“…dan bantahlah mereka dengan cara yang baik.” (Qs. An
Nahl: 125)
Saya heran dengan sikap sekelompok orang [yang herannya
sama persis, seperti habis keluar dari pabrik yang sama]
yang ketika diberikan bantahan dengan cara yang baik dan
santun atas tuduhan-tuduhan tidak berdasar yang mereka
gencarkan [itupun mereka sampaikan dengan berargumen
dengan cara-cara yang kotor], mereka akan berkata, “Akh,
jangan sok santun, jangan lebay, ketahuan kok, kau hanya
mau menipu. Pura-pura baik itu karena minoritas, tapi
kalau mayoritas, malah berbahaya.”
Tapi ketika tudingannya yang kadang irrasional tersebut
ditanggapi dengan umpatan, caci maki dan olok-olol,
mereka malah makin keranjingan, karena meyakininya,
dihina dan dilecehkan itu resiko dari menyampaikan
kebenaran. Padahal tidak semua orang yang dihina itu
menunjukkan bahwa dia benar, sebab mereka yang melakukan
hal-hal yang hina, juga memang sering dihina.
Membalas tudingan dan penghinaan, juga dengan cara-cara
yang kasar dan ungkapan-ungkapan yang melecehkan tidak
dibenarkan. Bahkan membuat mereka makin menjadi-jadi.
So, bagaimana menyikapinya?
Setidaknya ada empat hal yang mesti kita lakukan,
sebagaimana petunjuk Al-Qur’an.
Pertama, berdoa.
Dilecehkan ketika menyampaikan dakwah, juga pernah
dialami oleh para Anbiyah As, dan itu telah menjadi
sunnatullah bagi penerus dakwah Anbiyah As, untuk juga
mengalami hal yang sama. Nabi Musa As ketika dilecehkan
ummatnya, beliau berdoa, “"Aku berlindung kepada Allah
agar tidak menjadi salah seorang dari orang-orang yang
jahil". [Qs. Al-Baqarah: 67]
Kedua, meyakini bahwa usaha untuk membuat semua orang
harus sependapat dengan kita, adalah usaha yang sia-sia,
bahkan dalam terminologi Al-Qur’an, berkeinginan keras
agar semua orang dalam petunjuk yang dengan itu memaksa
diri atau memaksa orang lain adalah termasuk keinginan
jahiliyah. “Kalau Allah menghendaki, tentu saja Allah
menjadikan mereka semua dalam petunjuk sebab itu
janganlah sekali-kali kamu termasuk orang-orang yang
jahil.” [Qs. Al An’am: 35]
Jadi tetaplah menjaga kesehatan akal dan berlaku
rasional, bahwa kewajiban kita hanyalah menyampaikan,
jika mereka tidak mau menerima, maka biarkan saja, sebab
pada dasarnya ia siap menerima konsekwensi apapun yang
terjadi setelah itu.
Ketiga, tetap mengucapkan kalimat yang mengandung
keselamatan dan perdamaian.
Salah satu akhlak Nabi Muhammad Saw adalah tetap berlaku
baik hatta termasuk kepada orang yang menghina dan
melecehkannya. Jadi jangan membalas perkataan buruk orang
lain, dengan ungkapan buruk juga, sebab itu menunjukkan,
tidak bedanya kita dengan mereka. Justru untuk
menunjukkan bahwa kita makhluk mulia, maka hanya
pemuliaan yang semestinya kita lakukan. Hargailah orang
lain, bukan karena dia siapa, tapi karena kau siapa.
Allah Swt berfirman, “Dan hamba-hamba Tuhan yang Maha
Penyayang itu (ialah) orang-orang yang berjalan di atas
bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil
menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata (yang
mengandung) keselamatan. [Qs. Al- Furqan: 63]
Keempat, langkah selanjutnya adalah meninggalkan.
Kita jangan membuang-buang waktu untuk hal yang tidak
bermanfaat. Jika kita sudah menyampaikan pendapat kita,
namun dilecehkan dan tidak dibantah dengan cara yang
argumentatif, maka berhentilah, jangan layani nafsu
berdebatnya. Seorang muslim, hanya ada dua pilihan
baginya, berkata benar, atau diam. Diam terkadang jauh
lebih baik daripada menjelaskan, karena akan menyakitkan,
bila mereka bisa mendengarkan tapi tidak mau mengerti.
Satu hal yang perlu kita yakini, kita tidak diminta
pertanggungjawaban atas keyakinan dan amalan orang lain,
kita hanya dimintai pertanggungjawaban mengenai metode
dan cara kita menyampaikan pendapat kita pada orang lain.
Al-Qur’an menasehatkan, “Dan apabila mereka mendengar
perkataan yang tidak bermanfaat, mereka berpaling
daripadanya dan mereka berkata: "Bagi kami amal-amal kami
dan bagimu amal-amalmu, kesejahteraan atas dirimu, kami
tidak ingin bergaul dengan orang-orang jahil." [Qs. Al
Qashash: 55]
So, inilah langkah Qur’ani yang semestinya kita tempuh.
Kita bisa menambahkan dengan mendoakan yang bersangkutan
agar bisa dibukakan hati dan pikirannya, agar mau
menerima keberadaan pendapat yang berbeda.
Kalau ada yang mengencingi dinding masjid, maka
biarkanlah sampai ia menyelesaikan hajatnya baru kemudian
kau nasehati, sebagaimana Rasulullah pernah mencontohkan
saat seorang Arab Badui mengencingi dinding masjid. Kau
bentak dan usir, saat dia masih sedang kencing, sama
halnya kau membiarkan air kencingnya muncrat kemana-mana.
Biarkanlah orang-orang yang membencimu karena kau berbeda
paham dengannya menyelesaikan dirinya sendiri.