AL-QUR’AN memiliki ban yak makna. Yang dikenal secara umum ialah kitab suci yang diturunkan oleh Allah Swt melalui peran taraan Jibril kepada Nabi Muhammad Saw untuk diteruskan kepada umatnya. Dari pengertian ini sinonim dengan Al-Furqan, Al-Kitab, dan Al-Dzikr, sebagaimana diperkenalkan oleh Ulumul Qur’an. Namun jika dilihat lebih khusus Al-Qur’an memiliki tekanan pengertian yang berbeda dengan Al-Furqan.
Al-Qur’an secara literal berarti ‘bacaan’, ben tuk mashdar dari kata qara’a-yaqra’u-qur’an, berarti ‘bacaan’. Secara literal juga bisa be rarti lain, berasal dari kata al-qur’ seakar kata dengan quru’, berarti ‘himpunan, kumpulan’ (al-jam’). Kata ini pernah digunakan di dalam Al- Qur’an, yaitu: “Sesungguhnya atas tanggun gan Kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya”. (Q.S. al-Qiyamah/75:17). Sedangkan Al-Furqan secara literal berarti ‘pembeda, pemisah’, ben tuk mashdar dari kata farraqa-yafarriqu-furqan berarti ‘pembeda’.
Al-Qur’an lebih menekankan aspek pertemuan (encounter), yaitu mengumpulkan, menghim pun, atau mempertemukan berbagai unsur yang berbeda atau berserakan. Al-Qur’an lebih menekankan aspek makro karena itu lebih menekankan aspek formal identity. Berbeda dengan Al-Furqan yang lebih menekankan aspek perbe daan (differentiation), yang lebih mengedepankan pendekatan mikro. Karena itu model pendekatan nya lebih menekankan principle of negations.
Dalam konteks tasawuf, istilah Al-Qur’an sering dipinjam dalam arti perjalanan makrokosmos In san Kamil mengikuti proses kehadiran Lima Eksis tensi (al-Hadharat al-Khamsah), yakni perjalanan atau pergerakan sentripetal menuju puncak (min al-tafshil ila al-ijmal). Berbeda dengan Al-Furqan yang sering dipinjam untuk menggambarkan per jalanan spiritual dari puncak (al-‘alam al-‘ulya) ke bawah (al-‘alam al-sufla), yakni perjalanan atau pergerakan sentrifugal menjauhi puncak. Kare na itu, al-furqan disebut juga perjalanan dari atas (al-‘alam al-‘ulya) ke bawah (al-‘alam al-sufla). Semakin ke atas semakin menyatu (qur’an/one ness) dan semakin ke bawah semakin berbeda (furqan/manyness).
Perjalanan Al-Qur’an disebut dengan al-qaus al-al-su’ud, yang biasa disebut taraqqi (melan git); atau kalangan arifin menyebutnya maqam al-Haq. Maqam ini di dalamnya berlaku keten tuan batin (al-hukumah al-bathiniyyah). Ke tika kembali menjadi wujud batin, maka pada saat itu ia memanifestasikan nama kemahap enyayangan Tuhan (Ism al-Rahmaniyyah). Dis ebut demikian karena para makhluk dalam wu jud ini mendapatkan rahmat rahimiyyah-Nya. Itulah sebabnya ketika manusia berpulang ke rahmatullah diucapkan kalimat: Inna lillah wa inna ilaihi raji’un (Q.S. al-Baqarah/2:156). Se baliknya Al-Furqan disebut al-qaus al-nuzul, yang biasa disebut tanazul (membumi); kar ena itu maqam ini disebut maqam nuzul atau kalangan arifin menyebutnya maqam al-khalq. Maqam ini didalamnya berlaku ketentuan dha hir (al-hukumah al-dhahiriyyah). Ketika menjadi wujud dhahir, maka pada saat itu ia memanifes tasikan nama kemahapengasihan Tuhan (Ism al-Rahmaniyyah).
Disebut demikian karena keseluruhan makhluk dalam wujud ini mendapatkan rahmat rahmani yyah-Nya. Dengan demikian: Perjalanan spiritual manusia: Dari Al-Qur’an ke Al-Furqan dan kem bali lagi ke Al-Qur’an.
Nasaruddin Umar
Imam Besar Masjid Istiqlal Jakarta Pusat
source : abna24