Pernikahan Imam Ali dan Sayidah Fatimah termasuk salah satu peristiwa yang terjadi pada tahun kedua Hijriah, dimana komunitas Syiah merayakan hari tersebut pada tanggal pertama Dzulhijjah. Menurut pendapat masyhur, mahar Sayidah Zahra sa adalah mahr al-Sunnah (lima ratus Dirham). Rasulullah saw dengan menolak beberapa pelamar, akhirnya menerima lamaran Ali bin Abi Thalib dan menyebut pernikahan tersebut sebagai pernikahan dari sisi Allah dan atas kehendak-Nya dan dijelaskan bahwa Allah lah yang menikahkan Fatimah dengan Ali as.
Para Pelamar
Referensi Syiah dan Sunnah – dengan adanya perbedaan - telah menukil peristiwa pelamaran tersebut. Mereka mengatakan beberapa orang sahabat di Madinah, seperti Abu Bakr, Umar bin Khattab, Abdur Rahman bin Auf telah datang menghadap Rasulullahuntuk melamar Fatimah sa; namun Rasulullah memberikan jawaban bahwa pernikahan putrinya ada di tangan Allah dan menunggu kehendak dan keputusan-Nya. [1]
Sebagian kaum Muhajirin berkata kepada Ali as, Mengapa engkau tidak melamar Fatimah Sa? Ia menjawab: Demi Allah, aku tidak memiliki apapun. Mereka berkata, bahwa Rasulullah saw tidak menghendaki apapun darimu. Akhirnya Ali menemui Rasulullah saw, namun ia pun tak dapat mengutarakan niatnya karena rasa malu yang menghinggapinya. Untuk ketiga kalinya, akhirnya ia melamar Fatimah Sa. Rasulullah Saw bersabda, apakah kamu memiliki sesuatu untuk dijadikan mahar? Ali menjawab: Wahai Rasulullah as, aku tidak memiliki sesuatu apapun kecuali baju perangku. Akhirnya Rasulullah menikahkan Fatimah Sa dengan mahar 12,5 ons emas dan beliau mengembalikan baju perang tersebut kepada Ali. [2] Dikatakan, sebagian kaum Muhajirin mengeluh; namun beliau as mengatakan, saya tidak memberikan Fatimah kepada Ali; Allah lah yang memberikannya untuk Ali. [3]
Khotbah Akad
Halabi dalam Manaqib Āl bin Abi Thalib [4] mencatat, Rasulullah Saw menyampaikan khotbah saat menikahkan Fatimah sadengan Ali as, dimana Imam Ridha as dan Yahya bin Ma’in dalam Āmālinya dan Ibnu Baththah dalam Al-Inābahmenukilnya dengan tanpa sanad dari Anas bin Malik, dimana ia berkata:
"Segala puji bagi Allah yang terpuji dengan segala nikmat-Nya, yang disembah dengan ketentuan-Nya, yang ditaati dengan kekuasaan-Nya, yang ditakuti azab dan kekuasaan-Nya, yang meliputi perkara-Nya di langit dan bumi-Nya, yang menciptakan makhluk dengan takdir-Nya, yang mengistimewakan makhluk-Nya dengan hukum-Nya dan memuliakan mereka dengan agama-Nya, yang menjadikan mereka mulia dengan Nabi-Nya Muhammad Saw. Sesungguhnya Allah, nama-Nya Maha Mulia, Maha Tinggi dan Maha Agung. Ia telah menjadikan mushaharah (hubungan keluarga karena pernikahan) sebagai sebab penerus generasi, perkara yang menjadi sebab penyambung keluarga dan penerus generasi manusia. Allah yang Maha Mulia dalam firman-Nya menyatakan: “Dialah yang menciptakan manusia dari air kemudian menjadikan manusia punya keturunan dan mushaharah, dan Tuhanmu Maha Kuasa”. [5] Kemudian Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla memerintahkanku untuk menikahkan Fatimah dengan Ali bin Abi Thalib, maka saksikan sesungguhnya aku telah menikahkannya dengan maskawin empat ratus keeping uang perak, apakah kamu ridha dengan hal itu. Kemudian Ali menjawab: Ya, aku ridha ya Rasulullah."
Tanggal Pernikahan
Kulaini dalam al-Kāfi, meriwayatkan sebuah hadis yang dinukil dari Imam Sajjad as menjelaskan bahwa Rasulullah sawmenikahkan Sayidah Fatimah Sa dengan Imam Ali as satu tahun setelah hijrah ke Madinah. [6] Pendapat ini lebih selaras dengan apa yang telah diriwayatkan oleh Thabari dari Imam Baqir as, yang menjelaskan bahwa Imam Ali Sa menikah dengan Sayidah Fatimah dalam beberapa malam yang tersisa dari bulan Shafar pada tahun kedua Hijriah. [7] Abu al-Faraj al-Isfahani dalam Maqātil al-Thālibīn juga menulis perihal yang dinukil oleh Thabari tersebut dan selanjutnya, Ali as menemui Fatimah Sa sekembalinya ia dari pertempuran Badar. [8]
Rasulullah di awal bulan Dzulhijjah tahun kedua Hijriah mengirim Sayidah Fatimah ke rumah Amirul Mukminin as. [9]Dengan demikian, jarak masa akad sampai pernikahan kurang lebih sekitar sepuluh bulan. Mungkin ketergesaannya dalam menjalankan sighoh akad adalah jawaban gamblang bagi para pelamar, dan ketidaktergesaannya dalam melaksanakan acara pernikahan adalah supaya Fatimah Sa mengalami perkembangan secara lahiriah dan sampai pada batas sebagai salah satu wanita secara jismiyah dan kekuatan. [10]
Mahar
Sumber-sumber sejarah menuturkan jumlah mahar Sayidah Zahra Sa berkisar 400-500 dirham. Dalam sebuah hadis dari Imam Ridha as, disebutkan bahwa maharnya, yang terkenal dengan istilah Mahr al-Sunnah, berjumlah lima ratus dirham. [11]
500 Dirham kurang lebih 1250[12] sampai 1500[13] gram perak dan dengan memperhatikan bahwa pada masa itu setiap 10 Dirham perak setara dengan satu dinar emas, maka Mahr al-Sunnah setara dengan 170-223 gram emas[14] (nilai perkiraan ini beragam dan dengan melihat perbedaan pendapat dalam kadar dirham dan dinar). [15]
Imam Ali menjual salah satu peralatannnya untuk memenuhi mahar tersebut dan menjamin mahar Sayidah Fatimah. Terjadi perselisihan tentang apa peralatan tersebut. Sebagian sejarawan mengatakan baju perang, sebagian yang lain mengatakan kulit kambing atau pakaian Yamani atau onta. Apapun itu, dijual dan uangnya dibawa ke hadapan Rasulullah. Dia dengan tanpa menghitung, mengambil sedikit dari uang tersebut dan menyerahkannya kepada Bilal dan mengatakan, berilah wewangian dengan uang ini! kemudian sisanya diberikan kepada Abu Bakar dan berkata, siapkanlah dengan uang tersebut apa saja yang diperlukan untuk putriku. Ammar bin Yasir dan beberapa sahabat lainnya menyertai Abu Bakar hingga dengan sarannya, mereka mempersiapkan perlengkapan untuk Sayidah Az-Zahra. Syaikh Thusi menulis list perlengkapan sebagai berikut:
Baju dengan nilai 7 dirham.
Sapu tangan dengan nilai 4 dirham.
Selimut hitam tenunan Khaibar.
Ranjang anyaman dari daun korma.
Dua kasur yang diisi dengan katun, yang satunya dari serabut korma dan satunya lagi dari bulu domba.
Empat bantal kulit dari Tha’if yang diisi dengan rumput (tanaman ini memiliki daun kecil yang memiliki efek medis).
Tirai dari wol.
Sehelai tikar Hajari (Hajar adalah sebuah desa dekat Madinah yang-penduduknya bekerja sebagai pembuat tikar).
Sebuah penggiling gandum dan saringan.
Baskom dari tembaga.
Kantong dari kulit (untuk menyimpaan air).
Gelas dari kayu.
Mangkok untuk memeras susu.
Qirbah air.
Kendi untuk bersuci.
Guci hijau.
Beberapa kendi tanah[16]
Dinukilkan bahwa, Fatimah setelah pernikahannya, ketika bertemu dengan seorang wanita pengemis dan meminta sesuatu darinya, maka iapun memberikan pakaian barunya dan ia memakai pakaian biasa. [17]
Walimah Malam Pernikahan
Rasulullah Saw memanggil Bilal Habasyi dan berkata kepadanya, karena sekarang adalah pernikahan putriku dan anak pamanku, maka saya menyukai sunnah umatku yaitu mengadakan walimah (jamuan makan) saat pernikahan. Pergilah dan sediakanlah satu kambing dan lima mud (satuan ukuran Arab) gandum untuk mengundang kaum Muhajirin dan Anshar.
Bilal pun menyiapkannya dan membawanya ke hadapan Rasulullah dan beliau meletakkan di depannya. Dengan perintah Rasulullah, masyarakat datang ke masjid secara kelompok perkelompok dan setelah makan, mereka pergi sampai kesemuanya mendapatkan makanan dan masih ada sedikit makanan yang tersisa. Rasulullah memberikan berkah makanan yang sedikit itu dan berkata kepada Bilal, bawalah makanan ini untuk para wanita dan katakan, makanlah makanan ini dan berilah makan orang-orang yang bersama kalian dengan makanan tersebut. [18]
Doa Rasulullah Saw
Setelah walimatul ‘arusy, Rasulullah Saw bersama Ali as pergi ke rumahnya dan memanggil Fatimah sa. Ketika Fatimah datang, ia melihat suaminya bersama Rasulullah. Rasulullah berkata kepadanya, mendekatlah. Fatimah mendekati ayahnya. Iapun memegang tangan keduanya dan saat hendak meletakkan tangan Fatimah ke tangan Ali, ia berkata, Demi Allah, yang mana aku tidak melalaikan hak-Mu dan memuliakan firman-Mu. Aku menikahkanmu dengan orang paling terbaik dari keluargaku dan demi Allah aku telah menikahkanmu dengan orang yang menjadi penghulu dunia dan akhirat dan termasuk orang yang salih… pergilah ke rumah kalian. Allah memberkati kalian atas pernikahan ini dan memperbaiki urusan kalian. [19]
Rasulullah Saw berkata kepada asma' binti Umais, bawakanlah bajana hijau untukku. asma’ pun berdiri dan membawakan sebuah bejana yang penuh dengan air dan membawanya ke hadapannya. Nabi Saw mengambil segenggam air dan memercikkannya di atas kepala Sayidah Fatimah dan telapak satunya mengambil air dan mengusapkan ke tangannya dan kemudian memercikkannya ke leher dan badannya. Kemudian berkata, Ya Allah! Fatimah dariku dan aku dari Fatimah. Sebagaimana Engkau jauhkan kotoran dariku dan menyucikanku sesuci-sucinya, maka sucikanlah ia. Kemudian dia berkata supaya meminum air dan membasuh mukanya dengan air tersebut dan berkumur-kumur. Kemudian beliau meminta air dari bejana lain dan memanggil Ali dan beliau melakukan hal yang serupa dan berdoa dengan doa yang sama dan kemudian beliau berkata, semoga Allah mendekatkan hati kalian, menciptakan kasih sayang, memberkati keturunan kalian dan memperbaiki urusan-urusan kalian. [20]
Pindah Tempat dengan Bertetanggakan Rasulullah
Beberapa hari dari pernikahan sudah lewat, jauh dari Fatimah sa sangatlah sukar bagi Rasulullah, karena Fatimah sudah bertahun-tahun ada di sisinya dan mengingatkan kenangannya bersama Khadijah sa, Khadijah yang disifati dengan, siapakah orang yang menggantikan kedudukan Khadijah?! Saat masyarakat mendustakanku, ia malah menganggapku jujur. Saat kesemuanya meninggalkanku, tetapi ia membelaku dengan keimanan dan hartanya. Karenanya, saya hendak membawa menantu dan putriku ke rumahku. Aku ingin kenangan Khadijah senantiasa ada disampingku, namun ia sekarang ini adalah istri Ali dan harus tinggal di rumahnya. Jika ada kamar di dekat rumah dia akan persiapkan untuk mereka, maka ia akan tenang, namun bisa jadi kaum muslimin Madinah akan bersusah payah, namun akhirnya keinginan menaruh menantu dan putrinya supaya mereka ada di kamarnyapun terlaksana. Namun hal ini sangat sukar, terlebih-lebih di rumah beliau ada dua orang wanita (Saudah dan Aisyah). Salah seorang sahabat bernama Haritsah bin Nu’man mengetahui kondisi tersebut dan mendatangi beliau. Ia berkata: Rumah-rumahku kesemuanya dekat denganmu. Diriku dan apa yang aku punyai adalah milikmu. Demi Allah aku lebih menyukai hartaku engkau ambil dari pada engkau menyisakannya di tanganku. Rasulullah Saw menjawab: semoga Allah memberikan pahala untukmu. Setelah itu, Fatimah dan Ali pindah ke salah satu rumah Haritsah. [21]
***
Catatan kaki dan daftar pustaka selengkapnya bisa dilihat di: http://id.wikishia.net/view/Pernikahan_Imam_Ali_as_dan_Sayidah_Fatimah_sa