuk mencintai orang yang berbuat baik kepadanya dan memusuhi orang yang berbuat buruk kepadanya."[1]
Dalam hadis lain penggunaan kata Jubilat seperti hadis di atas disebutkan, "Innallaha Jabala Quluba ‘Ibadihi Ala Hubbi Man Ahsana Ilaiha wa Bughdhi Man Asa'a Ilaiha... Sesungguhnya Allah menciptakan hati para hamba-Nya atas dasar cinta kepada yang berbuat baik kepadanya dan memusuhi kepada yang berbuat buruk kepadanya."[2]
Jabal berarti penciptaan, tapi tidak sembarang penciptaan, tapi hanya dikhususkan pada penciptaan yang memiliki akar dan tidak mudah diubah. Seperti dikatakan "Jabala Fulanun" berarti sedemikian berakar dalam dirinya sehingga tidak dapat diubah. Sejatinya, kata ini diambil dari Jabal yang berarti gunung, karena tidak seorang pun dapat memindahkan gunung. Dengan demikian bila kata ini dipakai untuk sifat seseorang berarti sifat yang tidak dapat berubah dan terkadang orang yang seperti ini disebut gunung.
Dalam hadis ini disebutkan bahwa Allah Swt menciptakan hati sedemikian rupa sehingga bila ada yang berbuat baik kepadanya, maka ia akan memiliki kecintaan yang dalam. Sebaliknya, orang yang berbuat buruk kepadanya akan tertanam kebencian padanya. Ringkasnya, kebaikan sumber cinta dan kesukaan, sementara keburukan sumber permusuhan.
Cara mempengaruhi orang lain
Dari hadis ini kita dapat mengetahui bagaimana mempengaruhi orang lain.
Maksud dari mempengaruhi orang lain di sini bukan untuk menipu dan membohonginya, tapi mempengaruhi secara benar. Cara terbaik untuk mempengaruhi orang lain adalah dengan berbuat baik kepadanya seperti yang ditunjukkan dalam hadis sebelumnya. Yakni, berbuat baik kepada orang lain dan menyelesaikan permasalahan yang dihadapinya. Tentu saja berbuat baik dan membantu orang lain tidak terbatas pada hal-hal yang bersifat materi, tapi yang lebih penting lagi adalah menggunakan modal yang dimiliki dan tidak pernah lekang. Itulah yang disampaikan oleh Imam Ali as, "Saya mendengar dari Rasulullah Saw bersabda, "Kalian tidak dapat menarik perhatian masyarakat dengan uang dan harta, tapi bisa dilakukan dengan akhlak."[3]
Mempengaruhi orang lain dengan akhlak tidak membutuhkan modal yang besar seperti berlaku baik kepada tetangga, mengucapkan salam terlebih dahulu, bertanya tentang keadaan, membelanya ketika tidak ada, menjenguknya ketika sakit dan bersamanya dalam kondisi senang dan susah.
Satu faktor penting dalam kesuksesan Rasulullah Saw di awal penyebaran Islam adalah pengaruh beliau di hati setiap orang. Allah Swt berfirman, "Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu..."[4]
Dalam ayat lain Allah Swt berfirman, "Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung."[5]
Akhlak Nabi Muhammad Saw begitu mencengangkan akal manusia. Karena sebelum mengajak manusia untuk beribadah kepada Allah, beliau telah terlebih dahulu melakukannya. Ketika melarang manusia melakukan keburukan, beliau telah terlebih dahulu meninggalkannya. Mereka mengganggunya, tapi beliau tetap menasihati. Mereka memakinya, tapi beliau justru mendoakan kebaikan untuk mereka. Mereka melemparinya dan menyiram pasir panas ke atas kepalanya, tapi beliau mengangkat tangannya dan meminta agar mereka mendapat hidayah.
Selama mampu raihlah simpati
Menyakiti hati bukan kelebihan
Satu contoh dari akhlak Nabi Muhammad Saw ditampilkan dengan sempurna di masa Fathu Makkah atau pembebasan kota Mekah. Ketika orang-orang Musyrik pelaku kejahatan selama bertahun-tahun terhadap umat Islam telah dikalahkan oleh Muslimin, bertentangan dengan apa yang dipikirkan oleh teman dan musuh, Nabi Saw mengeluarkan perintah untuk memaafkan mereka semua dan melupakan segala kejahatan yang selama ini dilakukan. Perbuatan beliau inilah yang membuat mereka, "Dan kamu lihat manusia masuk agama Allah dengan berbondong-bondong."[6]
Diriwayatkan dari Imam Husein bin Ali as, "Saya bertanya kepada Amirul Mukminin as tentang perilaku Rasulullah Saw dengan orang-orang yang bersamanya. Beliau menjawa, ‘Beliau senantiasa bersikap ramah, toleran dan lembut. Bukan seorang yang kasar, keras, pemarah, pemaki, tidak mencari aib dan tidak memuji-muji. Membiarkan sesuatu yang tidak disukainya. Tidak seorang pun yang putus asa bila berurusan dengan beliau. Ada tiga hal yang beliau tinggalkan; berdebat, banyak bicara dan mencampuri urusan orang. Ada tiga hal terkait orang lain yang ditinggalkan, tidak pernah menghina, tidak menyalahkan dan tidak mencari aib orang lain."[7]
Sangat banyak riwayat yang membicarakan tentang perilaku dan akhlak Rasulullah Saw, tapi akan disebutkan beberapa darinya:
1. Nabi Muhammad Saw bersabda, "Seorang mukmin dengan akhlaknya yang baik akan mencapai derajat orang yang melalui malamnya dengan ibadah dan siangnya dengan berpuasa."[8]
2. Nabi Muhammad Saw bersabda, "Tidak ada yang lebih berat dalam timbangan amal manusia di Hari Kiamat dari akhlak yang baik."[9]
3. Di tempat lain beliau bersabda, "Sesuatu yang paling banyak memasukkan manusia ke surga adalah takwa dan akhlak yang baik."[10]
4. Imam Ali bin Musa ar-Ridha as menukil dari Rasulullah Saw beliau bersabda, "Hendaknya kalian berakhlak yang baik. Karena akhlak yang baik sudah pasti akan berada di surga. Berhati-hatilah dengan akhlak yang buruk. Karena akhlak buruk sudah pasti akan berada di neraka."[11]
Satu wasiat akhlak dari Rasulullah Saw kepada Imam Ali as adalah tiga perbuatan yang tidak dapat dilakukan secara sempurna oleh umatku; bersikap adil dan sama dengan saudara seiman dalam harta, memberikan hak orang lain dengan menghukumi secara adil terhadap diri sendiri dan orang lain dan mengingat Allah dalam segala hal.[12]
Tentu saja yang dimaksud dengan mengingat Allah dalam segala hal bukan terbatas pada mengatakan Subhanallah, Alhamdulillah, Laa Ilaaha Illaah dan Allahu Akbar saja, tapi ketika seseorang mendapati perbuatan haram dihadapannya, maka segera ia takut kepada Allah dan meninggalkannya. (IRIB Indonesia / Saleh Lapadi)
Sumber: Makarem Shirazi, Naser, Goftare Masoumeen (1): Dars-e Akhlak Ayatollah Makarem Shirazi, Tadvin: Mohammad Abdollah Zadeh, 1388 Hs, Qom, Entesharate Emam Ali bin Abi Thalib as.
Baca juga:
Daras Akhlak: Zuhud dan Pengaruhnya
Daras Akhlak: Berbohong dan Berkhianat
[1] . Tuhaf al-Uqul, Hikmah 17.
[2] . Ibid, Hikmah 137.
[3] . Wasail as-Syiah, jilid 8, Bab 107, Min Abwab Ahkam al-‘Asyarah fi as-Safar wa al-Hadhar, hadis 8.
[4] . QS. Ali Imran: 159.
[5] . QS. al-Qalam: 4.
[6] . QS. na-Nasr: 2.
[7] . Ma'ani al-Akhbar, hal 83.
[8] . Tafsir Majma' al-Bayan, jilid 10, hal 333.
[9] . Ibid.
[10] . Dengan makna yang sama diriwayatkan juga dalam Wasail as-Syiah, jilid 8, hal 504. Tafsir al-Qurthubi, jilid 10, hal 6707.
[11] . Tafsir Ruh al-Bayan, jilid 10, hal 108.
[12] . Tafsir Nur ats-Tsaqalain, jilid 1, hal 140.
source : Irib Indonesia