Indonesian
Wednesday 17th of July 2024
0
نفر 0

Haji dan Rumah Tuhan dalam al-Quran

Ibadah haji merupakan program global Islam yang paling populer. Kewajiban yang menjadi salah satu dari rukun Islam ini merupakan contoh kecil dari program global Islam. Akan tetapi dalam contoh kecil itu sendiri, manusia diminta fokus untuk mendirikan shalat dan bermunajat kepada Sang Khalik, meninggalkan pekerjaan yang dilarang, berpisah untuk sementara waktu dengan tanah kelahiran, berjihad dengan hawa nafsu, mengorbankan harta benda, melupakan segala kelezatan, dan menanggung segala bentuk ke
Haji dan Rumah Tuhan dalam al-Quran



Ibadah haji merupakan program global Islam yang paling populer. Kewajiban yang menjadi salah satu dari rukun Islam ini merupakan contoh kecil dari program global Islam. Akan tetapi dalam contoh kecil itu sendiri, manusia diminta fokus untuk mendirikan shalat dan bermunajat kepada Sang Khalik, meninggalkan pekerjaan yang dilarang, berpisah untuk sementara waktu dengan tanah kelahiran, berjihad dengan hawa nafsu, mengorbankan harta benda, melupakan segala kelezatan, dan menanggung segala bentuk kesulitan. Semua itu dapat ditemukan dalam ritual ibadah haji.


 
 
 
 
Ada banyak riwayat dari Rasulullah Saw dan Ahlul Bait a yang menyoroti keutamaan dan pahala melakukan perjalanan spiritual tersebut. Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa, "Seorang Arab Badwi datang menemui Rasul dan berkata, 'Saya berniat pergi haji, tapi saya gagal. Saya memiliki banyak harta. Tuntunlah saya bagaimana caranya mengeluarkan harta ini agar memperoleh pahala ibadah haji. Rasul menjawab, 'Tataplah Gunung Abu Qubais (sebuah gunung terkenal di Mekkah), jika engkau bahkan punya emas merah setinggi gunung tersebut dan menginfakkannya di jalan Tuhan, engkau tetap tidak akan mendapatkan pahala yang diraih oleh seorang jamaah haji." Rasulullah Saw kemudian menjelaskan kepadanya tentang berjuta pahala di balik ibadah haji.
 
 
 
Dalam al-Quran, ada banyak ayat yang berbicara tentang ritual haji dan peran pentingnya. Allah Swt dalam surat Ali Imran ayat 97 berfirman, "… haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barang siapa mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam." Ayat ini menjelaskan tentang kewajiban ibadah haji bagi orang-orang yang mampu dan meninggalkan perintah itu dianggap sebagai kekufuran.
 
 
 
Oleh karena itu, ketika seorang Muslim memiliki kemampuan finansial yang setara dengan biaya pulang-pergi ke Tanah Suci dan juga pengeluaran keluarganya di kampung halaman, maka ia wajib untuk menunaikan haji. Dalam al-Quran, orang-orang yang mendatangi Rumah Tuhan dengan berjalan kaki justru disebut pada urutan pertama dan Allah Swt berfirman, "Dan berserulah kepada manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, dan mengendarai unta yang kurus yang datang dari segenap penjuru yang jauh." (QS.22:27)
 
 
 
Kewajiban haji tidak akan gugur bagi mereka yang memiliki kemampuan untuk menempuh perjalanan. Dalam sebuah riwayat dari Imam Jakfar Shadiq as disebutkan bahwa seseorang bertanya kepada beliau, "Apakah haji diwajibkan bagi orang kaya dan miskin? Imam menjawab, 'Haji diwajibkan bagi seluruh masyarakat dari kecil dan besar, dan barang siapa memiliki uzur, Tuhan akan memaafkannya.'"
 
 
 
Kitab suci al-Quran memperkenalkan Ka'bah sebagai rumah tauhid yang pertama dan tempat tertua untuk melakukan ritual ibadah di muka bumi. Al-Quran juga menekankan kemuliaan tempat suci itu. Dalam surat Ali Imran ayat 96, Allah Swt berfirman, "Sesungguhnya rumah yang mula-mula dibangun untuk (tempat beribadah) manusia, ialah Baitullah yang di Bakkah (Mekkah) yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi semua manusia."
 
 
 
Menurut beberapa ulama tafsir, Ka'bah menjadi tempat yang berkah karena terdapat banyak kebaikan di sana. Berkah itu mencakup kebaikan spiritual, material, politik, individual, dan sosial. Ketika seorang individu dari sebuah umat mendatangi Ka'bah dan pemiliknya dari sebuah sudut dunia, ia menemukan dirinya tidak lebih dari sebutir titik air di tengah samudera yang maha luas. Dia berusaha untuk melangkah seirama dengan hamba-hamba saleh yang lain. Di tengah nuansa yang sejuk itu, ia ingin memurnikan hatinya dari segala hal selain Tuhan dan hanya memusatkan perhatiannya kepada Sang Kekasih.
 
 
 
Kebersamaan dan kekompakan para jamaah haji yang mengitari Rumah Tuhan merupakan cermin dari dimensi sosial dan politik ibadah haji. Mereka tidak lagi merasa sendirian, mereka mulai menemukan kekuatan baru dan semakin optimis akan kemenangan dalam menghadapi musuh.
 
 
 
Ka'bah merupakan bukti nyata dari kekuatan dan keagungan Tuhan. Dalam surat Ali Imran ayat 97, Allah Swt berfirman, "Padanya terdapat tanda-tanda yang nyata, (di antaranya) Maqam Ibrahim; barang siapa memasukinya (Baitullah itu) menjadi amanlah dia." Salah satu dari tanda itu adalah keutuhan dan keabadian Ka'bah di hadapan musuh-musuh yang selalu ingin menghancurkan bangunan suci tersebut. Jejak Nabi Ibrahim as di sekitar Ka'bah seperti, Sumur Zamzam, Bukit Safa, Hajar Aswad, dan Hijr Ismail, masing-masing merupakan dokumen sejarah yang membuktikan usia ribuan tahun Baitullah.
 
 
 
Seorang mufassir besar dunia Islam, Allamah Sayid Muhammad Husein Thabatabaei berkata, "Salah satu dari tanda yang nyata Ka'bah adalah Maqam Ibrahim, tanda kedua adalah keamanan di dalamnya, dan tanda ketiga adalah kewajiban haji bagi orang yang mampu… tidak diragukan lagi bahwa masing-masing dari tanda tersebut dengan sendirinya merupakan petunjuk yang jelas tentang keberadaan Tuhan sekaligus pengingat akan kedudukan-Nya yang maha tinggi. Dalam perspektif masyarakat dunia, adakah tanda lain yang lebih besar dan lebih nyata dari Maqam Ibrahim, keamanan Rumah Tuhan, dan amal ibadah haji? Sebuah ritual ibadah yang diulangi oleh ribuan umat setiap tahunnya."
 
 
 
Al-Quran pada ayat 29 dan 33 surat al-Hajj menyebut Ka'bah sebagai "Baitul Atiq." Atiq adalah kebebasan. Pintu rumah itu terbuka untuk seluruh umat Islam dan tidak ada pemiliknya selain Tuhan. Sebuah rumah yang bebas dari kepemilikan dan penguasaan selain Tuhan. Para jamaah haji bebas melakukan thawaf tanpa ada belenggu, mereka belajar agar tidak menjadi hamba pihak lain dan juga tidak menyerahkan urusan kehidupan mereka kepada selain Tuhan. Ka'bah adalah sebuah bangunan yang akan membebaskan jamaah thawaf dari belenggu orang lain dan nafsu syaitan. Imam Ali as berkata, "Budak syahwat lebih hina dari hamba sahaya. Hamba sahaya mulia, sementara hamba syahwat hina. Melakukan thawaf di sekitar Ka'bah akan membebaskan manusia dari syahwat dan kemarahan."
 
 
 
 
 
Mengenai keagungan Rumah Tuhan, Allah Swt di berbagai ayat al-Quran memperkenalkan diri-Nya sebagai pemilik bangunan suci itu. Mengingat keagungan dan kemuliaan Tuhan tidak dapat digambarkan, manusia juga tidak akan mampu untuk mendeskripsikan keagungan dan kemuliaan Baitullah. Oleh karena itu, Tuhan memerintahkan dua orang utusan-Nya yaitu Ibrahim dan Ismail as untuk merekonstruksi Ka'bah dan mensucikan bangunan mulia itu.
 
 
 
Ka'bah adalah rumah suci dan orang-orang yang melakukan thawaf di sekitarnya juga harus suci. Oleh sebab itu, Nabi Ibrahim as bersama putranya menunaikan tugas mereka dengan sempurna dan menjadikan Ka'bah sebagai basis kesucian dan tauhid. Mereka juga sudah menghancurkan setiap simbol yang berbau syirik.
 
 
 
Al-Quran memberikan beberapa saran untuk menjaga dan merawat Ka'bah. Surat at-Taubah ayat 17 melarang orang-orang kafir untuk memakmurkan masjid. Orang yang tidak beriman kepada Tuhan dan menyembah-Nya, bagaimana ia akan memakmurkan tempat ibadah? Pada ayat 18 surat at-Taubah, Allah Swt memperkenalkan orang-orang yang berhak untuk memakmurkan rumah-Nya. Dia berfirman, "Hanya yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Hari kemudian, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapapun) selain kepada Allah, maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk."
 
 
 
Oleh karena itu, tidak hanya orang musyrik dan kafir yang dilarang untuk memakmurkan masjid, khususnya Masjidil Haram, tapi Muslim yang lemah imannya dan takut terhadap musuh juga tidak layak untuk mengemban tugas mulia itu. Tafsir ayat tersebut mengatakan, "Kegiatan memakmurkan Ka'bah juga termasuk hal-hal lain selain merekonstruksi bangunannya dan menyediakan fasilitas untuk para peziarah. Langkah-langkah seperti, menciptakan kondisi yang layak bagi para jamaah dan menyelenggarakan ritual ibadah haji dengan megah, termasuk di antara tugas memakmurkan Rumah Tuhan. Jelas bahwa di masa sekarang kegiatan seperti itu mendapat prioritas utama, sehingga Masjidil Haram dan masjid-masjid lain harus menjadi pusat untuk penyadaran umat terhadap musuh dalam membela warisan luhur Islam." (IRIB Indonesia/RM)   



source : irib
0
0% (نفر 0)
 
نظر شما در مورد این مطلب ؟
 
امتیاز شما به این مطلب ؟
اشتراک گذاری در شبکه های اجتماعی:

latest article

Hakekat Taqiyah versi Syiah
Alam Kubur (Barzakh)
Mengenal Peringatan Pekan Kesucian dan Hijab Perempuan di Iran, Sejarah dan Latar ...
Uang Vs Kebahagiaan
Ketika Farideh Mostafavi, Putri Kedua Imam Khomeini Bercerita Tentang Ayahnya
Sedekah Tanpa "tetapi"
Kisah Bijak Sufi: Tipuan Harta
Islam dan Pengabdian kepada Masyarakat
Sahabat-Sahabat Rasul yang Syahid dalam Revolusi Husaini
IMAM HUSAIN ASY-SYAHID, PENGHULU PARA SYAHID

 
user comment