Syiah dan Ahlu Sunnah adalah dua kelompok besar dalam dunia Islam yang keduanya lahir dari rahim Islam yang percaya akan Tauhid dan kerasulan Nabi Muhammad Saw. Syiah dan Ahlussunnah adalah Fakta sejarah, yang pernah ada dan sampai sekarang masih eksis dalam pentas keberagamaan umat Islam di dunia bahkan di bumi Nusantara kita Indonesia. Membaca sejarah kedua kelompok ini, terkadang kita menganggap mereka adalah dua hal yang beda atau sebagai dua kubu yang saling berdialektika. Saking tajamnya stigma ‘beda’ tersebut sampai-sampai diantara kubu tersebut ada yang terpeleset mengatakan sesat kelompok yang bukan kubunya, dan itupun diucapkan latah lagi oleh pendukungnya hingga menular ke generasi setelahnya. Alih-alih stigma negatif, Syiah dan Ahlus Sunnah adalah realitas sejarah Islam yang Rahmatan lil Alamin, dua kelompok Islam yang harmoni keindahannya harus dirasakan oleh umat Islam dan dunia Internasional. Ahlus sunnah dan Syiah adalah dua sayap yang akan menerbangkan Islam ke angkasa ilmu dan peradaban, yang pada akhirnya akan memenuhi dunia ini dengan keamanan dan kesejahteraan. Syiah adalah kelompok Islam yang menganggap pengganti nabi Saw adalah Ali as yang ditunjuk oleh Rasulullah sendiri sebelum wafatnya dan beragama mengikuti tata cara Ahlul Bait nabi. Dan ahlus Sunnah adalah mereka yang percaya bahwa sepeninggal Rasulullah umat Islam dipimpin oleh 4 orang khalifah yang dipilih umat Islam dan beragama menurut apa yang diajarkan nabi Saw kepada para sahabatnya. Untuk lebih mengenal apa dan bagaimana kedua kelompok ini ada baiknya kita menelusuri kembali sejarah lahirnya kelompok Syiah dan Ahlus sunnah di dunia Islam.
Awal munculnya Syiah
Ada banyak perbedaan pendapat dikalangan para ulama dan intelektual Muslim mengenai kapan Syiah itu lahir.
Kata Syiah secara etimologi bermakna Partai atau pengikut. Seperti kata “Syiah Ali” berarti pengikut dari Ali. Tetapi makna kata inipun masih umum karena selain dari mereka yang bukan pengikut Ali berarti mereka adalah pengikut selain Ali atau mereka juga adalah Syiah selain Syiah Ali. Olehnya itu berangkat dari arti secara bahasa ini, bahwa Syiah yang berarti Partai, maka banyak orang awam mengira bahwa Syiah ini lahir karena faktor politik, yakni keberpihakan seseorang atau beberapa orang kepada orang tertentu. Dan tidak ada seorang intelektual pun dari kalangan Sunni maupun Syiah yang mengatakan seperti ini.
Ahmad bin Abi Ya’kub, dalam kitab Tarikh Ya’kubi, mengatakan kelompok Syiah lahir sesaat pasca wafatnya Rasulullah Saw. Ketika Umar bin Khattab mengangkat Abu Bakar sebagai pengganti Nabi (baca: Khalifah) di Saqifah. Waktu itu kelompok Bani Hasyim, mereka yang terdiri dari keluarga terdekat nabi Saw yang tidak hadir di Saqifah karena berkabung dan masih sibuk mengurus proses pengkafanan hingga pemakaman jasad Rasulullah. Mereka memilih Ali bin Abi Thalib sebagai Khalifah pengganti Rasulullah sebagaimana yang pernah diwasiatkan Rasulullah pada seluruh umat Islam di Ghadir Khum. Dan mereka inilah yang akhirnya disebut sebagai Syiah.
Ibnu Hazm Andalusi, dalam bukunya Al-Fishal menulis bahwa Syi’ah muncul pada akhir masa ke-Khalifah-an Utsman bin Affan. Karena adanya ketidak puasan para sahabat atas kebijakan Utsman bin Affan dalam urusan pemerintahan dan pengelolaan Baitul Mal, maka sebagai bentuk protes mereka melakukan demonstrasi untuk menjatuhkan pemerintahannya, lalu mereka mengangkat Ali bin Abi Thalib sebagai Khalifah secara demokratis. Kelompok inilah yang kemudian dikenal sebagai Syiah.
Rasyid Ridha dalam bukunya As-Sunnah Was Syiah mengatakan bahwa Syiah dibuat oleh Abdullah bin Saba’, salah seorang muallaf yang seperti sahabat nabi pada umumnya yang tadinya Yahudi kemudian memeluk Islam. Tentang Abdullah bin Saba’, para ulama di kalangan Ahlus Sunnah sendiri pun berbeda pendapat mengenai apakah tokoh ini pernah ada dalam pentas sejarah Islam ataukah tidak. Sebagian yang sejak awal membenci Syiah lebih mendukung pendapat bahwa tokoh yang bernama Abdullah bin Saba’ benar-benar ada. Di kalangan sejarawan Syiah pun sebagian mengakui bahwa Abdullah bin Saba’ itu bukan tokoh fiktif, dan benar-benar ada. Mereka bersandar pada satu ungkapan Imam Ja’far Shadiq (Imam ke enam syiah dan pendiri mazhab fikih Syiah serta guru dari 4 imam mazhab Ahlus Sunnah wal Jamaah) yang mengatakan “Semoga Allah Swt melaknat Abdullah bin Saba’, dia menyematkan sifat-sifat ke-Tuhan-an atas Amirul Mukminin Ali as. Demi Allah, Ali as adalah hamba Allah yang taat. Celakalah bagi mereka yang berbohong atas kami” (Rijal Kesyi, jld 1, hlm 323).
Sebagian ulama Syiah mengatakan bahwa Abdullah bin Saba’ itu bukanlah tokoh fiktif dan benar-benar ada tetapi membantah jika Mazhab Syiah dibentuk oleh Abdullah bin Saba’. Mereka memberikan bukti berdasarkan kesepakatan Ijma seluruh ulama Syiah yang membantah kalau Mazhab Syiah dibuat oleh Abdullah bin Saba’. Karena tidak ada satu pun dari referensi buku hadis-hadis Syiah yang menuliskan satu pun perkataan Abdullah bin Saba yang bisa dijadikan rujukan baik Akidah maupun Fikih, sementara kelompok syiah mengamalkan Akidah dan Fikih dari hadis-hadis Rasulullah melalui jalur Imam Ja’far Shadiq, cucu nabi dan Imam ke enam Syiah.
Allamah Askari, seorang sejarawan modern dalam bukunya Abdullah bin Saba’ mengatakan bahwa Abdullah bin Saba’ adalah tokoh virtual dan dongeng sejarah yang tidak pernah ada realitasnya sama sekali. Tokoh buatan ini adalah hasil imajinasi Saif bin Umar, dia adalah orang yang dalam buku-buku ilmu Rijal Ahlus Sunnah sendiri terkenal sebagai pembuat hadis palsu dan pembohong. Ibnu Hibban, seorang ahli hadis dari Ahlus Sunnah mengatakan: “Dia (Saif bin Umar) telah membuat banyak hadis palsu dan itu dinukil oleh orang-orang yang tsiqoh (dipercaya)”.
Ibnu Nadîm memberikan Pendapat lain mengenai lahirnya Syiah, dalam kitabnya Al-fehrest, menulis kelompok Syiah lahir ketika Thalhah dan Zubair memberontak atas pemerintahan Ali dengan alasan menuntut balas atas kematian Utsman bin Affan hingga menyulut perang Jamal. Ali bersama pendukungnya terlibat kontak senjata dengan mereka, dan para pendukung Ali bin Abi Thalib inilah yang kemudian dinamakan sebagai “Syi’ah” (pendukung) dan Imam Ali as memanggil mereka dengan sebutan Syi’ahku.
Sebagian ahli sejarah yang lain mengatakan bahwa Syiah lahir ketika pecahnya perang Siffin pasca Arbitrase penerimaan Ali bin Abi Thalib atas pendapat sepihak Abu Musa Asy’ari. Ada lagi yang mengatakan bahwa Syiah lahir pasca peristiwa Tragis Karbala yang merenggut nyawa putra Fatimah zahra, Al-Husein cucu dari Rasulullah Saw karena menolak pemerintahan hipokrit Yazid bin Muawiyah. Dan ada lagi yang mengatakan bahwa Syiah lahir pada zaman Imam Ja’far Sadiq karena pada zaman itu beliau memberikan pengajaran atas Akidah dan Fikih praktis dan diamalkan oleh pengikutnya yang sekarang dikenal dengan nama Fikih Ja’fari.
Pendapat yang benar
Berbeda dengan pendapat-pendapat sebelumnya, sebagian sejarawan Ahlus Sunnah mengatakan bahwa Syi’ah sudah ada sejak zaman Rasulullah Saw dan kelompok Syi’ah dibentuk langsung oleh Rasulullah Saw.
Saad bin Abdullah Asyari, Hasan bin Musa Nubakhti dalam kitab Al-Maqalah wal Firaq, dan Suyuthi dalam kitab Durrun Mantsûr, menulis bahwa Kelompok (Mazhab) yang pertama kali ditemukan dalam dunia Islam adalah kelompok Ali bin Abi Thalib as semasa hidup Rasulullah Saw dan Mereka dikenal sebagai pengikut Ali as. Mereka diantaraya adalah Miqdad, Salman Al-Farisi, Abu Dzar Al-Ghifari dan Amar bin Yasir. Mereka adalah orang-orang pertama yang dikenal dan diberi gelar istimewa sebagai Syi’ah. Mereka inilah yang Rasulullah Saw sebutkan dalam tafsir surah Al-Bayyinah ayat 7 sebagai orang-orang yang pasti akan beruntung dan bahagia di hari Kiamat.
Pendapat inilah yang diterima oleh ulama-ulama Ahlus Sunnah dan menurut kesepakatan (Ijma) ulama Syiah sebagai pendapat yang benar mengenai sejarah awal munculnya Mazhab Syi’ah. Bahwa kelompok Syiah sudah ada sejak Rasulullah Saw masih hidup dan beliau sendiri yang memberi nama kelompok yang pecinta dan mengikuti Ali as sebagai Syiah. Meskipun awalnya masih berupa kecintaan dan mengikuti Ali bin Abi Thalib as tetapi seiring perjalanan waktu mereka tetap konsisten dengan apa yang diajarkan oleh Rasulullah Saw melalui hadis-hadis yang dinukil oleh imam Ali as yang terus berkesinambungan hingga pada pengajaran Imam Ja’far Sadiq as, hingga tetap bertahan sampai hari ini.
Awal munculnya Ahlus Sunnah Wal-Jama’ah
Ketika hendak menceritakan mengenai sejarah kapan dan siapa yang membentuk kelompok ini, para ulama dan cendekiawan Ahlus sunnah biasanya langsung merujuk pada makna Harfiah dan tekstual kata “Ahlus Sunnah”, bahwa mereka adalah pengikut Sunnah Rasulullah dan Sahabatnya. Kata “Sunnah” secara etimologi bermakna tradisi atau jalan, baik itu tradisi atau jalan yang baik atau jalan yang salah (Sahih Bukhari, kitab zakat).
Ada yang berpendapat bahwa kelompok Ahlus Sunnah sudah ada sejak zaman Rasulullah. Mengenai pendapat ini, tidak ada referensi kitab yang valid dan otentik yang menyebutkan istilah Ahlus Sunnah sudah dipakai di zaman Rasulullah dan sahabatnya.
Sahal bin Muhammad Sajestani dalam kitabnya Az-Zainah mengatakan bahwa kata “Ahlus Sunnah” baru didengar pada zaman pemerintahan Abbasiyah, beberapa abad setelah wafatnya Rasulullah, meskipun bibit-bibit sekte ini sudah ada sejak zaman pemerintahan Bani Umayyah. Mereka sebelumnya mendukung pemerintahan Utsman bin Affan yang disebut dengan Utsmaniyyah dan setelah kematian Utsman mereka mendukung keponakannya Muawiyah. Dan mereka menggunakan nama Ahlus Sunnah sebagai gejolak reaktif pemerintah saat itu untuk membedakan dari kelompok lawan politiknya yakni kelompok Syiah yang lebih dulu ada.
Pendapat yang lain mengatakan bahwa kata “Ahlus Sunnah” mulai dipakai pada akhir abad pertama atau awal abad kedua Hijriyah. Akan tetapi maksud kata Ahlus Sunnah adalah gelar khusus untuk para Ahli Hadis dan penukil hadis ketika membantah pendapat kelompok Qadariyah.
Dari ketiga pendapat mengenai sejarah kapan kelompok Ahlus Sunnah ini muncul, para sejarawan tidak mempunyai data valid dan otentik dari hadis-hadis Rasulullah dan para sahabatnya yang menggunakan kata Ahlus Sunnah. Akan tetapi para ulama Ahlus Sunnah lebih memilih pendapat yang kedua yang lebih kuat berdasarkan awal penggunaan kata ini bahwa sekte Ahlus Sunnah lahir pada masa pemerintahan Bani Abbasiyah sebagai reaksi pemerintah untuk membedakan kelompok yang pro pemerintah dan kelompok Syiah.