Pada usia belia, Imam Ja’far Shadiq sudah tersohor memiliki kecerdasan yang tidak umum, semua orang pada masa itu menyebut kehadiran beliau sebagai sebuah keajaiban. Tidak seorang pun seusianya yang menyamainya dalam kecerdasan.
Salah satunya adalah ketika beliau menghadiri pelajaran ayahnya, ketika itu beliau masih balita, belum genap berusia tiga tahun. Pelajaran-pelajaran yang diterima dari sang ayah beliau serap seluruhnya hingga mengungguli seluruh muridmurid lainnya yang semuanya ulama dan perawi.
Pelajaran-pelajaran dari sang ayah dan pembahasan-pembahasannya tidak hanya terbatas pada fikih, hadis dan tafsir al-Quran, tetapi juga meliputi berbagai jurusan ilmu dan beliau memahaminya dengan sempurna.
Seperti yang disebutkasn oleh para perawi bahwa Walid bin Abdul Malik menyuruh pejabatnya di Madinah, Umar bin Abdul Aziz untuk memperluas Mesjid Nabawi.
Maka Umarpun menyelesaikan sebagian besarnya. Kemudian Walid
berangkat ke Madinah untuk melihat sendiri hasil dari proyek rekonstruksi dan perluasan mesjid. Umar menyambut kedatangannya dari jarak 50 farsakh (150 mil) dengan upacara kerajaan. Bahkan seluruh lapisan masyarakat Madinah
menyambut hangat kedatangannya.
Setibanya di Kota Madinah, Walid langsung masuk ke dalam Mesjid Nabawi untuk melihat hasil pembangunan perluasan mesjid. Di sana dia melihat Imam Muhammad Baqir sedang berada di atas mimbar menyampaikan pelajaran kepada murid-muridnya. Dia mengucapkan salam kepada beliau dan beliau pun membalas salamnya.
Imam Muhammad Baqir menghentikan pelajarannya sebagai penghormatan untuknya, tetapi Walid memintanya untuk melanjutkannya dan beliau pun menurutinya. Mata pelajarannya adalah geografi dan Walid menyimaknya
dengan penuh kekaguman. Walid bertanya kepada Imam Muhammad Baqir, Ilmu apa ini? Imam as menjawab, Ini adalah ilmu yang berbicara tentang bumi, langit, matahari dan bintang-bintang.
Pandangan Walid tertuju kepada Imam Ja’far Shadiq. Dia bertanya kepada Umar bin Abdul Aziz, Siapa anak kecil yang berada di antara orang-orang dewasa itu?
Umar menjawab, „Dia adalah Ja’far bin Muhammad Baqir. Walid bertanya lagi, „Apakah dia mampu mengikuti dan memahami pelajaran ini? Umar memberitahunya akan kemampuan nalar yang dimiliki oleh anak kecil itu dengan berkata, Dia lebih cerdas dari semua yang menghadiri pelajaran Imam Muhammad Baqir dan dialah yang paling banyak bertanya serta berdiskusi.
Walid merasa kagum lalu memanggilnya. Ketika tiba di hadapannya dia bertanya, Siapa namamu? Anak kecil itu menjawab, Namaku Ja’far.
Walid berhasrat untuk mengujinya. Dia bertanya, „Apakah kamu tahu siapa pencetus ilmu logika? Anak kecil itu menjawab, Dia adalah Aristoteles yang dijuluki sebagai bapak ilmu logika. Para murid dan pengikutnya yang memberi julukan ini. Walid mengajukan pertanyaan kedua, Siapakah Maz itu? Imam as membantahnya dengan berkata Sebutan itu tidak disandangkan kepada seorang pun. Ia adalah nama bagi sejumlah bintang-bintang dan dinamakan Dzul A’innah. 71
Walid semakin takjub dan kagum. Dia tidak tahu harus berkata apa. Dia lama terdiam menyusun pertanyaan lain kepada keturunan sang Nabi. Kemudian dia bertanya lagi, Apakah kamu tahu siapa pemilik gelar siwak? Imam Ja’far Shadiq langsung menjawab, Itu adalah julukan Abdullah bin Mas’ud sahabat kakekku Rasulullah saw. Walid tidak berdaya menyaksikan kehebatan bocah itu. Kemudian menunjukkan kekagumannya kepada Imam Muhammad Baqir. Dia menggandeng tangan Imam Ja’far Shadiq dan berjalan ke arah Imam Muhammad Baqir sembari berkata, Putramu ini akan menjadi orang yang sangat alim pada masanya. 72
Firasat Walid benar, Imam Ja’far Shadiq menjadi ulama paling alim pada masanya secara keseluruhan, bahkan di Dunia sepanjang sejarah. Tidak ada justifikasi yang memuaskan ketika menyaksikan fenomena yang disandang oleh
keturunan Nabi Muhammad pada masa kanak-kanaknya, kecuali berpendapat seperti pengikut mereka bahwa Allah telah memberikan ilmu dan hikmah kepada para imam Ahlulbait dalam semua segi kehidupan mereka sebagaimana memberikannya kepada para nabi dan rasul-Nya.
Menguasai Setiap Bahasa Kaumnya
Pada usia belia beliau telah mengetahui berbagai macam bahasa dunia. Fakta ini terjadi ketika beliau berbicara dengan setiap orang yang berbeda bahasanya seakan-akan beliau adalah bagian dari mereka. Berikut ini beberapa contoh yang menunjukkan hal tersebut:
Yunus bin Zabyan Nabthi meriwayatkan bahwa Imam Ja’far Shadiq as berbicara dengannya dalam Bahasa Nabthiyah. Beliau memberitahunya tentang revolusi pertama yang menentang Musa bin Imran dan al-Masih serta Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib di Nahrawan. Beliau melanjutkan ucapannya, “Malih dirbir maki malih (itu semua terjadi di desamu yang bernama Nabthiyah). 73
Amir bin Ali Jami’i meriwayatkan bahwa dia pernah bertanya kepada Imam Ja’far Shadiq, Diriku sebagai tebusanmu. Kami memakan hewan-hewan sembelihan Ahlulkitab dan kami tidak tahu apakah mereka membaca tasmiyah (basmalah) atau tidak?
Beliau menjawab, Apabila kalian mendengar mereka telah bertasmiyah maka makanlah. Apakah kamu tahu apa yang mereka ucapkan kepada hewan-hewan sembelihan mereka?
Amir bin Ali Jami’i, Tidak. Kemudian beliau mengucapkan suatu kalimat yang aku
tidak mengetahuinya, kemudian beliau berkata, Dengan
inikah mereka diperintahkan? Amir bin Ali Jami’i bertanya, Diriku sebagai tebusanmu. Bagaimana kalau kami menulisnya?
Beliau berkata, „Tulislah! Kemudian Imam as berujar, artinya, „Mahasuci Engkau Allah Raja semesta alam, yang kami senantiasa menyucikan Engkau dengan perintah perintah- Nya serta memerintahkan kami untuk menyembelih (binatang).75
Abu Bashir meriwayatkan ketika dia sedang sedang bersama Abu Abdillah as, ada seorang lelaki dari Khurasan sedang berbicara dengan beliau dengan bahasa yang tidak dia mengerti, mereka berdua berdialog dengan Bahasa Parsi.76
Beberapa orang dari Khurasan menjumpai Imam Ja’far Shadiq. Beliau berkata kepada mereka, Sesiapa yang menimbun harta, Allah akan menyiksanya sesuai dengan kadarnya. Kemudian mereka bertanya kepada beliau dengan Bahasa Parsi dan beliau pun menjawabnya dengan Bahasa Parsi 77
Abban bin Taghlib berkata, Aku pergi meninggalkan rumahku di Madinah menuju tempat Abu Abdillah. Ketika aku berada di pintu aku mendapati beberapa orang yang belum aku kenal sedang bersama beliau. Aku belum pernah melihat
orang seperti mereka yang berpakaian indah dan santun.
Mereka duduk dengan rapi, seolah ada burung bertengger di atas kepala-kepala mereka. Kemudian beliau berbicara kepada kami dengan suatu pembicaraan, lalu kami pergi meninggalkan beliau. Jumlah mereka semuanya lima belas orang dan tentu mereka menggunakan bahasa yang berbeda, namun mereka semua memahami apa yang beliau katakan.
Di antara mereka ada orang Arab, orang Persia, orang Nabthi, orang Ethiopia dan orang Shaqlabi. Orang Arab berkata, آBeliau berbicara kepada kami dengan bahasa Arab. Orang
Persia berkata, آBeliau berbicara kepada kami dengan Bahasa Parsi. Orang Etiopia berkata, آBeliau berbicara kepada kami dengan bahasa Etiopia. Orang Shaqlabi berkata, Beliau berbicara kepada kami dengan bahasa Shaqlabi. Sebagian sahabat-sahabatnya memberitahu bahwa pembahasannya
satu dan beliau menerjemahkannya dengan masing-masing bahasa yang mereka gunakan. 78
Suatu ketika berlangsung pembicaraan antara Imam Jafar Shadiq dengan Ammar Sabathi dengan Bahasa Nabthiyah. Ammar merasa terkagum-kagum sambil berkata, Aku tidak pernah melihat seorang Nabthi yang lebih fasih berbahasa Nabthiyah daripada Anda. Beliau menimpali, „Wahai Ammar, bahkan aku menguasai setiap bahasa. 79
Martabat dan Wibawa
Semua wajah tunduk pada kewibawaan dan kebesaran beliau. Kewibawan beliau serupa dengan kewibawaan para nabi dan kebesaran para washi. Tidak seorang pun yang berjumpa beliau kecuali dia akan mengaguminya. Beliau dimuliakan oleh spiritualitas imamah dan kesucian para wali. Ibnu Maskan adalah salah seorang Syiah terbaikdan terpercaya. Dia tidak ingin menemui beliau karena
khawatir tidak dapat memberikan penghormatan yang seharusnya kepada beliau. Dia mendengarkan permasalahan-permasalahan agama yang dibutuhkannya dari sahabatsahabatnya dan tidak siap jika bertemu dengan beliau.80
71 Sejumlah bintang-bintang ini dalam istilah ilmu modern dinamakan “Oreka” atau “Arija.”
72 Al-Imam ash-Shâdiq kamâ ‘Arrafahu Ulama al-Gharb, hal.108-112.
73 Al-Imam ash-Shâdiq kamâ ‘Arrafahu Ulama al-Gharb, hal.48.
74 Ibid.
75 Ibid.
76 Al-Ikhtishâh, hal.183.
77 Al-Imam ash-Shâdiq kamâ ‘Arrafahu Ulama al-Gharb, hal.46.
78 Ibid.
79 Al-Ikhtishâh, hal.283.
80 Ibid., hal.203
source : id.islamic-sources.com