Berjalan memang perkara sederhana. Walaupun demikian, berjalan dapat menjelaskan kondisi psikologis, moral bahkan terkadang kepribadian seseorang. Sebelumnya telah dijelaskan bahwa spritualitas dan moralitas seseorang tergambar dari tingkah lakunya. Tekadang tindakan sepele menyingkap spiritualitas yang paling dasar. Semua dimensi kehidupan tidak luput dari perhatian Islam. Lalu seperti apakah adab atau cara berjalan yang diajarkan Rasulullah SAW?
Salah satu faktor keberhasilan syiar Islam oleh Rasulullah SAW adalah akhlak yang ditunjukkan beliau kepada sesama, tidak terkecuali dalam hal berjalan. Berbagai riwayat menyebutkan cara beliau berjalan dan kepribadian manusia bisa tercermin melalui cara berjalannya. Maka dari itu, dalam Islam, sebagaimana yang dicontohkan Rasulullah SAW perihal berjalan terdapat tata cara atau adab berjalan. Pertama, hendaklah seseorang itu berjalan dengan niat yang benar. Niat berjalan ke manapun tujuan harus sebagai bentuk ibadah kepada-Nya. misal berjalan ke tempat ibadah, kantor, sekolah, dan sebagainya semata-mata mengharap ridho dan untuk beribadah kepada-Nya. Kedua, tidak berjalan menuju sesuatu yang diharamkan. Sebab semua anggota tubuh, termasuk kaki dan langkahnya akan dimintai pertanggungjawaban kelak, ke mana dan untuk apa mereka melangkah. Imam Ja’far Shadiq berkata “Allah mewajibkan iman kepada anggota badan manusia dan membaginya di antara mereka. Kedua kaki manusia diperintah supaya tidak berjalan menuju dosa dan kemaksiatan, serta harus melangkah di jalan keridhaan Allah.” Ketiga, berjalan dengan tawadu dan tidak sombong. Rasulullah SAW bersabda, “Orang yang berjalan dengan kesombongan di atas muka bumi, bumi dan semua yang ada di bawah dan di atas bumi mengutuknya.” Nabi melarang berjalan dengan kesombongan. Beliau bersabda, “Siapa yang mengenakan pakaian lalu menjadi sombong karenanya, niscaya Allah akan menenggelamkannya ke dasar bumi di tepi neraka dan ia akan bersama dengan Qarun, manusia pertama yang membangun pilar kesombongan.” Firman Allah dalam surah Lukman ayat 18 “… Dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.”
Tawadu waktu berjalan bukanlah melangkah dengan lemas dan lemah, melainkan melangkah dengan tegap dan berdaya. Firman Allah dalam surah al-Furqan ayat 63 “Hamba-hamba Tuhan yang Maha Pengasih ialah orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati.” Imam Ja’far Shadiq menafsirkan bahwa yang dimaksud ayat tersebut adalah manusia yang berjalan sesuai tabiat insani tanpa terbebani dan takabur (dengan tenang dan tidak takabur). Sebuah riwayat menyatakan bahwa Nabi SAW bila berjalan tidak terburu-buru dengan langkah cepat, seakan berjalan turun ke bawah.” Rasulullah tidak berpura-pura lemah ketika berjalan, senantiasa berjalan dengan kuat, tegap dan tegar Al-Hakim meriwayatkan dari Jabir, bahwa Rasulullah ketika berjalan tidak banyak menoleh. Keempat, menghindari cara berjalan yang tercela, seperti berjalan dengan sombong dan angkuh, takabur, berjalan dengan gelisah, dan gemetaran, berjalan loyo seperti orang sakit, meniru jalan lawan jenis, mengolok-olok cara berjalan orang lain, berjalan terburu-buru dan cepat. Rasulullah SAW disebutkan dalam kitab Maulid al-Barzanji, neliau sering berjalan di belakang para sahabatnya karena beliau berpesan “Kosongkanlah tempat di belakangku untuk malaikat Ruhaniyah.” Rasulullah juga tampak condong ketika berjalan, seakan-akan seperti turun dari tempat yang tinggi. beliau juga tidak menoleh ketika berjalan, tidak lambat dan tidak pula terlalu cepat, menundukkan pandangannya, serta memilih jalan yang sepi jika berjalan sendirian. Ketika bersama-sama sahabatnya beliau lebih senang berjalan di belakang. Jika diperhatikan dari berbagai keterangan atau riwayat menunjukkan bahwa Rasulullah SAW ketika berjalan senantiasa menunjukkan kerendahan hati. Sehingga, perihal berjalan yang paling penting dipahami adalah jalannya seseorang merupakan salah satu jendela untuk mengetahui kondisi spritualitas seseorang.
Dari sebuah hadis diriwayatkan Nabi SAW melewati sebuah lorong dan melihat orang gila dikerumuni dan diperhatikan orang.
Beliau bertanya, “Apa yang membuat kalian berkerumun?”
Mereka menjawab, “Ada orang gila karena pertikaian fanatisme.”
Nabi memerhatikan mereka dan berkata, “Ia tidak gila! Maukah aku beritahu orang gila sebenarnya?”
“Tentu wahai Rasulullah,” kata mereka.
Beliau berkata, “Orang gila sebenarnya adalah yang berjalan dengan sombong selalu memerhatikan dan menekankan kedua pinggangnya disertai kedua bahu (seluruh dirinya mengalirkan kesombongan). Dia itulah orang gila yangsebenarnya. Sedangkan orang yang kalian lihat itu adalah orang sakit.”
source : alhassanain