Indonesian
Thursday 28th of November 2024
0
نفر 0

Asyura dan Rekayasa Sosial

Asyura dan Rekayasa Sosial

Mahatma Gandhi founding father dan arsitek pembebas bangsa India dari cengkeraman penjajahan Inggris, tentang Imam Husain As berujar, "Aku tidak membawa sesuatu yang baru untuk rakyat India, aku hanya membawa hasil dari perenungan, telaah dan penelitianku terhadap sejarah kehidupan para pahlawan Karbala untuk mengangkat harkat bangsa India. Jika kita ingin menyelamatkan bangsa ini, maka kita wajib melakukan apa yang telah dilakukan oleh Husain bin Ali bin Abi Thalib."

Thomas Carlyle memandang sejarah sebagai biografi dari manusia-manusia besar. Dalam menegaskan ucapannya ini, ia berkata, "Sejarah universal merupakan sejarah ap a yang telah dicapai oleh umat manusia di dunia dan pada dasarnya adalah sejarah manusia besar yang sudah bekerja di dunia."

Ia, dalam Heroes and Hero Worshipers, berpandangan bahwa manusia besar laksana halilintar yang membelah langit, dan manusia lainnya hanya menunggu dia bak kayu bakar. Demikian teori great man dari Thomas Carlyle. Dalam pandangannya manusia besar laksana percikan api yang membakar kayu bakar kemudian meledak dan mengubah sejarah dalam waktu yang singkat. Lebih jauh, Carlyle mengatakan bahwa manusia besar adalah jiwa dari seluruh sejarah umat manusia.

Dengan melihat meski selintasan dan sepintas sejarah pada domain kehidupan sosial manusia dapat dikatakan bahwa setiap komunitas manusia senantiasa bergerak dinamis dan progressif. Pergerakan yang meniscayakan perubahan ini terjadi pada komunitas itu sendiri, pada tubuh, atmosfer dan kondisi naturalnya.

Ayatullah Misbah Yazdi menulis bahwa perubahan sosial itu adalah perubahan yang terjadi pada sebuah komunitas dan hasil perubahan itu adalah bercorak sosial, tidak terkhusus pada seseorang, kelompok atau strata tertentu dalam masyarakat. Perubahan sosial ini bersifat dawam dan lestari." [1]

Menurut Guy Rocher, perubahan yang terjadi pada komunitas manusia merupakan sebuah keharusan dan keniscayaan sejarah.[2] Tanpa adanya perubahan menunjukkan statis dan pasifnya sebuah masyarakat bahkan lonceng kematian harus segera ditabuh bagi masyarakat tersebut. Oleh itu, para sosiolog tidak terlalu takjub pada setiap perubahan yang terjadi di masyarakat. Yang menarik perhatian mereka adalah apa yang berubah dan peristiwa apa yang terjadi dalam sebuah komunitas? Apakah perubahan ini terjadi pada struktur, budaya, teladan, nilai atau ideologinya? Secara umum para sosiolog berupaya menyingkap tirai pemahaman terkait dengan bagaimana sebuah perubahan terjadi sehingga faktor-faktor, pelaku, motivator dan bahkan provokator pelbagai perubahan itu dapat dikenal berikut orang-orang yang menentang perubahan tersebut.

Sejarah mencatat banyak perubahan, pergolakan dan peristiwa yang dialami umat manusia. Husain bin Ali As adalah termasuk dari orang besar yang lahir dari rahim sejarah ini. Dengan revolusi Asyura Imam Husain As berhasil mempersembahkan sebuah perubahan besar dalam sejarah umat manusia. Perubahan besar dengan mengorbankan segalanya untuk tetap menjaga Islam dari penyimpangan pasca wafatnya datuknya Rasulullah Saw. Lantaran kalau bukan Asyura dan peran sentral Imam Husain, niscaya umat manusia tidak akan mengenal Islam kecuali namanya saja. Mengingat laku-lacur penguasa Bani Umayyah di masa Imam Husain As.

Kalau Carlyle berkata bahwa great man laksana halilintar yang siap membakar kayu bakar, maka perjuangan al-Husain, dalam lisan riwayat, adalah "Panas yang membakar jiwa setiap orang beriman takkan pernah padam selamanya."[3]

Carlyle sendiri dalam mengomentari keprawiraan Imam Husain di pentas Karbala berkata, "Sebaik-baik pelajaran yang dapat kita petik dari tragedi Karbala adalah bahwa Husain dan para sahabatnya memiliki iman yang kokoh kepada Tuhan. Mereka dengan aksinya menjelaskan bahwa tatkala hak dan batil berhadap-hadapan minimnya jumlah bukan persoalan penting. Dan kemenangan Husain dengan kuantitas kecil itu telah membuatku terkesima."

Mahatma Gandhi founding father dan arsitek pembebas bangsa India dari cengkeraman penjajahan Inggris, tentang Imam Husain As berujar, "Aku tidak membawa sesuatu yang baru untuk rakyat India, aku hanya membawa hasil dari perenungan, telaah dan penelitianku terhadap sejarah kehidupan para pahlawan Karbala untuk mengangkat harkat bangsa India. Jika kita ingin menyelamatkan bangsa ini, maka kita wajib melakukan apa yang telah dilakukan oleh Husain bin Ali bin Abi Thalib."

Bukan tempatnya di sini untuk menukil kesan dan komentar para sejarawan, sosiolog dan cendekiawan dunia dari reformasi yang dibawa oleh Imam Husain As.

Cukup bagi kita dua tokoh in untuk mengantar kita kepada tema pembahasan kali ini ihwal perubahan dan tipologi sosial kisah epik asyura, dan di atas semua itu, sabda Rasulullah Saw ihwal kedudukan Imam Husain As, "Husain dariku dan Aku dari Husain."[4] Kontekshadis Nabi Saw "Husain dariku" adalah perlambang bahwa sebagaimana Nabi Saw datang untuk mengangkat citra, harkat dan martabat manusia, maka demikian juga al-Husain.
Sosiologi Asyura

Sejatinya, kisah asyura dapat dikaji dan ditelaah dari pelbagai sudut pandang. Dari sudut pandang sosiologi, politik, budaya, irfan, filsafat, sejarah, pendidikan, akhlak dan bahkan sastra. Dan secara khusus dari sudut pandang agama artinya murni pemikiran agama. Kesemua ini dapat dijadikan sebagai tinjauan terhadap kisah asyura.

Dari sudut pandang sosiologi, tragedi ini dapat dipandang dari dua sisi, pertama tragedi asyura dan peristiwa yang terjadi di tempat itu, bagaimana berubah menjadi sebuah paragon unggul untuk kemanusiaan, kebebasan, pengorbanan, keprawiraan, kemuliaan, kematangan, bagi kaum muslimin dan bahkan untuk umat manusia sepanjang perjalanan sejarah. Khususnya pada domain aksiologi dan pemikiran Syiah. Tragedi karbala menyisakan kesan yang mendalam dan kokoh yang menginspirasi nyaris seluruh perjuangan melawan tirani, dominasi dan koloni atas pribadi, masyarakat dan bangsa.

Tragedi asyura merupakan teladan utama sejarah Syiah dalam membela nilai-nilai kebebasan dan pembebasan, sikap altruisme, meraup kemuliaan, kerelaan berkorban, keprawiraan, berjihad di jalan mempertahankan akidah dan berkorban untuk mencapai tujuan mulia ini.

Tragedi asyura dalam sejarah Syiah selama satu millenium dalam menanamkan pemahaman mendalam pada pemikiran Syiah sangat memainkan peran penting. Begitupun dalam membentuk sebuah komunitas mandiri Syiah; artinya sebuah pemerintahan secara gradual terbentuk dengan mengambil pelajaran utamanya dari kisah Asyura yang kini berbentuk sebuah pemerintahan Islam di Iran. Sebuah Revolusi Islam yang diusung pemimpinnya, Imam Khomeini, memproklamirkan bahwa segala yang diraihnya adalah bersumber dari pelajaran Asyura. Dengan kata lain, pengaruh revolusi al-Husain sangat menginspirasi revolusi Islam yang digelontorkan oleh Imam Khomeini. Dimana pengaruh Revolusi Islam Iran ini sangat tampak kasat mata pada konstelasi peta perpolitikan dunia, sehingga Theda Skocpol, dalam Social Revolutions in the Modern World, mengategorikan Revolusi Islam Iran sebagai salah satu revolusi sosial terbesar di samping Revolusi Prancis, Rusia dan Cina. Revolusi Islam Iran kemudian banyak "menghasut" gerakan-gerakan pembebasan di pelbagai belahan dunia, baik pada sisi pemikiran maupun tindakan. Agama yang tadinya termarginalkan perannya lantaran badai Sekularisme, setelah Revolusi Islam Iran menang, orang-orang tidak sungkan-sungkan lagi mengenakan atribut-atribut keagamaan dalam aksi-aksi kultural dan sosial mereka. Semuanya ini merupakan ilham dari pesan abadi Asyura.

Yang juga dominan dapat dilihat dari pengaruh revolusi al-Husain ini adalah pada gerakan resistensi Hizbullah di Libanon, geliat kemunculan pergerakan anti dominasi, tirani, dan koloni atas sebuah bangsa, masyarakat, tatanan dan agama. Atau resistensi intifadha di Palestina dan di belahan dunia Islam lainnya.

Slogan-slogan seperti "Pantang Hina!" semacam menjadi bahan bakar yang tak habis-habisnya dan siap menggerakkan orang untuk berkorban dan berjuang di jalan iman dan agama. Slogan "Sekiranya agama Muhamad tidak akan tegak kecuali dengan kematianku, maka wahai pedang-pedang...ambillah jiwaku." Slogan-slogan membakar ini telah menjadi paradigma dalam kehidupan seorang bebas-merdeka yang ingin berjuang untuk nilai-nilai yang dianut dan diyakini, ingin meraih kehormatan insaniah sekaligus Ilahiah.

Akhir-akhir ini, Ismail Haniyyah, Perdana Menteri terpilih Palestina dari Hamas dalam petisinya terkait dengan serangan brutal Israel dan keikutsertaan para penguasa Arab dalam membantai rakyat teraniaya Palestina, "Sekiranya kalian membunuh ribuan dari anak-anak dan pejuang kami, niscaya kalian tidak akan mampu membunuh semangat kemuliaan dan kehormatan dalam diri kami." Kita dapat berkata bahwa semangat izzah dan karamah ini merupakan inspirasi dari semangat Asyura al-Husain As.
Pengaruh Komunal dan Sosial Asyura

Kisah Asyura menjadi poros dan pusat gerakan sejarah Syiah. Dengan mengenang tragedi ini, spirit orang-orang Syiah menjadi bergelora dan boleh jadi tiada satu pun bangsa, komunitas, masyarakat yang terbentuk dari sebuah budaya semacam ini. Sayid Hasan Nasrallah yang menjadi lokomotif resistensi melawan para tirani dunia kiwari dalam sebuah ceramah "membakarnya" bahwa makna "Labbaik Yaa Husain.." (Kusambut seruanmu Yaa Husain) adalah berkorban anak, istri, ibu meski seorang diri, meski ditinggalkan oleh orang, meski dituding. Tatkala seruan untuk menegakkan kemuliaan agama, sendiri pun kusambut..

Yel-yel "Labbaik Yaa Husain" ini telah membuat keberadaan Hizbullah sebagai simbol terdepan perlawanan hegemoni, dominasi dan tirani Barat di dunia. Seruan "yang memberi kehidupan" ini merupakan seruan terhadap penentangan dan perlawanan kapan saja dan dimana saja tatkala agama yang menjadi taruhannya.

Kisah asyura di samping ia berdimensi religius, ia juga berdimensi sosial. Di antara masalah penting asyura adalah dimensi komunal dan sosialnya. Dan asasnya adalah jihad dan pembebasan yang berpijak di atas keyakinan, rasionalitas dan pemikiran.

Ayatullah Jawadi Amuli acap kali menandaskan bahwa yel-yel "Husain..Husain..slogan kami....Syahadah adalah kehormatan bagi kami," telah menjadi budaya para pejuang dalam mempertahankan Revolusi Islam. Budaya inilah yang hingga saat ini yang mampu menjaga dan memelihara Revolusi ini. Pemeliharaan terhadap tradisi lawas Asyura adalah salah satu cara memelihara Revolusi Islam. Di samping budaya penantian (al-intizhâr), dan loyalitas terhadap wilâyat al-faqih.

Tradisi perayaan Asyura telah menjadi budaya tersendiri pada masyrakat Syiah di seantero dunia. Bahkan lebih dari itu Asyura berkedudukan sebagai sebuah institusi sosial di Iran khususnya di belahan bumi lainnya pada komunitas pecinta al-Husain secara umum.

Hal ini merupakan kenyataan yang dapat dilihat tatkala bulan Muharram tiba. Hampir seluruh strata masyarakat terlibat dalam perayaan Asyura ini. Menyumbang untuk kegiatan perayaan Asyura, sewa gedung, meramaikan masjid atau husainiyyah, parade, menggubah puisi, berkidung lagu sendu, donor darah, membantu fakir miskin, mengadakan festival Muharram, seminar dan banyak lagi aksi sosial lainnya dalam memperingati acara Asyura.

Terakhir, dengan semangat revolusi Imam Husain, Pemimpin Revolusi Islam Imam Ali Khameini mengumumkan hari 1 Muharram sebagai hari berkabung nasional atas tragedi Ghaza yang menimpa bangsa Palestina sebagai wujud simpati paling minimal dalam konteks sosial dan negara. Dimana pengumuman ini disambut elegan oleh Sayid Hasan Nasrallah untuk melakukan tabligh akbar di Beirut sebagai tanda kepedulian sosial terhadap bangsa Palestina yang kini dirundung duka. Kenyataan ini menandaskan bahwa sisi komunal dan sosial Asyura sedemikian berpengaruh pada komunitas Syiah tanpa memandang bahwa yang didera musibah ini Muslim atau tidak, Syiah atau tidak. Berbeda dengan para mufti Saudi yang lantaran Hizbullah bermazhab Syiah kemudian mengharamkan bantuan kemanusiaan kepada warga Libanon pada peperangan dengan Israel 2006. Bahkan puncaknya, Imam Ali Khamenei mengeluarkan hukum historis (melebihi fatwa) sebagai Wali Amr al-Muslimin (pemimpin kaum Muslimin) menegaskan bahwa "Barangsiapa yang berjuang membela rakyat Ghaza kemudian mati di jalan ini maka matinya adalah mati syahid."

Selanjutnya saya ingin mengajak Anda untuk menemani para sosiolog mengkaji faktor-faktor dan nilai-nilai yang memotivasi pemimpin Revolusi Asyura untuk mengadakan perubahan, rekayasa sosial, dengan melihat tipologi-tipologi gerakan kebangkitan Imam Husain ini.
Menghidupkan nilai-nilai Islam dan Kemanusiaan

Mengingat manusia merupakan makhluk yang misterius dan manusia tidak memiliki pemahaman dan makrifat yang memadai tentang satu dengan yang lain, jika tidak mendapat pancaran cahaya berupa panduan samawi dan melulu bersandar semata pada metode bumi dengan menetapkan kaidah-kaidah keliru memilih seorang pemimpin umat. Maka manusia dengan cara demikian sekali-kali tidak akan pernah mendulang kesuksesan dalam menjalani hidupnya; lantaran pemerintahan akan jatuh di tangan orang yang tidak patut menempati posisi sebagai pemerintah. Dan nilai-nilai Ilahi dan nabawi akan mengalami distorsi. Dan sebagai gantinya adalah nilai-nilai jahiliyah yang menjadi sandaran utama. Ketika nilai-nilai jahiliyah yang menjadi poros, maka perilaku moral dan sosial jahiliyyah juga akan mengikuti poros ini.

Nilai dari sudut pandang sosiologi adalah keyakinan atau ideologi yang mengakar dimana sekelompok masyarakat merujuk tatkala berhadapan dengan masalah seperti segala kebaikan, keburukan, keutamaan dan kesempurnaan ideal.[5] Namun yang dimaksud dengan nilai dengan pendekatan sosiologis adalah nilai-nilai (positif) yang diterima oleh kebanyakan masyarakat. Nilai-nilai ini dapat bercorak agama atau berwarna sosial. Perbedaan dari keduanya dapat ditelusuri pada sumbernya. Jelas bahwa nilai-nilai agama sumbernya adalah wahyu sementara nilai-niliai sosial adalah bersumber pada penerimaan masyarakat umum. Kendati nilai-nilai sosial yang memiliki akar wahyu dapat bewarna agama. Dengan memperhatikan definisi yang diberikan di atas nilai-nilai merupakan pemandu segala perilaku yang dipraktikan oleh sebuah masyarakat.

Salah satu pengaruh penting dan asasi kebangkitan Imam Husain As adalah menghidupkan nilai-nilai Islam dan kemanusiaan yang merupakan kebutuhan kunci dan urgen seluruh komunitas manusia. Lantaran nilai-nilai merupakan salah satu unsur utama dan berpengaruh pada domain kebudaayaan masyarakat. Dimana kebudayaan laksana udara bagi masyarakat yang tanpanya masyarakat tidak akan dapat bernafas. Unsur-unsur kebudayaan terpengaruh langsung oleh nilai-nilai yang dianut pada masyarakat tersebut.[6]

Nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat ini penting lantaran tiadanya akan menyebabkan chaos dalam ucapan, tindak sosial dan tindak moral. Menukil Durkheim, anomic akan muncul di tengah masyarakat. Karena nilai-nilai merupakan lentera dan pelita petunjuk bagi ucapan dan tindakan masyarakat dimana tanpanya komunitas tidak akan mampu membentuk dan menyelaraskan dirinya.

Salah satu nilai penting agamis dan insaniah yang dihidupkan oleh Imam Husain dan para pengikutnya adalah gairah pada syahada (martrydom) dan semangat altruisme (itsar). Menurut Syahid Muthahhari dalam Hamâse Husaini, berkata bahwa setiap kematian suci (syahadah) memendarkan cahaya kepada masyarakat." [7] Dengan pendaran cahaya syahadah ini

 


source : www.abna.ir
0
0% (نفر 0)
 
نظر شما در مورد این مطلب ؟
 
امتیاز شما به این مطلب ؟
اشتراک گذاری در شبکه های اجتماعی:

latest article

Dapatkah Anda jelaskan tentang kepribadian Ubay bin Ka’ab?
Mengapa Imam Hasan As tidak melakukan perlawanan seperti saudaranya?
Apakah wahyu itu, dan bagaimanakah wahyu itu diturunkan kepada para nabi?
Apa warna sorban Nabi Saw dan para Imam Maksum As?
Kapan ayat “Wa Yuth’imûna al-tha’âma ‘ala hubbihi miskinan wa yatiman wa ...
Mengapa dalam al-Qur’an menjelaskan kisah secara detil dan kisah Nabi Musa As lebih ...
Ayat-ayat mana saja dalam al-Quran yang menyeru manusia untuk berpikir dan menggunakan ...
Siapakah nama ibu kandung Nabi Ibrahim As?
Apakah Hawa diciptakan dari tulang rusuk Nabi Adam? Apakah hal ini tidak bertentangan ...
Untuk memasuki rumah baru doa-doa apa saja yang harus dibaca dan amalan-amalan apa saja ...

 
user comment