Indonesian
Tuesday 30th of April 2024
0
نفر 0

Apa keyakinan pertama yang harus dimiliki oleh seorang Muslim?

Setiap orang yang mengikrarkan dua kalimat syahadat “asyhadu an lâ ilâha illallâh wa asyhadu anna muhammadan rasûlullâh” menjadi seorang Muslim dan hukum Muslim berlaku baginya: badannya menjadi suci juga anak-anaknya, dan pernikahan serta muamalahnya dengan Muslimin boleh baginya. Konsekuensinya, ia harus mengamalkan kewajiban-kewajiban agama seperti melaksanakan salat, mengerjakan puasa, menyerahkan khumus, zakat, menunaikan haji, beriman kepada yang gaib, percaya adanya malaikat, hari kebangk
Apa keyakinan pertama yang harus dimiliki oleh seorang Muslim?

Setiap orang yang mengikrarkan dua kalimat syahadat “asyhadu an lâ ilâha illallâh wa asyhadu anna muhammadan rasûlullâh” menjadi seorang Muslim dan hukum Muslim berlaku baginya: badannya menjadi suci juga anak-anaknya, dan pernikahan serta muamalahnya dengan Muslimin boleh baginya. Konsekuensinya, ia harus mengamalkan kewajiban-kewajiban agama seperti melaksanakan salat, mengerjakan puasa, menyerahkan khumus, zakat, menunaikan haji, beriman kepada yang gaib, percaya adanya malaikat, hari kebangkitan (ma’âd), surga, neraka, membenarkan semua nabi sebagai para pembawa risalah Allah.

Di samping itu semua, sebagaimana perintah al-Qur`an dan wasiat Rasulullah Saw serta penegasan para imam suci bahwa tidaklah sempurna bahkan tidak diterima keimanan dalam keislaman dan pengamalan hukum-hukumnya tersebut, tanpa mempercayai kepemimpinan (wilâyah) para imam dua belas. Jelasnya bahwa jika seseorang itu Muslim tetapi batinnya adalah seorang musyrik dan munafik, maka sia-sialah amal perbuatan lahiriahnya. Ia akan dimurkai Allah dan tidak akan mencapai kesempurnaan dan kebahagiaan.

Jawaban Detil

Kata “islâm” secara leksikal artinya berserah diri (taslîm) dan patuh. Secara teknikal berarti agama yang telah disampaikan oleh Nabi Muhammad Saw dari Allah sebagai syariat ilahiah terakhir, yang komprehensif, universal dan abadi (takkan teranulir atau tercabut sampai kiamat).

Hal terpenting yang membedakan agama ini dengan semua agama lainnya, ialah keyakinan pada khâtamiyah Muhammad Saw, yakni beliau sebagai nabi penutup (nabi terakhir) dan indikasi makrifat ketauhidan dalam dimensi-dimensi berikut:

1.     Tauhid pada dzat, bahwa Allah Maha Esa, tak bersekutu dan tiada selain-Nya. Dia bukanlah suatu kombinasi yang mempunyai bagian-bagian, juga bukan bagian dari suatu kombinasi.

2.     Tauhid dalam penciptaan (khâliqiyah) dan pemeliharaan (rubûbiyah), bahwa Dialah Sang Pencipta dan Pengatur yang mandiri bagi alam keberadaan. Selain Dia (para utusan) termasuk malaikat hanyalah para abdi dan hamba-Nya, yang dalam keberadaan, penciptaan dan pengaturan segala urusan, mereka di bawah perintah-Nya Swt.

3.     Tauhid dalam penetapan aturan (tasyri’i), bahwa hanya Allah-lah satu-satunya sumber yang berhak membuat aturan bagi manusia. Sedangkan selain Dia (para utusan) menjelaskan dan membuat undang-undang sebatas apa yang diizinkan oleh Allah kepada mereka.

4.     Tauhid dalam ketuhanan (ulûhiyah), bahwa hanya Dialah Yang disembah dan patut disembah, bukan thâghut dan mahkluk.

 

Oleh karena itu, memeluk Islam berarti mengakui dua prinsip dan menerima segala konsekuensinya. Kalimat thayibah “lâ ilâha illallâh” adalah inti agama Islam dan kandungan segenap dimensi tauhid. Mengakui risalah nabi Muhammad Saw berarti mengakui khâtamiyah beliau dan bahwa agamanya sebagai agama penutup, menganulir semua ajaran sebelumnya. Konsekuensinya mematuhi secara mutlak semua ajaran, perintah dan larangan Sang Utusan Allah ini.

Jadi orang yang bersaksi dengan dua perkara tersebut, ia telah melepaskan semua ajaran dan agama dan masuk golongan kaum Muslimin. Telah berlaku baginya hukum-hukum orang Muslim seperti halal menikah dan bermuamalah dengannya, suci badannya dan anak-anaknya.[1] Jiwanya pun dihormati dan pembelaan terhadapnya di bawah tanggung jawab pemerintah Islam. Perlu disampaikan, bahwa kesyirikan terselubung seperti budak nafsu, cinta harta dan ambisi kedudukan tak dapat dikatakan sebagai sebab keluarnya dia dari Islam.

Dalam pandangan Syiah Itsnâ ‘Asyariah (dua belas imam) –berdasarkan ayat-ayat al-Qur`an dan riwayat-riwayat hadis para insan suci As, menerima dua belas manusia suci sebagai imam dan washi Rasulullah Saw adalah syarat iman dan terkabulnya amal perbuatan di hadapan Allah. Sebab, konsekuensi membenarkan nabi Muhammad Saw, dan kitab al-Qur`an sebagai wahyu yang tak mengalami tahrîf (distorsi), adalah pengamalan sempurna terhadap pesan-pesan al-Qur`an dan Rasulullah Saw. Di antara pesan-pesan itu, berpegang teguh pada Ahlulait As dan mentaati mereka. Menentang mereka para imam As pada hakikatnya menentang perintah-perintah Rasulullah Saw.

Syiah tidak akan menghukumi kafir dan keluar dari Islam bagi seorang Muslim yang melakukan dosa besar, dan bagi Ahlussunnah yang menolak wilâyah (kepemimpinan) para imam suci. Juga tidak ada larangan berhubungan dengan dan hidup bersama mereka.

Adapun kaum Khawarij memandang para pendosa besar dan orang fasik sebagai kafir dan memandang halal darahnya (boleh dibunuh). Kelompok Muktazilah menggolongkan orang seperti ini bukan Mukmin juga bukan kafir. Bagi kaum Wahabi, sujud di atas tanah, menciumi pagar makam Para imam suci dan mengambil berkah dari tanah mereka termasuk perbuatan syirik, dan menegaskan bahwa orang Syiah itu musyrik.

Jadi seseorang ketika memeluk agama Islam berarti dia telah menerima: 1-Tauhid dengan segenap aspeknya. 2-Meyakini risalah dan khâtamiyah Nabi Saw. 3-Mematuhi semua perintah dan larangan beliau, salah satunya adalah wilâyah (kepemimpinan Ahlulbait). 4-Menerima keyakinan pada kehidupan setelah mati dan apa yang diceritakan mengenainya oleh al-Qur`an dan Rasulullah Saw.

Al-Qur`an menerangkan standar keimanan, yaitu: Kebaikan adalah beriman kepada Allah, hari pembalasan, malaikat, kitab dan Para nabi.[2] Dan bahwa kekufuran, kemunafikan dan syirik yang nyata adalah keluar dari Islam dan iman.[3]

Namun karena iman hakiki adalah meniscayakan pengamalan terhadap syariat, maka pengakuan beriman dan masuk Islam –yang menjadi sebab hukum Islam berlaku padanya- tanpa melaksanakan undang-undang Allah dan Rasulullah Saw, tidak akan membuahkan petunjuk dan tidak akan memberikan manfaat dan kebahagiaan hakiki. Oleh karena itu, menurut al-Qur`an bahwa pencapaian kehidupan yang terbaik itu bergantung pada iman dan amal saleh.[4]

Orang yang menetapi satu saja dari kedua perkara tersebut, yakni klaim beriman tanpa beramal atau beramal tanpa beriman, laksana angsa bersayap satu, takkan bisa terbang dan mendaki tangga kebahagiaan dan kesempurnaan. Ia harus mengubah jalannya dengan memadukan imannya dengan amal saleh dan amal salehnya dengan menampakkan Islam dan menerima ilmu-ilmu Islam. Dengan jalan inilah ia menjadi dekat dengan Allah dan masuk surga.

Ada beberapa poin yang perlu disampaikan di sini: 1-Ada hubungan timbale-balik antara iman dan amal saleh, bahwa semakin kokoh iman semakin bertambah kualitas dan kuantitas dalam amal saleh dan dalam menjauhi kemaksiatan dan kezaliman. Semakin besar perhatian pada amal saleh dan dalam menjauhi dosa-dosa besar, iman pun semakin kokoh di permukaan. Orang yang demikian mencapai puncak kebahagiaan dan derajat insaniah yang tinggi. Sebaliknya bahwa dosa dan hal menetapinya menyebabkan terkikisnya iman dalam hati, dan berbuat dosa menunjukkan kelemahan iman.

2-Membenarkan seluruh nabi dan kitab mereka tak meniscayakan pengamalan syariat. Sebab syariat sebagian mereka adalah khusus bagi kaum mereka, dan syariat sebagian yang lain terhapus dengan kedatangan syariat dan kitab setelahnya. Yakni telah habis masa mengamalkannya. Jadi membenarkan mereka adalah berarti menerima mereka sebagai utusan Allah dan menghormati kedudukan dan perjuangan mereka, bukan harus mengamalkan syariat mereka.

3-Amal ibadah terpenting yang memisahkan seorang Muslim dari kaum non Muslim, dikenal dengan istilah furu’uddin (cabang-cabang agama). Mempelajari dan mengamalkan semua cabang itu adalah suatu keharusan bagi orang-orang yang dikenai tugas-tugas tersebut. Mengingkari kepastian satu cabang agama sama halnya mengingkari cabang-cabang lainnya yang bersifat pasti. Oleh karena itu, pengingkaran terhadap kepastian salah satu darinya merupakan sebab keluar dari Islam. Pelakunya ini dihukumi murtad, dan pada kondisi-kondisi tertentu yang dia miliki, darahnya boleh ditumpahkan.

Di sisi lain, tidak mengamalkan cabang-cabang agama tanpa pengingkaran terhadap keharusannya juga menyebabkan jatuhnya manusia dari derajat-derajat surga. Jika hal demikian sampai akhir hayat tidak tertunaikan, akan berakibat siksaan yang kekal.

4-Iman harus mutlak. Karena pada dasarnya, iman bukanlah mengambil sebagian. Jika seseorang itu Muslim tetapi tidak mengamalkan cabang-cabang agama dan tanpa mengingkarinya, tak boleh mengatakan: “Aku menerima sebagian saja dari ajaran Islam dan mengamalkan sebagian saja dari hukum kewajiban.” Sebab, tindakan ini dalam al-Qur`an adalah budak nafsu dan berbuat menurut selera. Ia termasuk kafir, tidak mengimani Allah dan hari pembalasan serta risalah Para nabi.[5]

5-Iman dan amal saleh itu bertingkat-tingkat, ada yang lemah dan kuat. Semua orang saleh tidak berada di satu tingkat. Di mata Allah, derajat mereka di surga tidaklah sama. Jadi hendaklah dalam pendalaman iman dan peningkatan kualitas dan kuantitas amal saleh dengan mempelajari ajaran-ajaran yang hak, dengan cermat dan penuh perhatian, Anda berusaha untuk sampai pada tingkatan-tingkatan yang tinggi.[]

 

Referensi dan daftar pustaka:

      1.            Milal wa Nihal juz 2, Ayatullah Ja’far Subhani.

      2.            Milal wa Nihal juz 1-3, Abdul Karim Syahrestani.

      3.            Âmuzesye Kalâme Islâmi  jil 1 & 2, Muhammad Sa’id Mehr.

      4.            Kasyful Murâd juz 3, Khajeh Nashiruddin at-Thusi.

      5.            Akhlâk dar Qur`ân juz 1, Muhammad Taqi Misbah Yazdi.


[1]. Namun khusus terkait dengan kesucian (thaharah) badan non-Muslim (Ahlukitab atau bukan) para ulama Islam memiliki pandangan terhadap masalah ini dimana untuk mengetahui lebih jeluk, silahkan Anda merujuk kepada Risalah Amaliyah mereka.

[2]. “Kebajikan itu bukanlah (hanya) kamu menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat (ketika salat). Akan tetapi, sesungguhnya kebajikan itu adalah orang yang beriman kepada Allah, hari kemudian, para malaikat, kitab-kitab, dan para nabi; memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan), dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya; mendirikan salat dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila mereka berjanji; dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan, dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya) dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa.” (Qs. Al-Baqarah [2]:177);  “Rasul telah beriman kepada Al-Qur’an yang diturunkan kepadanya dari Tuhan-nya, begitu juga orang-orang yang beriman. Semuanya beriman kepada Allah, para malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, dan para rasul-Nya. (Mereka berkata), “Kami tidak membeda-bedakan antara rasul-rasul-Nya”, dan mereka berkata, “Kami dengar dan kami taat. Ampunilah kami, ya Tuhan kami, dan hanya kepada-Mu-lah tempat kembali.” (Qs. Al-Baqarah [2]: 285); “Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan kepada kitab yang Allah turunkan kepada Rasul-Nya, serta kitab yang Allah turunkan sebelumnya. Barang siapa yang kafir kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, dan hari kemudian, maka sesungguhnya orang itu telah sesat sejauh-jauhnya.” (Qs. Al-Nisa [4]:136)

[3]. “Dan sungguh Allah telah menurunkan (sebuah ketentuan) kepadamu di dalam Al-Qur’an bahwa apabila kamu mendengar ayat-ayat Allah diingkari dan diperolok-olokkan (oleh orang-orang kafir), maka janganlah kamu duduk beserta mereka, sehingga mereka memasuki pembicaraan yang lain. Karena sesungguhnya (kalau kamu berbuat demikian), tentulah kamu serupa dengan mereka. Sesungguhnya Allah akan mengumpulkan semua orang-orang munafik dan orang-orang kafir di dalam neraka Jahanam.” (Qs. Al-Nisa [4]:140) “Sesungguhnya orang-orang munafik itu (ditempatkan) pada tingkatan yang paling bawah dari neraka. Dan kamu sekali-kali tidak akan mendapat seorang penolong pun bagi mereka.” (Qs. Al-Nisa [4]: 145)

[4]. “Barang siapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan. “(Qs. Al-Nahl [16]:97); Barang siapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan. (Qs. Al-Baqarah [2]:103), “Dan orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal saleh, kelak akan Kami masukkan mereka ke dalam surga yang di bawahnya mengalir sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya; di dalam surga itu mereka mempunyai istri-istri yang suci, dan Kami masukkan mereka ke tempat yang teduh lagi nyaman.” (Qs. Al-Nisa [4]:57) “Orang-orang yang beriman dan mengerjakan amalan saleh, kelak akan Kami masukkan ke dalam surga yang mengalir sungai-sungai di bawahnya, mereka kekal di dalamnya untuk selama-lamanya. Allah telah membuat suatu janji yang benar. Dan siapakah yang lebih benar ucapannya daripada Allah? (Qs. Al-Nisa [4]:122)

[5]. “Apakah kamu beriman kepada sebagian (perintah) al-Kitab (Taurat) dan mengingkari sebagian yang lain? Tiadalah balasan bagi orang yang berbuat demikian darimu, melainkan kenistaan dalam kehidupan dunia, dan pada hari kiamat mereka akan dicampakkan ke dalam siksa yang sangat berat. Dan Allah tidak akan lengah terhadap segala apa yang kamu perbuat.” (Qs. Baqarah [2]:85); “Sesungguhnya orang-orang yang kafir kepada Allah dan rasul-rasul-Nya, dan bermaksud memperbedakan antara (keimanan kepada) Allah dan rasul-rasul-Nya, dengan mengatakan, “Kami beriman kepada yang sebagian dan kami kafir terhadap sebagian (yang lain)”, serta bermaksud mengambil jalan (tengah) di antara yang demikian itu (iman atau kafir), merekalah orang-orang yang benar-benar kafir. Dan Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir itu siksaan yang menghinakan.” (Qs. Al-Nisa [4]:150-151)


source : islamquest
0
0% (نفر 0)
 
نظر شما در مورد این مطلب ؟
 
امتیاز شما به این مطلب ؟
اشتراک گذاری در شبکه های اجتماعی:

latest article

Tolong sebutkan dalil-dalil yang menunjukkan bahwa Abu Thalib As adalah orang beriman?
Apakah bahasa Arab lebih baik dari bahasa-bahasa yang lain?
Apa yang dimaksud dengan Batul dan Ummu Abihâ yang menjadi gelar dan julukan Hadhrat ...
Ayat-ayat mana saja dalam al-Quran yang menyeru manusia untuk berpikir dan menggunakan ...
Apa penafsiran dan pahala (membaca) surah al-Fil (105)?
Apa perbedaan sifat dan ciri-ciri qawiyyu bagi Allah Swt dan bagi makhluk-Nya?
Apa alasan Nabi Khidir membunuh seorang anak kecil?
Apa maksud dari mengangkat bukit Thur di atas kepala kaum Bani Israel?
Berapa lama jarak masa yang terbentang di antara pengutusan para nabi Ulul Azmi?
Menalar Keyakinan Wahabi

 
user comment